21. Angsa dan Penyelamat

92 18 3
                                    

Anna Brunner adalah gadis pertama yang ia cintai hampir seumur hidupnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Anna Brunner adalah gadis pertama yang ia cintai hampir seumur hidupnya. Benar, hampir seumur hidupnya, karena ia sudah jatuh hati pada gadis itu di usianya yang belum genap 10 tahun.

Semua bermula ketika Dylan kecil dipaksa untuk menemani sang ibu mengikuti ibadah di gereja, daerah Unterseen. Sepanjang perjalanan, ia memasang raut cemberut. Banyak gerutuan yang tidak ia ungkapkan seperti, memangnya tidak cukup beribadah di hari Minggu saja? Kenapa Ibu tidak membiarkannya menikmati hari libur? Padahal ini adalah hari yang sudah ditunggu-tunggu karena kartun kesayangannya akan tayang di televisi siang ini. Namun, sifat ibunya yang galak, membuat Dylan tidak berani melawan dan terpaksa menurut.

Ibunya mengambil tempat duduk di kursi nomor dua dari depan. Dylan makin kesal, kalau di depan begini, tentu saja ia harus serius beribadah dan tidak bisa bermain-main. Ketika lonceng berbunyi, menandakan ibadah akan segera dimulai, anak itu mendapat ide.

Ia mencolek tangan ibunya. “Ibu, aku ingin buang air kecil,” bohong Dylan sambil berbisik.

“Apa tidak bisa ditahan? Kenapa tidak bilang sebelum mulai tadi?” omel ibunya.

“Tidak bisa, Bu. Sepertinya aku minum terlalu banyak tadi.” Sekarang wajahnya meringis.

Ibunya berdecak. “Ya sudah, ayo.”

“Eh, Ibu tidak perlu menemaniku. Aku bisa sendiri.”

“Kau yakin?”

Dylan mengangguk kuat-kuat.

“Baiklah, jangan lama-lama dan segera kembali.” Ibunya memperingatkan dengan tegas.

Senyum mengembang di wajah anak itu karena ibunya langsung percaya. Ia berlari menuju belakang ruangan, dan keluar melalui sebuah pintu kecil. Hangatnya sinar matahari menyambut Dylan begitu ia akhirnya bisa menghirup udara di luar gereja. Daripada bosan di dalam sana, lebih baik ia jalan-jalan di sekitar sini.

Senandung ringan mengiringi langkah santai Dylan. Matanya sibuk melihat kiri-kanan kota tua Unterseen yang bergaya klasik. Ia juga menyusuri jalan kecil, penasaran dengan yang ada di sekitar tempat ini, meskipun sebagian besar hanya rumah warga. Kemudian, kakinya berhenti ketika menemukan seekor angsa mengadang jalan beberapa meter di depannya.

Dylan dan angsa tersebut saling bertatapan dengan intens selama beberapa saat, sebelum makhluk putih itu perlahan maju mendekat ke arahnya. Jantung anak laki-laki itu mulai berpacu. Ia mundur selangkah demi selangkah agar tidak memancing keagresifan si angsa. Sialnya, tidak sengaja, Dylan tersandung kakinya sendiri hingga jatuh ke aspal.

Gerakan secara tiba-tiba itu langsung membuat angsa di depannya menjerit karena merasa terancam. Saat melihat angsa tersebut meluruskan lehernya ke depan tanda siap menyerang, Dylan sadar ia dalam bahaya. Dengan tergesa, ia bangun dan segera berlari. Tindakan yang salah itu, bukannya menenangkan, justru memprovokasi angsa untuk semakin mengejarnya.

Let a Good Thing Die [END]Where stories live. Discover now