45

1K 96 4
                                    

Kronologi Mella terjatuh di tangga sudah terjawab semuanya. Mella telah menceritakan kejadian tersebut dari awal sampai akhir, selain itu Dion juga sudah mendapat bukti yang kuat, tak lain adalah rekaman CCTV.

Takdir Fida berakhir mengenaskan, ia telah di drop out dari Universitas, lebih mengenaskan lagi ia sudah berada di balik jeruji besi. Mau bagaimana lagi, Fida memang benar-benar bersalah, andai saja Fida tidak seberani itu mungkin Fida masih bisa kuliah melanjutkan studinya guna menyandang sarjana yang tinggal secuil akan tercapai.

"Nyesel banget gue mbak kemarin nggak berangkat kuliah, jadi ga bisa lindungin lo. Andai gue ada pas lo mau keruangan abang, gue pasti bisa tuh basmi cewek gila." Calista menyesal karena kemarin tidak berangkat kuliah dengan alasan sakit, padahal yang sebenarnya karena haid hari pertama sehingga membuat dirinya mager.

Mella hanya bisa menanggapi ocehan Calista dengan senyum tipis, sejak kemarin ia sama sekali belum tertawa, jangankan tertawa, mengulas senyum lebar saja belum pernah. Kondisi psikis Mella sepertinya belum pulih, pikirannya seperti masih berkecimpung di dalam kesedihan atas gugurnya janin yang di dalam perutnya.

"Maafin Cal ya mbak, di saat posisi lo  lagi nggak baik-baik saja gue malah nggak ada."

"Nggak papa," Sahut Mella singkat.

Kedua adik ipar Mella telah menemani Mella dari pagi. Kini jam sudah menunjukkan pukul 10.35, Raynand baru keluar untuk menjemput Elandra dari sekolah.

Selama Mella berbaring di rumah sakit, El sama sekali tidak pernah di bawa ke sana. Dengan alasan takutnya malah berabe ketika El mengetahui mamanya lemas tak berdaya. Ketika di rumah, bocah itu sering menanyakan keberadaan Mella, tapi berbagai alasan  selalu Ray berikan agar El bisa tenang di rumah, dan Mella bisa fokus memulihkan kesehatannya.

Ceklek

Di tengah keheningan ruangan, pintu terbuka menampakkan seorang pria sambil membawa Totebag di tangannya. Mella dan Calista yang sedang ngobrol ringan langsung mengalihkan perhatiannya ke orang tersebut.

"Loh Van?" Ucap Mella sedikit terkejut dengan keberadaan adiknya yang ia ketahui saat ini berada di jogja.

Irvan hanya tersenyum menanggapi kakaknya.

Begitu juga Calista, gadis itu sama terkejutnya seperti Mella. Mendadak Calista membeku, seorang pria yang sudah lama ia hindari kini berada di hadapannya, dengan tampilan yang lebih dewasa. Bahkan pria itu semakin tinggi saja. Jantung Calista berdetak dua kali lebih cepat rasanya tat kala melihat pria itu tersenyum, ternyata masih sama, senyuman itu masih manis untuk Calista pandang.

"Nggak libur semester lho Van, kok pulang?" Tanya Mella tak enak.

"Kakakku sakit," Jawab Irvan lalu menaruh totebag di nakas, kemudian mendekati Mella yang di bantu Calista untuk duduk. Setelahnya Irvan memeluk Mella penuh kasih sayang. Mereka memang berbeda ibu, akan tetapi darah ayahnya sama sama mengalir di tubuh mereka.

"Aku udah sehat, harusnya kamu nggak usah repot ninggalin kuliah kamu."

"Kakaku lebih penting," Sahut Irvan cepat membuat Mella tersenyum haru.

Irvan melepas pelukannya, "Aku bawain thiwul ayu kesukaan mbak Mella," Ucap Irvan sambil melirik totebag yang ia taruh di nakas.

"Makasih ya Van."

"Mau di makan sekarang? Biar Irvan bantu," Tawar Irvan lembut.

"Nanti aja Van, aku udah makan bubur tadi di suapin Calista," Tolak Mella halus, walaupun thiwul ayu adalah makanan kesukaannya tapi nafsu makannya sedang turun.

Irvan mengangguk kemudian menatap perempuan si pemilik nama Calista. Gadis itu ternyata juga sedang menatapnya. Si cewek manja yang pernah mengisi hatinya. Kontak mata di antara mereka terjadi cukup lama, saling memancarkan sorot mata cerah berkilau. Hingga deheman keras terdengar dari seorang pria yang duduk di sofa.

Raynand's WifeOnde histórias criam vida. Descubra agora