2. Sinis

18.2K 1.3K 40
                                    

Hari ini kampus dihebohkan dengan perkelahiam antara seorang dosen dan Mahasiswanya. Perkelahian yang terjadi saat kampus sedang ramai-ramainya tentu memantik keingintahuan dari banyak orang. Terutama mahasiswa kepo seperti Yuna yang menarik-narik Shana untuk ikut serta menerobos keramaian. Shana yang sejujurnya enggan hanya bisa pasrah tangannya ditarik oleh Yuna.

Di depan kerumunan sana, terlihat ada beberapa dosen dan satpam kampus yang mencoba menetralkan situasi. Shana tidak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi sebenarnya karena terlalu ramai orang disini.

"Kacau sih, babak belur dua-duanya. Tunggu aja ramai di media." Seorang Mahasiswa yang baru dari baris depan tampak mengobrol dengan temannya.

Separah itu kah?

Karena penasaran, Shana mencoba untuk menembus kerumunan agar bisa lebih dekat dengan tempat kejadian perkara.

"Sudah-sudah semuanya silahkan kembali melanjutkan aktivitas masing-masing. Saya minta tolong untuk jangan ada yang membawa kejadian ini keluar dari lingkup prodi kita." Pak Dekan mengumumkan itu melalui pengeras suara, membuat kerumunan yang ada langsung membubarkan diri setelah terlebih dahulu mencemooh.

Baru Shana bisa melihat keributan yang terjadi. Seorang mahasiswa berambut gondrong terduduk lemas dengan bibirnya yang ditutup tisu oleh salah seorang pegawai fakultas. Satunya lagi, seperti yang banyak diduga sedang berdebat alot dengan Pak Wahyu. Wajahnya merah penuh emosi. Lengkap dengan luka di pelipis kirinya.

Shana langsung pergi dari tempat kejadian karena memang sudah sepi. Hanya tersisa beberapa orang yang mengintip dari kejauhan.

"Kenapa sih itu?" Shana menghampiri teman-temannya di sekretariat himpunan.

"Dosen kesayangan kamu berantem sama Mas Alfat." Galang yang merupakan ketua himpunan menjawab seraya terkekeh.

"Ya tahu, gara-garanya apa gitu."

"Kurang ngerti, ada yang bilang awalnya masih adu bacot di depan ruang dosen. Tau deh siapa yang mulai ngajak gelut."

Shana mengangguk mengerti. Dari ucapan Galang, ia tidak bisa mengambil kesimpulan siapa yang salah disini. Mas Alfat, salah satu kating yang tidak terlalu dia suka. Kalau menurut Shana, lelaki itu banyak gaya dan sok kegantengan. Padahal ketimbang caper dengan adik-adik tingkatnya, lebih baik lelaki itu menyelasaikan skripsinya. Apalagi dari hitungan Shana, Mas Alfat hanya punya 1 semester tersisa agar tidak dikeluarkan dari kampus.

Lawannya, sudah tentu dosen paling songong sefakultas. Karena Shana tidak tahu di fakultas lain ada yang modelnya kaya Bhakti Aryseno atau tidak.

"Jago juga Pak Seno ya, babak belur gitu Mas Alfatnya," Sambung Juan yang baru masuk ke sekretariat. "Denger-denger awal mulanya gara-gara Mas Alfat bawa-bawa nama Pak Seno buat apa gitu deh. Adu bacot terus entah gimana jadi gelut."

"Tapi aneh juga kalau dosen yang harusnya lebih bijak dalam berpikir malah pukul-pukulan gitu." Komentar Shana.

Iya kan? Pak Seno umurnya sudah lebih dari kata dewasa. Harusnya bisa mengendalikan dirinya. Bisa-bisanya terpengaruh oleh mahasiswa tidak jelas seperti Mas Alfat.

"Tiap orang kan punya batas kesabarannya Shan," balas Juan. "Belum jelas juga akar masalahnya. Ya semoga nggak ramai sampai luar deh. Nggak lucu banget kalau kampus kita ramai gara-gara kaya gini."

"Ya siapa tahu jalannya untuk menyadarkan kesongongan Pak Seno melalui caci maki netizen gimana?"

Galang dan Juan tergelak, "Dendam kesumat sepertinya Shana sama Pak Seno." Ucap Galang.

"Jangan keterlaluan kalau benci orang Shan, nanti malah jadi suka."

Shana langsung memelototkan matanya pada Juan yang berkata seenak jidat.

ADVOKASI Where stories live. Discover now