Chap 34

2.1K 75 2
                                    

"Sepertinya hanya butuh istirahat."

Anna menatap Andrew, dokter yang kini memeriksanya dengan tatapan tak minat.

Anna mengira kalau dirinya akan punya sedikit waktu untuk berpikir sebelum dokter datang, tapi nyatanya dirinya salah. Anna tak tahu kalau Armand memiliki dokter pribadi yang bisa ia telpon dimana pun dan kapan pun. Tak mengherankan, orang-orang seperti Armand yang punya kuasa pasti akan mudah mendatangkan dokter dengan sekali telepon, berbeda dengan orang-orang kelas bawah sepertinya.

"Terima kasih." Ucap Anna lalu kembali menyandar pada sandaran kasur.

Vivian pun segera bergerak membawa Andrew keluar setelah dirinya diperiksa. Tindakan yang cekatan itu mampu membuat membuat Anna bernafas lega. Walaupun tidak benar-benar merasa lega, pasalnya, sejak awal dirinya dikurung di kamar, Anna masih belum menemukan cara agar dirinya bisa keluar dari sini.

Beberapa detik lalu, saat Vivian dan Andrew keluar, tepat sebelum pintu kamarnya ditutup, sekilas dapat Anna lihat ada kalau beberapa penjaga yang ternyata masih berjaga di depan kamarnya. Hal yang cukup mengejutkan lagi, bukan hanya satu, tapi ada tiga penjaga sekaligus. Sungguh gila, untuk apa penjagaan seketat itu? Satu orang saja dia belum tentu bisa melarikan diri, apalagi tiga. Dengan semua tekanan itu, sekarang otaknya benar-benar buntu. Seolah ada batu yang menempel di tengkuk lehernya yang mana membuat kepalanya terasa sangat berat. Anna melihat jam dinding yang menempel ditembok, sudah lebih dari satu jam dia melewatkan pertemuan itu. Sangat tidak mungkin kalau Tom masih menunggunya.

"Bagaimana?"

Suara berat Armand terdengar samar masuk ke gendang telinganya membuat Anna yakin kalau lelaki itu tengah berada di luar, mungkin di depan kamarnya. Karena penasaran, Anna pun bangun dari duduknya dan berjalan mendekati pintu bercat putih itu. Kemudian menempelkan telinganya, berharap bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas.

"Andrew bilang, mam hanya perlu istirahat."

Terdengar suara Vivian menyahut, Anna yakin dialah yang menjadi lawan bicara Armand.

"Kalian pergilah." Titah Armand.

Mendengar itu Anna buru-buru menjauh dari pintu. Tapi bukannya naik ke atas kasur untuk kembali melanjutkan aktingnya, Anna memilih untuk berdiri menghadap pintu, menyambut lelaki itu dengan tangan terbuka. Menurutnya tidak perlu lagi melanjutkan sandiwaranya lagi pula untuk apa, toh sekarang dia juga sudah tidak bisa pergi. Armand sudah benar-benar menggagalkan rencananya. Anna juga tak yakin jika dia bisa pergi sekarang apa dia masih sempat untuk bertemu dengan Tom atau tidak.

"Menjenguk tawananmu?" Anna langsung menyindir lelaki itu tepat sesaat setelah lelaki itu memasuki kamar. Matanya cukup terkejut dengan sambutan yang hangat luar biasa yang Anna berikan, tapi sesaat setelahnya bibirnya langsung membentuk cengiran kecil.

"Tentu saja. Tawananku tidak boleh mati." Jawab Armand dengan nada santai yang mana malah terlihat sangat menyebalkan. Anna mendengkus tak percaya, "Kenapa?"

"Karena hukumannya adalah seumur hidup, bukan kematian."

Anna meneguk ludahnya kelat. Merasa nelangsa akan takdirnya, memikirkan waktu yang akan ia habiskan selama sisa hidupnya.

"Kau tidak bisa melakukan apapun jika Tuhan bekehendak lain."

"Kau ingin cepat mati?"

Anna menatap Armand saat lelaki itu melontarkan pertanyaan. "Dari pada harus terkurung di sini." Tentu saja jawaban yang langsung terpikirkan olehnya dan juga dimaksudkan untuk membuat lelaki di hadapannya ini kesal. Tapi Anna salah, bukannya merasa marah, Armand justru menggeleng pelan lalu kekehan kecil keluar dari bibirnya.

The Billionaire PrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang