Saat Ekram menjeda ucapannya. Seorang tim menghampirinya.

"Afwan, ustadz ada kabar duka," bisiknya pelan.

"Dari siapa?" Ekram menjauhkan mikrofon.

"Gus Azizan beliau meninggal," jawabnya dengan mata yang hampir berair.

Tubuh yang semula kokoh kini terasa lemas. Tidak mungkin ini semua seperti mimpi. Sahabatnya pergi secepat ini?

Mata Ekram berkaca-kaca rasanya tidak sanggup untuk melanjutkan tausyiahnya. "Innalilahi wa innailaihi rojiun."

Alzam tiba di depan rumah Azizan dan Alzena. Lengkap dengan seragam sekolah.

"Abang, kenapa pergi duluan?" gumam Alzam diiringi tangis.

***

Saat sadar ternyata Alzena sudah di rumah tepat di kamarnya. Harum Azizan yang begitu khas parfum yang biasa Azizan pakai tanpa alkohol tercium sampai kamar membuat Alzena kembali menangis tersedu-sedu. Omongan demi omongan masuk ke telinga Alzena.

"Gus Azizan itu orangnya baik, enggak pelit."

"Beliau yang bimbing saya hijrah."

"Gus satu ini kenapa cepet banget pulangnya? Kenapa orang baik suka pergi lebih dulu?"

"Gus Azizan suka ngasih barang bagus ke saya padahal saya enggak pernah minta."

"Kalau sedekah aja beliau enggak main-main, belum lagi suka traktir."

Sesak rasanya. Suaminya ini memang baik. Apa lagi pada dirinya. Dzikir dari mulut Alzena terus terdengar pelan di dalam kamar. Pegangan erat pada tasbih digital dan Al-Quran yang selaras dengan bentuk tasbih Azizan dan Al-Quran yang tergeletak di atas nakas.

Fira masuk ke dalam kamarnya ikut menangis. "Zen, Allah sayang sama suami lo."

Semakin tumpah air mata Alzena saat Fira memeluknya. "Kak, enggak kuat, rasanya, pengen nyusul."

"Enggak boleh ngomong gitu, suami lo udah tenang sekarang. Kata Hikam mayatnya aja masih wangi dia masih senyum," balas Fira ikut berderai air mata.

"Ambil dulu makanan ya, pasti belum makan, 'kan? Soalnya lo enggak boleh ketemu laki-laki yang bukan mahram selama masa iddah," lanjut Fira sebelum keluar dari kamar.

*Iddah adalah masa tunggu bagi seorang wanita yang telah ditinggalkan oleh suaminya karena perceraian atau kematian.

"Ya, Kak. Enggak mau ikut nganterin jenazah juga takut pingsan lagi. Nanti digotong laki-laki yang bukan mahram Azizan larang itu juga katanya, kalau aku meninggal duluan atau siapapun keluarga atau teman kita enggak perlu ikut nganterin jenazah, aku enggak mau kamu desak-desakan, masa iddah sekarang berarti 4 bulan 10 hari ya, Kak soalnya suami meninggal?" Alzena memastikan takut ingatannya salah.

"Gue temenin di sini, iya, kalau suami meninggal gitu, misalnya cerai masa iddah-nya 3 bulan enggak boleh ketemu laki-laki yang bukan mahram apa lagi nerima pinangan ada perlu minta ke wali, ayah, abang atau adik laki-laki, paman kalau enggak ada, kita punya menteri agama atau KUA."

"Makasih banyak, Kak."

Setelah itu, lantunan ayat suci terdengar begitu jelas menggema di ruangan. Banyak yang mendoakan tentang kepergiannya.

***

Berdesakkan orang menghantar Azizan menuju pemakaman. Jalanan sampai penuh. Di pemakaman sayup-sayup awan berwarna abu-abu yang menggantung di langit. Deras hujan mulai turun lagi. Kesedihan yang amat dalam.

Mulai dari petugas para medis, karyawan kafe, para santri, ulama, geng motor dan warga sekitar.

"Hikam, sahabat antum ini semasa hidupnya mulia. InsyaAllah surga tempat terakhirnya, " ujar Abdurrahman.

"Na'am, Buya, " balas Hikam dengan senyuman yang penuh duka.

Kemudian pemuda itu melanjutkan, " Pasti surga, 'kan tempat terakhirnya?"

"InsyaAllah, semoga kita bisa tiru," balasnya.

"Langit aja ikut sedih, Dokter Azizan meninggal," ucap Jadd mengawali pembicaraan.

"Beliau baik banget, senior mana yang sebaik itu?" Finn turut merasakan pengap di dalam dadanya menghantar Azizan menuju pemakaman.

"Saya kira beliau bakal panjang umur sampai jadi profesor ternyata umur seseorang enggak ada yang tahu," timpal Rusydan.

Depan batu nisan Hikam, Ekram, Jaya, Rayno dan Alzam belum beranjak padahal yang lain sudah pergi. Mereka masih tidak menduga jika Azizan akan pergi secepat ini.

Memeluk Al-Qurannya Alzam menitikkan air mata berucap, "Abang, sekarang aku gimana tanpa Abang?"

Hikam memegang batu nisan itu. "Enggak perlu capek-capek lagi di dunia, selamat istirahat orang mulia."

*Flashback 10 hari yang lalu.

Selesai bermain basket bersama di lapangan. Langkah lebar Azizan mendatangi Rayno.

"Ray, kalau gue pergi duluan selesai iddah, lo bisa nikahin Alzena itu juga kalau Alzena mau yakin pasti seorang Rayno bisa jadi nahkoda ke surga yang handal," ucap Azizan dengan senyuman yang getir.

"Sembarangan kalau ngomong, udah nyoba ikhlas kok, maaf belum sepenuhnya," balas Rayno mengakui isi hatinya.

*Flashback off

"Ini nambah luka baru buat Alzena, surga yang luas nungguin lo pasti, Zan," gumam Rayno ikut sesak.

Ekram menepuk bahu Jaya. "Jay, kalau mau nangis-nangis aja enggak perlu dipendam."

"Gue enggak nangis," balasnya padahal hati Jaya pilu. Namun tangisan itu Jaya tahan sebisa mungkin.

"Tidurnya tenang banget di sana? Pasti lo bisa jawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir lo sholeh soalnya," canda Hikam tawanya menyakitkan.

Bisa-bisanya Hikam masih mengejek temannya yang baru saja pulang ke hadapan Allah.

***

Alhamdulillah bisa tamatin juga cerita ini😭

Maaf, kalau misalnya enggak sesuai ekspektasi wkwk

Ambil yang baiknya, buang yang buruk oke?

Semoga bermanfaat buat aku juga kamu terutama aku

Kalau ada kesalahan tolong kasih tau biar bisa diperbaiki, makasih banyak udah mau baca, vote sama tinggalin komentar, sampai jumpa di cerita yang baru, insyaAllah✨🌷

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

KEPASTIAN DENGAN GUSWhere stories live. Discover now