S E M B I L A N B E L A S

Start from the beginning
                                    

Netra Gaia menyorot penuh kebencian dan keputusasaan. Matanya memerah penuh dengan bulir bening yang terus mengalir. Hanya itu yang ia bisa. Menangis.

Leo tersenyum konyol seperti biasa. "Lo temen gue kan Gaia Lovanka?"

Gaia tidak ingin melihat lagi, ia memejamkan mata berharap ini hanya mimpi buruk yang singgah saat tidur. Barangkali ketika ia membuka mata dunia sudah berubah dan ia terbangun dari tempat tidurnya.

Sayangnya ketika kedua matanya terbuka semua yang diharapkan tidak terjadi. Gaia mendapati Leo yang dengan bejatnya menggerayangi tubuhnya. Rasanya Gaia bersyukur jika sehabis ini Leo dengan sukarela membunuhnya.

Karena hidupnya tidak akan sama lagi setelah ini.

Gaia telah kehilangan hidupnya.

Setidaknya Gaia sudah tau akhir hidupnya akan bagaimana.

Dibuang ke sungai seperti kata Leo.

✧✧✧

Daren baru saja membuka mata dan langsung dihadapkan dengan langit-langit ruangan yang menggelap ditemani cahaya redup. Aroma lavender langsung menyeruak begitu saja. Tidak salah lagi, pria itu berada di mansion milik Skala. Lebih tepatnya berada di kamarnya dahulu sebelum memilih untuk tinggal sendiri.

Suara isak tangis mengalihkan atensinya. Ia menatap wanita paruh baya tengah tertunduk hingga surai pirang keemasannya menutupi wajah.

"Mommy."

Alana, wanita itu mendongak lantas berjalan pelan menuju ke arah putra semata wayangnya yang terkapar mengenaskan di atas tempat tidur dengan kedua tangan yang dirantai.

Daren tersenyum tipis lalu mencoba untuk bangkit. Sadar dengan kedua tangan yang diikat seperti tahanan begini membuatnya marah. Ia hanya mengumpat pelan sembari menarik paksa lengannya, berharap bisa terlepas meski yang didapat hanya tambahan luka.

"Siapa yang rantai aku kayak gini?" tanya Daren sembari menggelapkan mata, menatap tajam sang ibunda yang sudah kembali menangis. "Skala ya?" tebak pria itu tepat sasaran.

Alana bergeming. Mata biru yang lelah tak kuasa menatap putranya yang kini mengamuk kembali. Ruangan ini diisi dengan suara rantai yang bergesekan ditambah teriakan Daren yang serak bercampur parau.

"Sayang ...." Alana melangkah, berusaha mengusap surai putranya yang kian panjang bercampur keringat. "Jangan kayak gini."

Baju Daren sudah diganti dengan kaos hitam panjang dengan gambar abstrak warna putih, kaki panjang pria itu sudah dibalut celana warna senada hingga sebatas mata kaki.

"Aku mau cari Gea," kata Daren serak. Wajahnya menyorot permohonan.

"Daddy lagi cari Gaia, sayang. Kamu istirahat di sini aja. Kondisi kamu belum pulih."

Tapi seharusnya Alana sadar, tabiat seorang Daren yang tidak pernah bisa dinasehati. Lelaki yang tempramental itu tak akan berhenti sebelum apa yang menjadi keinginannya terwujud. Maka, dengan kaki yang terbebas, Daren menendang meja di sampingnya untuk melampiaskan emosi.

"Skala nggak becus nyari Gea! Aku mau bunuh sendiri orang yang udah berani pegang Gea!" ujar Daren dengan nada tinggi, tak ia hiraukan lagi kata sopan santun yang biasa tersemat untuk ibunya.

Urat lehernya tercetak jelas kala ia mengeluarkan kata seolah tak menghiraukan tenggorokannya yang mulai terasa nyeri.

Daren terus berontak hingga membuat penjaga di rumah mereka menghampiri. Sekitar 5 orang yang ditugaskan untuk menjaga Daren mulai menampilkan diri di dalam kamar pria itu.

Darenio [ON GOING]Where stories live. Discover now