BAB III : THE PAST

31 3 0
                                    

20 Tahun Yang Lalu...

"Yang Mulia! Tuan Muda Arthur..."

Kenyamanan minum teh di sore hari itu telah rusak akibat interupsi dari salah seorang prajurit yang ditugaskan untuk mengawal keberadaan Arthur. Aldebaron dan Aland yang saat itu berusia 12 tahun langsung berdiri dari tempat duduk mereka, kemudian meletakkan cangkirnya. Dengan emosi yang bergejolak, raut wajah Aldebaron terlihat marah dan paham akan situasi yang terjadi.

Aldebaron melangkah mengikuti prajurit tersebut yang mengarahkan dirinya kepada putra kedua nya, yaitu Arthur.

Di lorong kerajaan, Aldebaron dapat mendengar suara-suara penderitaan para prajuritnya yang mengerang kesakitan di dalam ruang perpustakaan. Mendengar itu Aldebaron tahu situasinya benar-benar kacau, karena sebelumnya Arthur tidak pernah seperti ini. Aldebaron pun mempercepat langkah kakinya sementara Aland mengikuti langkah ayahnya. Ketika dia sudah berada di depan pintu perpustakaan yang gagang pintunya dirantai oleh prajurit yang berwajah takut menahan agar apapun yang ada dalam sana tidak keluar dan membuat kekacauan lebih mengerikan lagi.

"Buka pintunya." Titah Aldebaron.

"Tapi, Yang Mulia, keadaannya--"

"Kalau kalian tidak membiarkanku masuk, dia akan menghancurkan seluruh kerajaan!" Bentak Aldebaron yang nampaknya sudah kehilangan kesabarannya.

"Ayah!" Aland meraih pergelangan tangan Aldebaron dan menggenggamnya erat dengan tatapan mata memohon, khawatir.

Aldebaron melirik putra pertamanya itu dan berkata dengan tegas, "jangan ikut ayah masuk, Aland. Tunggu di tempat yang jauh!" Aldebaron lantas mengalihkan pandangannya ke salah satu prajurit yang berada di sana. "Bawa Aland pergi jauh! Keluar dari gedung ini."

Aland sempat menggelengkan kepalanya dan menolak keras, tetapi prajurit itu memaksa demikian pula ayahnya yang tidak ingin situasi semakin memakan banyak korban termasuk putra pertamanya sendiri.

Dan ketika dirasa Aland sudah cukup jauh, Aldebaron mengangguk pada empat orang prajurit yang menahan pintu perpustakaan tersebut sebagai aba-aba bahwa dirinya siap untuk masuk. Pintu pun terbuka membentuk satu celah yang hanya cukup dimasuki oleh Aldebaron.

Sesuai dengan apa yang ditakutkan oleh dirinya sebagai seorang raja vampir sekaligus ayah dari Arthur--di sana dengan kekuatannya yang tak kasat mata bagai tiupan angin, Arthur menyayat dan membelah satu persatu prajurit yang ingin menghentikannya.

Arthur kala itu masih berusia lima tahun, tetapi dia tidak berperilaku layaknya anak seusianya. Bagi Aldebaron, Arthur terlalu memiliki sikap yang dingin dan tidak peduli dengan situasi sekitarnya sejak dia masih kecil hingga berusia lima tahun. Keadaan diperburuk dengan kekuatan aneh yang muncul di saat-saat tertentu hingga akhirnya menyebabkan letupan dahsyat seperti yang terjadi saat ini.

Tubuh mungil Arthur melayang di udara tepat di tengah ruang perpustakaan yang sudah tak berbentuk lagi. Lemari rak buku serta buku-buku dan artefak yang ada telah berserakan dengan sebagian barang yang hancur remuk. Cipratan dan aroma darah ada di mana-mana, menusuk indera penciuman Aldebaron yang sangat tajam. Tubuh Arthur yang melayang itu seperti dilindungi oleh sebuah perisai berbentuk bola cahaya transparan yang perlahan warna nya berubah menjadi hitam dan sebentar lagi akan menyelimuti tubuh Arthur.

Ketika melihat itu, Aldebaron merasa, jika dia tidak bergegas menghentikannya, maka Arthur akan hilang untuk selama-lamanya.

Namun, setiap prajurit yang mendekat ke arah pelindung itu--mereka terhempas jauh dan tubuh mereka hancur berkeping-keping seperti perisai itu memiliki fungsi mengerikan, yaitu membunuh secara tiba-tiba dan tak kasat mata.

Blood Line DarknessWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu