21. Rasa

9 1 0
                                    

"Penjelajah mimpi." Ucap Arthur pelan dengan wajah termangu, karena dia masih benar-benar tidak percaya kalau dia dapat bertemu dengannya.

Abey mengangguk dan tersenyum semringah. "Apa yang mau kau ketahui tentang mimpimu?"

Arthur menurunkan penutup separuh wajahnya sehingga Abey dapat melihat wajah Arthur secara keseluruhan, dan mendadak wajah Abey pias seketika seolah dia dapat membaca sesuatu dari wajah dan mata Arthur.

"Kau... dikutuk." Gumam Abey yang spontan membuat Arthur mengernyit bingung.

"Apa?" Dia ingin Abey mengulangi ucapannya.

"Kau dikutuk, kau tidak tahu?"

Arthur menggelengkan kepalanya dengan sangat polos. "Kenapa kau tiba-tiba mengatakan itu?"

Abey menyipitkan kedua matanya menatap Arthur, "membaca wajahmu. Kutukan itu akan terlihat suatu saat nanti dan sepertinya sebentar lagi kutukan itu kembali bekerja setelah sekian lama tertidur."

"Tunggu," Arthur berdecak. "Satu persatu, aku ingin mulai dengan mimpiku, Abey. Mimpi terakhirku tentang seorang gadis."

"Seorang gadis yang kau pikir kau pernah mengenalnya sebelumnya?"

Arthur mengangguk.

"Tapi, sebelum itu, aku ingin kau tahu kalau saat ini dirimu berada di alam bawah sadarmu."

Arthur terbelalak kaget, dia masih belum menyadari itu sampai detik ini. "Benarkah? Lalu, apa yang harus kulakukan?" Arthur menatap ke sekitarnya, "rasanya seperti nyata."

"Aku juga tidak tahu kalau kita bisa bertemu di sini. Sepertinya keinginanmu sangatlah besar, ya, Tuan Lopester. Kau cukup mempersiapkan dirimu dan mentalmu untuk menyaksikan sebuah kenyataan yang akan kutunjukkan di dalam mimpimu. Karena, kau sedang dalam pemulihan, mungkin ketika segalanya terungkap kau akan kembali ke alam nyata. Kondisimu sudah mulai membaik."

Arthur teringat terakhir kali dirinya terluka sangat parah, hanya saja dia tidak tahu kalau tubuhnya sudah menerima darah Annabeth.

"Pejamkan kedua matamu dan ikuti perkataanku. Jangan lupa untuk mengosongkan pikiranmu, ya."

Arthur mengangguk lagi dan mematuhi permintaan Abey. Dia pun memejamkan kedua matanya, berusaha untuk tenang dan memposisikan diri ke dalam kedamaian. Namun, hanya ada bayangan tentang Annabeth dan juga aroma gadis itu yang mampu membuat dirinya merasa tenang dalam waktu singkat. Sangat menenangkan dan mendamaikan jiwa Arthur sampai dia lama-kelamaan merasa kantuk menyerangnya.

Lalu, Abey berkata, "aku membuka tirai mimpiku dan akan merasakan penerimaan apapun di dalam diri."

"Aku membuka tirai mimpiku dan akan merasakan penerimaan apapun di dalam diri." Arthur mengulangi ucapan Abey.

Kemudian, dirinya masuk ke dalam sebuah dimensi yang Arthur yakini ialah mimpinya malam itu. Dia sudah berada di kastil dengan suasana yang jauh berbeda dari kastil yang ia tinggali saat itu.

Arthur merasakan sebuah perasaan yang asing di dalam dirinya saat langkah kakinya membawanya menuju ke taman pekarangan belakang kastil yang menjadi potongan mimpi terakhirnya malam itu. Suasana nya terasa hangat di sore hari dengan siraman cahaya matahari jingga yang memanjakan kedua mata. Arthur menyukai momen itu, entah mengapa lelaki itu merasakan adanya letupan kebahagiaan di dalam dirinya. Arthur seperti merasa bersemangat ingin bertemu dengan seseorang di mimpi itu atau itu hanyalah perasaan yang dirasakan oleh seseorang dalam mimpi tersebut.

Arthur sadar saat ini dia berada di posisi dirinya yang sedang berada dalam mimpi dan perasaan itu sangatlah nyata.

Lalu, di sanalah dia melihat sosok gadis itu sedang berdiri membelakanginya. Sosok gadis dengan rambut yang sama dengan Annabeth, membuat Arthur menahan langkahnya dari kejauhan agar dia dapat mencerna situasi dalam mimpi ini perlahan. Arthur sempat menenangkan dirinya sesaat sebelum melanjutkan langkahnya mendekat ke arah gadis itu.

Blood Line DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang