4. Amarah

26 5 0
                                    

Arthur's POV.

Selama hampir dua jam lamanya aku berada di dalam kelas dengan aroma memabukan itu. Aku bahkan tidak dapat mendengar dan fokus dengan pelajaran yang diberikan oleh Harley. Aku tidak mendengarkan apapun ucapannya dan terus saja menatap gadis itu dari punggungnya. Pikiranku berkelana jauh dan ingin rasanya aku melarikan diri dari kelas ini, tetapi rasanya tidak bijak bolos kelas padahal sudah duduk hampir satu jam lamanya.

Ketika lonceng berbunyi menandakan waktu istirahat, aku terburu-buru berjalan keluar dari kelas dan sekuat mungkin menjaga jarak dengan gadis itu. Napasku terengah-engah ketika aroma itu mulai memudar dari indra penciumanku, karena aku benar-benar melangkah menjauh sejauh mungkin agar aroma itu berhenti membayangiku.

Dan di saat aku beristirahat menenangkan pikiranku di balkon lorong, aku teringat kalau Chase mengajak kembali bertemu saat makan siang dan ini adalah waktunya.

Aku merapikan kembali pakaianku dan bergegas melangkah ke kantin untuk menemui sahabatku itu.

Sesampaiku di sana, aku cukup terkejut dengan perubahan yang dibuat Aland pada kantin akademi ini. Terlihat sangat megah dan luas, nyaris berbentuk hall dansa di kastil kami. Makanan yang disajikan untuk manusia berupa prasmanan yang diambil sendiri menggunakan tempat makan khusus, kemudian untuk para vampir ada makanan yang sama seperti manusia hanya saja yang membedakan adalah kudapannya, yaitu darah segar.

Aku mencebikan bibir ketika tak dapat melihat sosok Chase di sudut manapun, karena di dalam kantin ini terlalu padat manusia dan vampir berlalu lalang mencari tempat duduk masing-masing.

Aku terus melangkah menerobos kerumunan dan melihat keberadaan seseorang yang sudah lama sekali tidak kulihat.

Sosok gadis yang dulu pernah menjadi bagian dari masa kecilku.

Saat dia menyadari keberadaanku, dia tersenyum teduh. Iris matanya masih sama, sebiru lautan dan secerah khas vampir bangsawan Utara. Kulitnya seputih salju dengan rambut pendek bergelombang berwarna kelabu.

"Halo, Arthur."

Aku tertegun dia memanggil namaku dan berbicara denganku setelah sekian lama kami tidak bertemu.

"Hai, Hera." Jawabku pelan.

Dia berdiri di hadapanku dan apakah seharusnya aku memeluknya?

"Bagaimana kabarmu?" Tanya nya lembut.

"Um... baik."

"Raja dan kakakmu bagaimana kabar mereka?"

Aku mengangguk ringan. "Semua baik-baik saja."

Sorot mata kami saling bertatapan dan menyatu seolah ada rasa tersendiri yang terkubur dalam benakku. Sungguh sayang sekali mengapa kami harus berpisah sejak itu.

"Aku--"

Ucapanku terputus ketika aroma itu kembali datang dan terasa begitu dekat. Aku segera menolehkan wajah ke arah yang kuyakini aroma itu berada saat ini. Dan benar sesuai dugaanku, gadis itu ada di meja kedua di samping kananku. Dia sedang menikmati makan siangnya dengan wajah muram padahal ada seorang gadis berkacamata yang senantiasa antusias bercerita di depannya, namun gadis beraroma itu menyimak dengan sangat baik meski dia terlihat tidak tertarik.

Aku termenung menatap wajahnya dan tak menyadari lagi kalau Hera masih ada di hadapanku sampai akhirnya Chase menepuk pundakku, membuatku tersentak kaget.

"Kau mengagetkanku." Ucapku datar.

Chase berdecak sembari menggeleng-gelengkan kepalanya dan melirik ke arah Hera yang ternyata masih berada di hadapanku.

Blood Line DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang