26. Dari Rony

941 33 5
                                    

---

Hai? Rony di sini.
Terima kasih kalian sudah berhadir untuk menemaniku melepasnya.
Meski kalian tahu, aku tak pernah ingin.
Dalam hatiku, aku takkan pernah bisa..

Dalam hatiku, aku takkan pernah bisa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

17 Desember 2021

Hari yang benar-benar tak kuinginkan tiba. Kulihat sosokmu masih terdiam di sana. Sementara aku sibuk membatin,

"Sayang, bantu aku.. jangan buat hari ini benar-benar terjadi.."

Kulihat pula Papa Ale, ayah, Paulo di sini. Kita masih bersama orang yang sama seperti pada hari pernikahan kita dahulu,

"Pak Rony, kita akan lepas ventilatornya.."

"Sebentar dok.."

Sayang, kalau kamu bisa mendengar isi hatiku, aku ingin menghentikan waktu. Memutar atau bahkan mengganti goresan takdir kita dengan pena yang lebih indah.

Ku peluk tubuh ringkih itu. Bertahun-tahun kupertahankan untuk mengharap keajaiban. Tak pernah bosan aku meminta, sekecil apapun kemungkinan dari kemustahilan itu.

Kuciumi tangannya, wajahnya, kudapati aroma tubuhnya masih sama. Kamu masih di sana. Aku tahu kamu pasti mendengarku saat ini kan sayang?

"Ron.." ayah mulai menarik lenganku pelan.

Ingin aku marah! Siapapun tolong biarkan aku yang masih ingin berlama-lama dalam posisi ini..

"Pak Rony mau melepasnya?" Dokter Jemmie membuka suara lagi. Membuatku terusik dan terperangah.

Mana mungkin aku mau, sayang?

Tapi, kuambil selang ventilator itu. Ku cabut perlahan. Selang yang membantumu bertahan selama ini. Dokter turut melepaskan alat bantu pernafasanmu. Mengubahnya menjadi manual, membiarkan organmu berfungsi tanpa bantuan.

Sedikit demi sedikit kulihat deru napasmu yang sudah lama tak kulihat. Pada detik itu, aku masih mengharapkan keajaiban agar kamu bisa bertahan.

...

Namun tidak begitu lama, kudengar napasmu berhembus tanpa kamu tarik kembali. Monitor berbunyi kencang. Akupun meraung, meminta bantuan.

"Dok selamatkan istri saya dok.."

Tetapi kenapa semua orang di sana tidak ada yang membantuku, sayang?

Aku ingin berusaha memompa jantungmu, memberikan pertolongan pertama padamu yang tak mampu bernapas.

Tapi Paulo menahan tubuhku dengan kuat.
Aku tidak bisa bergerak.
Aku terus mencoba berontak.

Sampai akhirnya kudengar kata-kata yang sangat tidak ingin kudengar,

"Davina Salwa, waktu kematian, 17.20,
17 Desember 2021."

Sayang...
Benarkah kesempatanku telah habis?

---

Salwaku,
Kepergianmu membuat semua orang bersedih. Di ambang rasa sedih itu, aku pun merasa tenang, karena ada banyak doa yang mengiringi jalanmu yang panjang.

Salwaku,
Tidak usah kamu khawatirkan anak kita, ya? Mereka masih sibuk bermain di kamar, bersama Luna, anak Paulo dan Nabila.

Raisa dan Nabila juga menjaga dan mengawasi mereka. Kedua mami itu tetap terlihat tegar di depan anak-anak kita, meski dengan mata yang membengkak karena menangis semalaman.

Sayang, aku berusaha tegar.
Kuikuti seluruh prosesinya.
Don't worry, i got you.
Aku di sini, selalu ikut serta. Menggendongmu, membaringkanmu, memandikanmu..

Tuhan, kali ini kalau Kau dengar sesaknya suara hatiku, maka saksikanlah aku..
bersama air yang ku alirkan membasahi tubuhnya..

"Tangan ini, tangan yang mampu tenangkan badaiku.. dengan tepukan lembutnya. Tangan yang mampu merawatku dan anak-anakku dengan sangat baik. Tangan yang genggamannya tak pernah ingin kulepaskan.."

"Tubuh ini, tubuh ringkih yang menjadi tumpuan hidupku. Pelukannya selalu menjadi rumah untukku pulang. Aku tenang di dalamnya.."

"Wajah ini, wajah yang selalu tersenyum menyambutku pulang.. wajah teduh yang sangat aku sayang.."

"Aku melepasnya dengan sekuat yang aku mampu.. meski aku tak ingin. Kurelakan rumahku pergi. Kutitipkan ia di sana, Tuhan. Karena bersama-Mu, ia akan lebih damai.."

Kugendong Hannan Haneen bergantian.

"Mamiwa..",

Mereka masih memanggil namamu, memeluk dan menciumi wajahmu dengan ceria. Membuat jatuh air mata semua orang yang menatap kita hari ini.
Anak anakku yang hebat...

Lama kuciumi wajahmu, sayang.
Janji, ini yang terakhir.
Dingin, tak seperti biasanya.
Namun, kamu tetap cantik.
Bersama indah senyumanmu.
Katakan padaku, apakah di sana kamu sangat bahagia?

Kututup wajah cantikmu dengan kain putih nan sederhana. Kutahu, ini adalah saatnya kita menemui perpisahan.

Selamat jalan, sayang...
Sampai jumpa di keabadian, bidadariku.
Terima kasih telah bertahan untukku, ya?
Aku mencintaimu, selalu seperti itu..

Namun cinta, tidak ada yang sempurna.
Ia bersahabat dengan bahagia,
tanpa melupakan rasa sakit.

Ia datang dengan sejuta cita, beserta lara.

Ia membawamu kepada pertemuan, pun menuntunmu perlahan menuju perpisahan..

Kesempatan - Selesai:)

KesempatanWhere stories live. Discover now