48. Salah Tingkah

12.1K 1.4K 80
                                    

Seno sudah tiba di rumah keluarga Shana sejak 15 menit yang lalu. Tapi ia tiba-tiba tidak memiliki keberanian ⁰0A q,untuk turun dan menemui Shana beserta keluarganya. Keberanian dan keyakinan yang ia kumpulkan sejak di perjalanan tadi luruh seketika. Seno terlalu takut bertemu dengan Shana, sebab ia takut Shana akan menolaknya.

Setelah apa yang Seno perbuat pada Shana, agaknya Seno terlalu berharap kalau Shana bisa menyambutnya dengan baik seolah tidak pernah ada yang terjadi. Setelah torehan luka yang amat lebar Seno torehkan.

Sebulan tidak bertemu, apa kabar Shana? Apa kabar Eleona yang kehadirannya tidak pernah Seno harapkan sebelumnya? Benar ternyata apa yang Mamanya sampaikan, penyesalan terasa amat menyakitkan.

Tok tok tok

Seno mengangkat kepalanya yang tadi ia tumpukan di kemudi, dia menemukan Papanya yang mengetuk kaca mobilnya berulang kali. Seno menurunkan kaca mobilnya.

"Buka pintunya Mas Seno, Papa mau bicara." Pinta Rakhman yang kemudian duduk di kursi sebelah Seno setelah pintu mobil dibuka. "Kenapa tidak masuk? Papa lihat dari tadi mobilmu disini."

"Takut." Sahut Seno singkat.

"Takut kenapa?"

Seno menjawab melalui gelengan kepala. "Takut semuanya. Takut kalau pertemuan nanti malah berujung perpisahan."

"Lalu kamu mau terus membiarkan hubungan kalian menggantung?" Cecar Rakhman. "Menunda-nunda malah akan memperbanyak masalah."

Seno kembali menjatuhkan kepalanya, "seperti yang Papa lakukan kan? Semua laki-laki memang hobinya menunda-nunda."

Terdengar helaan nafas dari Rakhman, "Papa minta maaf sekalipun semua ini sudah terlambat. Papa tidak hadir menemani kamu melewati masa remajamu."

"Papa hadir," potong Seno. "Tapi bukan sebagai seorang Papa yang mendatangi anaknya."

Beberapa kali Rakhman pernah menyambanginya saat Seno sudah tinggal bersama Kakeknya. Tapi tidak ada pertemuan layaknya seorang Ayah dan anaknya. Rakhman hanya datang sebentar, kedatangan yang diperintahkan oleh Jatmika. Mereka hanya akan berpapasan sekilas, Seno kembali melanjutkan kegiatannya dan Rakhman akan melintas begitu saja.

Tidak pernah ada obrolan panjang diantara mereka berdua kecuali sebuah pertanyaan singkat, apa kabar?.

"Ya. Papa ingin mengajak kamu ngobrol saat itu. Tapi kamu terlihat menjauhi Papa dan sibuk dengan duniamu sendiri."

"Apakah itu sebuah pembelaan?" Cibir Seno. "Apa Papa berharap saya melupakan saat dimana orang tua saya membiarkan saya hidup terlantar di rumah sebesar itu? Pa, umur saya waktu itu mungkin masih 7 tahun. Tapi saya ingat semuanya, saya ingat bagaimana sakitnya menangis kencang tapi kalian berdua tidak ada yang peduli."

"Sama Mas, Papa juga menunda-nunda untuk bicara dengan kamu. Papa pikir bisa nanti-nanti saat kamu sudah mau melihat Papa." Rakhman menepuk bahu anaknya berulangkali. "Ada waktunya kita memang harus memaksa keadaan Mas. Bukan terus-terusan menunggu."

***

Rumah yang semula ramai oleh suara orang-orang yang mengajak Eleona bermain mendadak berubah sunyi saat melihat kehadiran Rakhman beserta Seno yang berdiri kaku di belakangnya.

"Ayo Mas Seno," Rakhman menyenggol lengan anaknya yang malah mematung. "Katanya mau ketemu anaknya." Pancing Rakhman menarik Seno agar berdiri di depannya.

Shana kontan membuang muka, sulit baginya untuk menerima kehadiran Seno setelah apa yang pria itu ucapkan. Sekalipun Larasati sudah menceritakan apa yang terjadi sebenarnya. Larasati tidak memaksa Shana bisa menerima Seno, karena ia pun bisa memahami posisi Shana. Sulit memang.

ADVOKASI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang