23. Segalanya

9 2 2
                                    

Annabeth berdiri di tengah kebun Lavender, menikmati aroma semerbak yang memanjakan indera penciumannya seraya menunggu Leo menyelesaikan pekerjaannya sore hari itu. Cahaya jingga menyelimuti wajah gadis itu, terasa hangat dan menyenangkan. Rasanya lama sekali dia sudah tidak merasakan hal itu sejak kepergiannya ke akademi.

Benar, akademi.

Annabeth terenyak mengingat tentang akademi beserta isinya yang baru ia lewati begitu singkatnya. Tentang Alice, Chase sahabat Arthur, Harley yang seorang guru kimia, namun ternyata dia memiliki peran sangat penting di kerajaan, dan yang terakhir yang paling mengganggu pikiran Annabeth sejak kepulangannya ke rumah.

Arthur Lopester.

Annabeth menghela napas panjang setiap kali hatinya menyebut nama itu. Nama yang ingin sekali dia lupakan, tetapi mengapa rasanya begitu sulit? Padahal mereka baru saja bertemu dalam waktu yang sangat singkat, hanya saja rasanya seperti sudah saling mengenal dalam waktu yang sangat lama sampai sulit sekali melupakan. Hati Annabeth selalu saja berkata kalau dia harus kembali kepada Arthur, namun logika Annabeth mengatakan apa lagi yang dia cari dan apa keuntungannya, jika ia kembali kepada Arthur yang jelas-jelasnya berbeda jauh dengan dirinya baik secara kasta maupun kehidupan.

Annabeth tertunduk lesu dengan wajah muram gadis itu menatap ke sekelilingnya. Terasa begitu sunyi, namun saat hembusan angin bertiup menciptakan sebuah harmoni antara tiupan angin yang membuat bunga lavender saling bergesekan satu sama lain. Gadis itu memutuskan untuk berbalik pergi kembali ke pos dimana dia dapat menemukan keberadaan Leo yang mungkin saat itu sudah selesai dengan pekerjaannya.

Akan tetapi, langkah kakinya terhenti ketika dia merasa keberadaan seseorang yang berjarak tak jauh di belakangnya. Sosok yang memiliki aura jahat yang membuat Annabeth merinding dalam waktu singkat. Gadis itu memutar tubuhnya perlahan dan mendapati seseorang berjubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya tak terkecuali wajahnya. Terlihat sangat mencurigakan sampai membuat Annabeth melangkah perlahan mundur ke belakang tanpa memutus pandangannya dari sosok itu.

Tubuh Annabeth gemetar, dalam jarak sedekat itu dia dapat merasakan kalau sosok tersebut bukanlah orang biasa. Annabeth juga masih belum dapat memastikan apakah sosok itu adalah seorang vampir atau justru 'sesuatu' yang lain.

"Leo..." Annabeth berlirih pelan. Rasa takut mulai menguasai dirinya.

Kemudian, sepersekian detik setelahnya Annabeth berbalik dan berlari sekencang yang ia bisa sementara ketika gadis itu menoleh sekilas ke belakang--yang ia lihat hanyalah sebuah awan gelap kelabu menggumpal yang datang dari arah Barat, namun sosok itu telah menghilang dari sana. Awan tersebut bergerak seperti terbawa arus udara di langit, menutupi cahaya jingga yang hangat dan merubahnya menjadi sesuatu yang mengerikan seperti sebuah pertanda akan datangnya badai.

"Leo!" Annabeth berseru dan membuat Leo berlari menghampiri adiknya itu seraya sesekali menatap langit yang berubah drastis.

Annabeth masih belum dapat mengendalikan napasnya, tetapi jari telunjuknya mengarah ke tempat sosok tadi berada.

"Di sana! Aku melihat--aku melihat seseorang!" Kata Annabeth terbata-bata akibat napasnya yang memburu tak karuan.

Leo terenyak ketika pandangannya menatap ke arah langit yang hampir semuanya tertutup awan hitam. Lelaki itu langsung merangkul Annabeth dan membawanya melangkah cepat.

"Ayo, kita harus pulang!"

***<>***

"Apa-apaan kau ini, Arthur!"

Arthur tak bergeming, tidak juga melawan saat ayahnya menghadap dirinya secara langsung dan membentaknya di hadapan Aland.

"Aku meminta gadis itu memberi darahnya kepadamu, karena dia berhutang budi atas terlukanya dirimu! Dan kau justru mencintainya. Dasar bodoh!" Bentak Aldebaron yang terbatuk seraya memegangi dadanya, lalu di saat itu juga Aland hendak melangkah mendekati ayahnya, namun ayahnya menolak dengan mengangkat lengannya ke udara.

Blood Line DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang