6. Interogasi

22 5 1
                                    

Di dalam ruangan yang sunyi senyap, Arthur duduk di sebuah sofa yang sudah disiapkan khusus untuk tamu. Sebenarnya dia paling enggan menunggu dan juga tidak suka duduk di ruangan yang menurut Arthur ruangan itu terkutuk, karena merupakan ruang kerja Aland selaku direktur akademi tersebut. Mengapa disebut terkutuk oleh Arthur? Karena setiap kali dia masuk ke ruangan itu rasanya Arthur ingin mengamuk dan selalu saja ada perseteruan dengan kakaknya.

Dan benar saja, menunggu dalam waktu cukup lama hampir 30 menit, dengan santainya Aland melangkah masuk ke ruangannya sembari tersenyum semringah ketika melihat sang adik yang sudah duduk di sofa menunggu kedatangannya.

"Sungguh pemandangan yang langka." Ucap Aland menggema ke penjuru ruangan sembari para pelayan melepas mantelnya dan mengambil topi nya untuk digantung di tempat yang seharusnya.

Kini hanya tertinggal mereka berdua di ruangan tersebut.

Arthur melirik tajam dan sinis ke arah Aland yang sepertinya ingin mengajaknya bercanda di momen yang tidak tepat. Arthur sedang muak dan ingin berbicara serius, tetapi Aland yang baru saja datang itu justru membuat sebuah lelucon sindiran. Arthur benar-benar sensitif, karena dia sudah menunggu terlalu lama dan ketika sang pemilik ruangan datang justru memancing keributan.

"Tenang, rileks, Adik. Ada apa? Apa yang ingin dibicarakan?" Ucap Aland yang langsung mengambil posisi duduk berhadapan dengan Arthur.

"Aku ingin bertemu dua pelaku." Jawab Arthur tanpa basa basi dengan nada yang berat dan juga rahang yang mengerat.

Aland mengernyit, "untuk apa?" Tanya nya.

"Untuk mengorek beberapa informasi."

Aland menerima secangkir teh dari salah seorang pelayannya dan menyesapnya penuh kenikmatan. "Informasi?" Aland lanjut menyesap teh nya dengan santai, "informasi macam apa dan untuk apa?" Lalu, belum sempat dia mendengar respon jawaban dari Arthur, sebuah tangan melayang ke arah cangkir dalam genggamannya yang sedikit lagi mencapai bibirnya.

Tangan itu menampar cangkir tersebut hingga terlempar jauh dan pecah berkeping-keping. Untuk sesaat hal itu membuat Aland termangu kaget melihat tindakan yang baru saja dilakukan oleh Arthur.

Arthur memukul meja di hadapannya yang menjadi satu-satunya benda yang menjadi penghalang antara dirinya dengan kakaknya.

"Aku sudah menunggumu sangat lama dan kau dengan santainya menyesap secangkir teh di hadapanku! Apa kau tidak melihat kita sedang dalam perbincangan yang serius!" Desis Arthur dengan sangat tajam, penuh penekanan, dan kedua tangan yang terkepal erat.

"Apa kau tidak tahu kalau dua pelaku itu sebenarnya bukan siswa resmi di akademi ini?! Direktur macam apa kau ini!" Dada Arthur naik turun dengan napas yang menggebu, rahangnya semakin mengerat menahan gejolak emosi. Jika saja dia tidak sadar kalau di hadapannya ini adalah kakaknya, mungkin dia sudah menghabisinya.

"Dan kau masih bertanya untuk apa aku mencari informasi itu? Sudah jelas ini adalah ilegal! Dua orang vampir asing menyusup ke dalam akademi mu, Aland! Jadi sekarang jangan halangi aku dan beri aku akses untuk bertemu mereka dan menyelesaikan ini!" Kedua mata Arthur melebar menatap tajam ke arah Aland.

Aland pun terkejut, karena Arthur bersikap sangat marah dan kejam hanya karena kasus seperti ini, seolah ada seseorang yang sangat penting dalam hidupnya telah disakiti.

Aland pun hanya dapat menghela napas dan akhirnya tanpa berkata apapun dia hanya memberi kode tangan pada Arthur untuk ikut dengannya menuju tempat dimana para berandal itu diamankan.

Aland membawa Arthur ke sebuah ruangan yang menyediakan beberapa kursi seperti sebuah ruang tunggu.

"Kau tunggu di sini. Aku akan meminta para pengawal membawa dua berandal itu kemari." Ucap Aland, kemudian memberi kode pada dua pengawal yang menjaga pintu ruangan tersebut.

Blood Line DarknessWhere stories live. Discover now