22. Berpisah

5 1 0
                                    

Annabeth menangis, Arthur mengusap air mata yang membasahi pipi Annabeth dan mengecup pipi tempat air mata tadi mengalir.

"Berhenti menangis.. aku tidak ingin melihatmu menangis." Arthur berucap lembut.

Annabeth menarik perlahan tangan Arthur yang menyentuh pipinya dan dengan sopan gadis itu berusaha melepaskan lengan Arthur yang melingkar di pinggangnya. Annabeth menggelengkan kepalanya dan menatap sedih ke arah Arthur.

"Aku tidak bisa, Arthur." Lirih Annabeth, bibirnya bergetar menahan isak tangis.

Kedua alis Arthur bertaut sedih, kini wajah bahagianya pias seketika saat Annabeth mulai melangkahkan kakinya mundur perlahan ingin menjauh dari Arthur.

Lelaki itu langsung meraih kedua lengan Annabeth. Arthur dengan cepat menggelengkan kepalanya, "tidak, jangan lakukan itu, Annabeth. Aku tahu ini terlalu mengejutkan untukmu, tapi tolong dengark--"

"Ada apa ini, Arthur?"

Ucapan Arthur terpotong ketika seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Aland yang muncul dari arah tempat Arthur datang tadi. Entah sejak kapan Aland sudah ada di sana dan kemudian ketika lelaki itu melangkahkan kaki menghampiri adiknya, Harley menyusul dengan wajah khawatir dan Bernard yang juga datang membuntutinya, karena mereka terkejut Arthur langsung melarikan diri usai kembali dari tidurnya.

Sorot mata Aland terlihat begitu mengintimidasi, terlebih lagi ketika dia melihat adiknya yang masih menggenggam lengan Annabeth. Melihat itupun sudah membuat Aland naik pitam dan langsung menarik tangan Arthur agar melepaskan genggamannya dari lengan Annabeth.

"Apa yang sebenarnya kau lakukan?!" Desis Aland, kedua matanya terlihat begitu dingin menahan emosi.

"Kau pikir, aku tidak mendengar itu semua?!" Bentak Aland.

Arthur terdiam, dia menatap Aland dengan tatapan yang sangat dingin, namun tidak mengucapkan sepatah katapun.

Aland beralih menatap Annabeth dengan sorot mematikan yang membuat gadis itu refleks menundukan wajahnya.

"Dan kau!" Aland menunjuk Annabeth dan berucap dengan nada pelan, namun penuh penekanan, "kau seharusnya sadar kalau dirimu adalah seorang manusia. Kau tidak bisa berlama-lama disini apalagi berbicara dengan keluarga kerajaan seolah kau memiliki derajat yang sama dengan kami!" Tegas Aland yang membuat Annabeth menahan getaran tubuhnya, karena takut dan sedih. Kalimat itu benar-benar menohok jati dirinya.

"Hentikan, Aland!" Pungkas Arthur yang memaksa tangan Aland untuk berhenti menunjuk Annabeth.

Aland langsung menatap Arthur dengan tatapan tajam yang jauh berbeda dari sebelumnya. "Apa?! Apa lagi yang ingin kau katakan sekarang, huh?!"

Kedua tangan Arthur terkepal erat di sisi tubuhnya. Melihat Aland yang melakukan hal mengerikan kepada Annabeth membuat lelaki itu merasa ingin menghabisi kakaknya sendiri.

Namun, suara Annabeth langsung menarik perhatian Arthur dan perlahan membuat amarahnya meredam.

"Maafkan aku, Yang Mulia." Annabeth bahkan membungkuk serendah mungkin di hadapan Aland. Dengan nada suara yang semakin parau, gadis itu melanjutkan ucapannya tanpa mau menatap wajah Aland dan terus menunduk, "maafkan aku atas kekacauan yang dialami Pangeran Arthur sedari awal yang diakibatkan oleh diriku. Maafkan aku yang telah lancang berbicara dengan Pangeran Arthur dan melakukan hal yang lebih daripada sekedar membantu Pangeran Arthur untuk cepat pulih, Yang Mulia. Aku berjanji..." Annabeth menggantungkan ucapannya, dia menggigit keras-keras bibir bawahnya untuk menahan isak tangisnya yang ingin pecah saat itu juga.

"Annabeth..." gumam Arthur sedih yang ingin maju melangkah dan mengulurkan tangannya menyentuh gadis itu, tetapi Aland langsung merentangan tangannya di depan Arthur untuk menahan adiknya itu mendekati Annabeth yang masih tertunduk.

Blood Line DarknessWhere stories live. Discover now