Epilog

842 67 7
                                    

Di suatu sore, seorang lelaki paruh baya tengah duduk pada halaman belakang rumahnya. Bertemankan gemericik air kolam dan segelas kopi hangat, lelaki tersebut tampak serius membaca halaman demi halaman koran di tangannya.

"Papi.."

Lelaki tersebut menoleh, memperbaiki letak kacamatanya, lantas menutup korannya.

"Sini duduk dulu, adik.."

Seorang gadis berambut panjang terurai lantas mendudukkan dirinya di sebelah lelaki tersebut.

"Adik udah siap menikah, papi.."

Netra lelaki tersebut membulat, lantas ia membatin, "anakku sudah dewasa rupanya.."

"Adik udah yakin?"

"Yakin, pi.."

"Apa yang membuat adik yakin?"

"Karena..." Ia terdiam sejenak lalu membalikkan pertanyaannya, "papi sendiri, apa yang bikin papi yakin menikah sama mamiwa?"

Lelaki tersebut tersenyum menatap putri kecilnya, lalu ia beralih memandang langit sore yang mulai menguning dari tempatnya. Membiarkan hatinya kembali mengulang cerita, bagaimana rasanya jatuh cinta.

"Karena papi tau, selama papi bersama mamiwa, dunia papi akan selalu baik-baik aja.."

"Tapi, setelah mamiwa pergi? Berarti dunia papi nggak baik-baik aja?"

Ia masih tersenyum.
Ia tahu, saat ini ia sedang berhadapan dengan putrinya, Haneen, yang kini berusia 25 tahun. Yang sedang meminta izin untuk menikah.

"Nggak ada orang yang baik-baik aja setelah kehilangan, nak.."

Rony mengelus punggung putrinya lembut,
"Tapi cinta mamiwa buat papi begitu panjang. Dengan hadirnya kamu sama abang Hannan, cukup membuat papi merasa bahwa mamiwa selalu ada di sisi papi.."

"Kamu sama Daffa gimana?"

"Hmmm.. adik ngga tau. Tapi adik ngerasa aman kalau sama Daffa, pi.."

"Nggak usah ragu, sayang. Untuk sekarang, Haneen cuma perlu ikuti kata hati aja.."

"Besok ajak Daffa ketemu sama papi ya? Sekalian om Daniel dan tante Anggi juga. Kita makan malem di rumah.. sekalian ngobrolin kalian maunya tanggal berapa?"

"Papi, kok cepet banget?" Wajah Haneen tampak memerah

"Gapapa. Biar adik ada yang nemenin terus.."

"Tapi kalo aku nikahnya cepet, abang kan masih di Melbourne, pi?"

"Nanti abang papi suruh pulang.. siapa tau dia juga kebelet nikah setelah lihat kamu mau nikah?"

"Papiii, terima kasih atas restu papi buat adik.." Haneen memeluk papinya manja.
Matanya berbinar. Haneen yang beranjak dewasa benar-benar mengingatkan Rony kepada Salwa yang penuh dengan warna.

"Adik, janji sama papi kalau adik bahagia terus yaa?" Rony mengacungkan jari kelingkingnya kepada Haneen,

"Kita nggak bisa menghentikan badai, tapi kita bisa tenangkan gemuruhnya. Adik mungkin nggak bisa selalu bahagia, tapi semoga lelaki pilihan adik selalu bisa usahakan ruang untuk mengamankan adik dari semua rasa sakit seperti yang mamiwa punya.."

"Kisah cinta papi sama mamiwa itu, sweet, lucu, gemes, romantis, tapi sad ending.." Haneen mengerucutkan bibirnya sambil menautkan kelingkingnya pada Rony.

"Sad ending tapi everlasting. Tetep keren kan?" Sahut Rony yang tidak mau kalah.

"Lebih bagus lagi kalo nggak sad end?!" Kali ini Haneen protes dengan candaan gelap bapaknya.

"Hey.." Rony mengerti. Pasti ada satu sisi dalam benak putrinya yang menginginkan kasih sayang Ibunya, "maafin papi ya?"

"Maaf karena papi nggak bisa ajak mamiwa temani tumbuh kembang kamu dan abang hingga dewasa.. maafin papi juga karena waktu itu harus ngelepas mamiwa.."

Wajah pria tua itu kini berubah sendu. Puluhan tahun sudah berlalu, tetapi hatinya tetap merindu.

"Maafin adik ya, pi? Kadang di saat kayak gini adik egois.. padahal tau papinya mati-matian sembuh dari kehilangan", Haneen mengusap lembut pundak ayahnya.

"Adik selalu bahagia karena adik punya papi, abang, mamiwa, papulo, papadem, mamica, mamina jugaaa.."

"Meskipun kita nggak lengkap.. ada papi dan mamiwa yang harus terpisah jarak.. tapi adik mau bilang, terima kasih papi.. sudah mencintai mami dengan sangat hebat. Semoga lelakiku juga begitu.."

Rony mengacak-acak rambut Haneen yang tampak menggemaskan. Ia akui, putri kecilnya tumbuh menjadi gadis dewasa yang menyenangkan. Sedangkan Hannan meneruskan jejaknya berkuliah di Melbourne, dengan tanggung jawabnya sebagai pewaris utama DIP.

---

Sekian lama, Rony tetap merawat cintanya.
Bertemankan seluruh rindu, pilu, dan lara,
Hingga usia senja membuat lupa sakitnya.
Dan ia, tetap menanti pertemuannya.

Sayang, apa kabar?
Setelah puluhan tahun, rinduku tak jua sirna
Sebentar lagi adik Haneen menikah,
Semoga kamu beri restu dari sana ya?

---

Mas?
Terima kasih telah merawat cinta kita dengan sangat indah,
Aku benar-benar bersyukur
Atas kesempatan yang pertemukan kita, meski akhirnya aku menghunus luka..
Maafkan aku karena harus pergi ya, Mas?

---

Rony terbangun, netranya sibuk menyapu sekeliling, mencari sumber suara yang sangat lama ia rindukan. Sebab rasanya terdengar begitu nyata.

Setelah tidak mendapati siapapun, Rony mengambil bingkai foto Salwa yang masih terpasang di atas meja kecil samping kasur. Ia memeluknya erat. Meski tanpa air mata, namun kenangannya masih basah terasa..

"Sayang, aku rindu.."

KesempatanWhere stories live. Discover now