"Ada apa?"

Dengan tangan yang masih berada di balik kantung Anna meremas kertas itu kuat-kuat, dirinya tiba-tiba gugup, apa yang harus ia katakan sekarang. Dia tidak akan gegabah. Sampai menemukan info tambahan dia harus merahasiakannya dulu dari siapapun.

"Aku baru ingat___ sepertinya,, ada barangku yang tertinggal."

Armand sejenak terdiam, lalu tangannya terangkat.
"Berhenti." Titah Armand langsung pada pengawalnya.

Mobil pun langsung menepi.

"Aku akan memeriksanya dulu dalam tas." Anna pun langsung berpura-pura mengecek tasnya, mengobrak-abrik barang bawaan yang ia bawa. Berusaha agar semua terlihat nyata.

"Nah____ ternyata, ada dalam tas." Dengan senyum kaku Anna mengangkat sebuah lipstik ke udara.

"Ini barang yang membuatmu terkejut seperti itu?"

Anna melirik ke arah lipstiknya lalu meringis kecil, dalam hati juga mengakui dirinya ini bodoh. Ini bukan brand mewah, hanya sebuah lipstik lokal yang sempat ia ambil saat dulu kembali berkunjung menemui Daniel. Siapa yang akan percaya.

"Mungkin ini terlihat sepele bagimu tapi tidak bagi wanita. Sebagai seorang istri pengusaha terkenal tentu aku harus selalu terlihat baik. Bagaimana jika orang sampai melihat penampilan ku yang kurus, pucat tanpa riasan, mungkin mereka akan berpikir kalau kau tidak mengurusku dengan baik."

Istri pengusaha konon, pakai lipstik yang tidak bermerek.

"Sangat cerewet." Komentarnya.

Anna langsung mengatupkan bibirnya. Itu benar, dia terlalu berlebihan.

Armand menarik nafasnya dalam. Matanya tertuju pada satu tempat. Lalu tanpa aba-aba mendekatkan dirinya ke arah Anna. Bibir lelaki itu berhenti tepat ditelinga wanita itu dan berbisik. "Mungkin kau memang perlu lipstik di tasmu. Karena siapa tahu aku akan kembali menghapusnya."

Anna langsung melotot, reflek mendorong tubuh Armand hingga lelaki itu mundur beberapa senti. Keningnya meringis bingung, melihat reaksi Armand yang hanya memberikan senyum misterius yang Anna sendiri pun tak yakin apa maksudnya. Semakin dilihat semakin aneh. Anna pun lebih memilih untuk tidak menanggapi obrolan ini semakin jauh. Karena Anna yakin pipinya masih akan semakin merona jika obrolan ini diteruskan.

———-

"Anna. Bangunlah."

Sebuah sentuhan lembut terasa dipipi kanannya. Mata Anna perlahan terbuka dan langsung melihat Armand yang kini juga sedang menatapnya.

"Bangunlah. Sudah sampai." Ucapnya lagi.

Anna pun segera bergerak melihat ke luar jendela dan ternyata benar, mereka sudah sampai di halaman rumah. Anna pun segera merapikan diri lalu merapikan barang-barangnya agar tidak ada yang tertinggal kemudian bersiap untuk turun. Tapi sebelum itu pergerakannya terhenti saat menyadari kalau Armand masih belum juga bergerak.

"Kau tidak ikut turun?"

"Aku harus langsung ke kantor."

"Di jam segini?" Tanyanya bingung. Melihat matahari sudah hampir terbenam, Anna yakin kalau ini bukan jam masuk kantor melainkan jam pulang.

"Ada masalah di kantor, harus segera ku tangani."

"Baiklah kalau begitu."

Armand mengangguk kecil sebagai balasan. Lalu kemudian membiarkan Anna keluar dari mobil. Matanya masih mengekor sampai Anna masuk ke rumah lalu kemudian mobil itu pun bergerak menjauh.

Dengan tubuh yang letih Anna pun jalan dengan sedikit terpogoh. Hal yang paling tak mengenakan punya rumah sebesar ini adalah ketika tubuh sudah sangat lelah tapi kita harus berjalan jauh untuk bisa bertemu kasur. Itu adalah hal yang paling tidak ia suka. Dulu sewaktu tinggal di rumah nya yang dulu, dia hanya perlu berjalan beberapa langkah, kamarnya memang ada di lantai dua tapi jaraknya begitu dekat, hingga tidak membuatnya harus berjalan jauh seperti sekarang.

The Billionaire PrisonWhere stories live. Discover now