4. Lika-Liku Mahasiswa Tingkat Akhir

15.8K 1.5K 80
                                    

Dua tahun Shana bertugas di divisi advokasi himpunan mahasiswa entah sudah berapa banyak ia membantu dan mendengar curhatan mahasiswa tingkat akhir yang tengah struggle dengan skripsinya. Sebagian besar dari mereka adalah yang berjuang antara drop out dan lulus sarjana. Ternyata memang sesulit itu berjuang agar tetap waras di era gempuran skripsi ini.

Shana pun menjadi korbannya.

Ia menyadari betul, satu-satunya yang bisa menyelamatkannya dari skripsi adalah dirinya sendiri.

Tidak ada yang lain.

Dia yang memulai semua ini, maka dia yang harus menyelesaikannya.

"Shannn! Ada laporan!" Adrian mendatangi sekre himpunan tergesa-gesa. "Duh cape banget aku masih Pak Seno lagi." Ia tidak bisa lagi menutupi rasa kesalnya. Lelah dicampur amarah karena terlampau bosan mendengar laporan untuk nama yang sama.

Begitu pula Shana. Situasinya terasa lebih pelik saat ini. Bhakti Aryaseno sudah menatapnya penuh aura permusuhan sejak bimbingan pertamanya. Keadaan akan semakin memburuk kalau ia kembali ikut campur pada masalah yang melibatkan dosen pembimbingnya itu. Tapi mau dibiarkan juga ini merupakan tanggung jawabnya.

"Beliau nolak tugas anak semester dua, itu sekelas ditolak." Gumam Adrian malas.

"Aku untuk sekarang nggak mau berurusan sama beliau deh Yan, mending disuruh berjam-jam audiensi sama kaprodi deh ketimbang ngadepin orang itu."

Adrian mengerti, Shana pasti berusaha menjaga hubungan baik dengan dosen pembimbingnya itu. Ia juga tidak ingin keadaan ini nantinya malah mempersulit temannya itu.

"Kalau gitu soal ini biar diurus Galih sama Dwi aja."

Shana menghela nafas lega, tidak ada piliham yang lebih baik saat ini kecuali sementara waktu berhenti mencari masalah dengan orang itu. Ia ingin cepat lulus. Itu saja

***

Bermalam-malam Shana menghabiskan waktu untuk mencari referensi bakal penelitiannya. Akhirnya ia berhasil menghasilkan 3 sinopsis sekaligus. Ketiga judul itu akan ia bawa ke hadapan Bhakti Aryaseno, dengan harapan setidaknya salah satu dari judul tersebut dapat diterima olehnya.

Penuh percaya diri, Shana mendatangi ruangan milik Bhakti Aryaseno. Masih terlalu pagi, pintu ruangan milik pria itu bahkan masih tertutup. Tapi di kursi depan sudah ada beberapa mahasiswa yang duduk. Ia perlu menanyai satu-satu untuk memastikan bahwa ia masih kebagian kuota untuk hari ini.

Untungnya hanya 1 dari 5 mahasiswa tersebut yang ingin menemui Seno. Yang lainnya hanya datang untuk menemani. Lihat kan? Bahkan untuk seorang yang ingin bimbingan dengan Seno, perlu ada 4 orang lain yang hadir sebagai support system. Jadi jangan ragukan lagi keberanian Shana yang hanya datang seorang diri.

Tidak lama sosok yang ditunggu muncul, Seno dengan jalannya yang sangat cepat itu tampak memegang sebungkus roti di tangannya. Sesekali dengan tergesa menggigit roti tersebut. Langkahnya yang amat cepat tidak mengizinkan mahasiswa lebih lama menatapnya. Shana curiga kalau ternyata pria itu adalah keturunan The Flash.

"Duluan aja." Ucap senior yang ditemani oleh 4 temannya itu.

"Nggak Mas duluan? Kan Mas yang ngantri lebih dulu." Jawab Shana sungkan. Tujuan mereka menemui Seno itu sama-sama untuk bimbingan, jadi tidak ada yang perlu diprioritaskan. Siapa yang datang lebih dulu artinya dia juga yang berhak masuk lebih dulu.

Tapi mahasiswa itu menggeleng, "nggak masalah, aku masih ngumpulin tekad dan keberanian dulu." Candanya.

Shana menggumamkan terima kasih, lalu pamit untuk masuk ke ruangan Seno lebih dulu.

ADVOKASI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang