37. Iya Salah

14.7K 1.2K 84
                                    

"Aku tuh pingin jalan-jalan keluar Mas, lihat pantai yang bagus-bagus. Mau ke Gili Trawangan juga."

Sial memang. Sudah jauh-jauh ke Lombok, setiap harinya mereka selalu terjebak hujan yang membuat mereka pada akhirnya terperangkap di kamar resort. Di ponselnya padahal Shana sudah membuat list tempat-tempat yang ingin dikunjungi. Yang sialnya hingga hari keempat mereka disini-dimana esok mereka sudah harus kembali, baru 2 destinasi yang diceklis, itupun pantai yang bisa mereka datangi jalan kaki dari resort.

"Ya nanti kesini lagi kalau sudah nggak musim hujan." Sahut Seno santai.

Jangan ditanya soal Seno. Pria itu malah terlihat senang karena terjebak di kamar. Disaat Shana sejak tadi mondar-mondir mengintip kondisi diluar yang nyatanya masih hujan deras, Seno bergelung nyaman dibalik selimut tebal tanpa mengenakan sehelai benangpun setelah percintaan mereka sejam lalu.

Sudah sejak tadi Shana menyuruh suaminya itu mandi, tapi banyak sekali alasannya. Yang mengantuk lah, yang tunggu enakan dikit lah, ada saja alasannya!

Iya benar, terperangkap di kamar artinya Shana harus lapang dada dikerjai oleh suaminya itu!

"Kamu ngapain dari tadi mondar-mandir kaya satpam, sini mending bobo sama saya." Seno melambai-lambaikan tangannya.

Shana menggeleng, harus waspada pada suaminya itu. "Nggak ya...aku nggak akan masuk perangkap kedua kalinya."

Sudah cukup sejak kemarin-kemarin Shana dibodoh-bodohi oleh Seno. Dia tidak akan dengan mudah terperangkap lagi oleh siasat pria mesum itu.

"Tapi suka kan?" Seno dengan usil menaik turunkan alisnya. Hal paling menyebalkan menurut Shana. "Saya suka sekali kalau lihat wajah kamu pas-"

Shana sudah mengangkat sebuah remote tv, siap melempar benda itu ke muka Seno kalau dia berani melanjutkan ucapannya. "Apa? Lanjut pas apa?" Ancam Shana.

Seno menyengir, menaikkan kembali selimut agar bisa menutupi seluruh tubuhnya sebagai upaya menghindari kemurkaan istrinya.

Istri barunya itu masih suka malu-malu dan sensi kalau Seno sudah membahas soal ranjang. Padahal ya Seno hanya jujur mengenai apa yang dia rasakan, Seno paling senang kalau sudah mendengar Shana mendesahkan namanya. Seolah di dunia Shana hanya ada dirinya seorang.

"Shan," Seno menyembulkan kepalanya. "I love youuuuuuuuuuuu." Lalu kembali menyembunyikan diri.

Shana tergelak, lalu menghampiri suaminya yang tertutupi oleh selimut tebal. Sudah tahu diluar hujan deras, pendingin ruangan hidup, dan pria itu dengan percaya dirinya tidak bergegas mengenakan pakaiannya yang masih berserakan di lantai.

"Mau deh bobo sama Mas Seno." Shana menarik salah satu ujung selimut, lalu beringsut masuk ke dalam selimut yang sama dengan Seno yang Shana tahu betul pura-pura memejamkan matanya. "Aduuh di dalamnya ada tuyul telanjang lagi." Gurau Shana.

Mereka sama-sama tertawa di dalam selimut.

"Kan saya nggak botak Shan." Bela Seno.

"Makanya dipakai bajunya!"

"Kan cuma sama kamu, nggak apalah."

Shana tidak mau lanjut mendebat lagi. Didebat sebagaimanapun Seno pasti punya pembelaannya. Resiko menikahi seorang dosen yang konon katanya akan selalu benar.

"Mas bisa nggak tangannya nggak usah megang-megang payudaraku? Kan kamu juga punya tuh, pegang punyamu aja lah." Shana baru melamun sebentar saja saat tahu-tahu tangan Seno sudah hinggap di payu daranya.

Seno tidak mengabaikan perintah Shana, toh benda ini halal untuknya jadi tidak salah kan kalau dia pegang-pegang?

"Mashhhh," desah Shana tak terhankan lagi. "Sshhhhh." Sialan memang Bhakti Aryaseno paling tahu kelemahannya. Mulutnya mungkin melarang Seno melakukannya, tapi respon tubuh Shana menerima segala hal yang Seno lakukan.

ADVOKASI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang