20. Keputusan

13 1 2
                                    

"Kau yakin? Kita bisa langsung kabur, jika kau mau." Bisik Alice ketika mereka berdua melangkah beriringan keluar dari kamar tidur tempat Annabeth beristirahat tadi.

Annabeth mendengus geli. "Sebentar saja, Alice, lagipula kabarnya Arthur belum sadarkan diri."

Alice menahan tangan Annabeth, membuat gadis itu berdiri berhadapan dengannya.

"Kalau begitu berhati-hati dan jangan sampai kejadian semalam terulang kembali. Aku akan menunggumu di luar, di kereta kuda, setelah itu kita akan langsung pulang, mengerti?"

Annabeth memberi salam hormat layaknya seorang prajurit pada atasannya. "Siap, Nona Alice!"

Alice mencubit lengan atas Annabeth dengan gemas, membuat gadis itu mengaduh kesakitan dan mengusap lengannya cepat.

"Kau sudah seratus persen sembuh rupanya, ayo segera selesaikan urusanmu dengan Pangeran Kegelapan itu. Sampai jumpa di luar!" Alice mendorong punggung Annabeth untuk segera pergi, sementara ia langsung berbalik pergi melangkah terlebih dahulu keluar kastil.

Annabeth tidak pergi ke ruang kamar tidur Arthur sendirian melainkan ditemani oleh Bernard. Suasana sore hari di dalam kastil sama sunyi nya dengan suasana di malam harinya, terlebih lagi usai pesta. Annabeth melihat ke kanan dan ke kiri, menikmati nuansa klasik bercampur gothic yang memunculkan kesan kalau istana ini tidak sepenuhnya diselimuti kegelapan. Di sepanjang koridor menuju kamar Arthur pun terdapat jendela-jendela besar yang terbuka lebar membiarkan angin musim panas masuk dan berhembus lembut bersimbah cahaya jingga menuju petang.

"Tuan Muda belum sadarkan diri, Nona, tetapi dia menyebut namamu. Dia seperti sedang berada dalam tidur panjangnya." Kata Bernard di sela perjalanan mereka.

Annabeth kembali teringat wajah Arthur semalam sekaligus diri Arthur yang sebenarnya, yang tak pernah gadis itu lihat maupun bayangkan sejak mereka bertemu.

"Kau temannya Tuan Muda di akademi?" Tanya Bernard lagi.

"Ah, ya, benar Tuan Bernard. Aku teman di akademi." Jawab Annabeth.

"Aku tidak pernah melihat Tuan Arthur sepeka itu terhadap seseorang," Bernard menoleh menatap Annabeth dan tersenyum tipis, "kecuali orang itu sangat penting untuknya."

Annabeth terdiam dan membisu. Wajahnya mendadak terasa panas akibat tersipu malu, saat itu ia yakin pasti wajahnya sudah semerah tomat mendengar ucapan itu.

Namun, dengan cepat Annabeth menggelengkan kepalanya untuk membuang jauh-jauh pemikiran menyenangkan penuh harapan seperti itu, karena dia sudah memiliki tujuan utama untuk menjauhkan dirinya dari Arthur.

Hingga tibalah mereka di depan pintu kamar tidur Arthur. Pikiran Annabeth langsung berkecamuk membayangkan apakah dirinya kuat dan tak goyah ketika ia berhadapan langsung dengan sosok vampir di dalam sana.

"Silahkan masuk, Nona. Kapanpun kau ingin pergi, silahkan saja, aku akan menunggumu di luar sini." Bernard merentangkan tangan kanannya mempersilahkan Annabeth melangkah masuk.

Annabeth hanya mengangguk lemah dan melangkah perlahan untuk membuka pintu kamar Arthur. Perlahan, namun pasti, Annabeth melangkah masuk dan menutup kembali pintu kamar itu.

Aroma lavender kembali menusuk indera penciuman Annabeth. Untuk sejenak gadis itu berhenti melangkah dan menoleh ke arah bunga lavender tersebut, kemudian tersenyum membayangkan kesamaan yang dimiliki oleh Arthur dengan bunga lavander. Mereka berdua nampak terlihat sama-sama menenangkan.

Blood Line DarknessWhere stories live. Discover now