Chap 24

2.6K 107 3
                                    

Anna bebaring di sebuah ranjang, dengan mata yang menatap langit-langit kamar hotel yang saat ini ia tempati. Selimut lembut berwarna putih bersih sudah menutupi saparuh tubuhnya, Anna menghela nafas pelan, lalu tangannya terangkat menyentuh keningnya yang sekarang sudah sedikit basah akibat keringat.

Setelah dirinya di periksa dan minum obat, sekarang tubuhnya terasa jauh lebih baik. Tangannya kembali bergerak menyingkirkan selimut itu lalu dengan singkat kakinya berhasil menyentuh lantai.

Anna bangkit dan berjalan pelan menuju jendela, satu hal yang menarik perhatiannya sedari tadi. Pantai pada malam hari memang memiliki kesan berbeda bagi setiap orang, khususnya Anna. Hal yang jarang dan sulit sekali Anna dapatkan. Saat dia mendapat libur kuliah atau cuti di tempat kerjanya, Anna tidak pernah memanfaatkannya untuk sekedar berlibur. Malah menurutnya itu adalah waktu yang tepat untuk bisa mendapat uang lebih. Dari pada menghabiskan waktu untuk bersenang-senang, Anna lebih memilih mencuci ratusan piring agar bisa mendapat uang untuk dirinya tabung. Dengan uang yang cukup, Anna akan merasa lebih tenang, walaupun tidak akan berlangsung lama juga karena ketika Daniel atau salah satu keluarga pamannya itu tahu, pasti mereka akan langsung merampas uang itu.

Dari atas sini, Anna bisa melihat setiap kegiatan yang orang-orang lakukan. Walau hari sudah gelap, tapi itu tidak mengurangi aktivitas dari setiap manusia, malahan menurutnya tempat ini semakin malam semakin ramai. Keadaan seperti ini yang membuatnya rindu, maklum, Anna selalu terjebak di dalam rumah yang sekelilingnya adalah hutan.

Sedang sibuk melamun, menatap tak tentu arah, tiba-tiba terlintas dalam pikirannya, tentang bagaimana kabar lelaki itu. Entah apa yang sedang dia lakukan, Anna belum melihatnya dari tadi. Terakhir kali, hanya saat pria itu datang dengan beberapa makanan dan obat untuk dirinya minum, setelah itu kembali menghilang. Ya, Anna cukup memaklumi, besok adalah hari penting baginya, jadi kemungkinan malam ini adalah malam super sibuk bagi Armand.

Tak lama teedengar suara pintu kamarnya di ketuk, Anna berbalik. Kemudian selang beberapa detik pintu sudah terbuka, menampilkan seorang pria yang baru saja ada di pikirannya. Mungkin dia akan berumur panjang.

"Sudah merasa lebih baik?" Armand pun masuk ke kamar. Berjalan dengan mata yang menatap Anna, matanya menginspeksi keadaan wanita di hadapannya, berniat memastikan.

"Ya, berkat obat yang kau bawa. Jujur...kau memberiku obat apa?"

Armand tersenyum meringis, "Selalu saja mencurigaiku." Ujarnya lirih, lalu tangannya bergerak menyentuh lengan kemejanya dan menggulungnya hingga ke siku. Anna mengamati setiap pergerakan yang Armand lakukan.

"Hanya berhati-hati." Ucap Anna ikut lirih.

"Aku suamimu."

"Dan itu bukan berarti kau tidak bisa membunuhku."

Lelaki itu kembali tersenyum, kakinya melangkah mendekat, hanya berjarak beberapa senti, membuatnya semakin intim dengan Anna.

"Ku beritahu hal yang kau khawatirkan itu, memang benar kau akan mati, ada seseorang yang berniat membunuhmu, tapi itu bukan aku."

"Maksudnya?"

"Kau selalu saja membahas soal kematian saat bicara padaku. Tenanglah... aku tidak akan melakukannya dekat-dekat ini."

Sedikit merasa kesal mendengar ucapan Armand. Bagaimana dirinya tidak membicarakan soal kematian, disaat lelaki itu selalu mengancamnya. Pikirannya kembali menelaah perkataan Armand, 'ada orang lain yang berniat untuk membunuh' Anna terdiam cukup lama, dia bingung harus menganggap ucapan itu sebatas lelucon atau sebuah informasi akurat yang harus membuat dirinya waspada. Dia masih sulit membedakan, apalagi jika Armand sudah memasang ekspresi seperti itu. Raut wajah santai, tanpa tatapan tajam dan dingin.

The Billionaire PrisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang