T U J U H B E L A S

Mulai dari awal
                                    

Rambut pria itu sedikit ikal dan berwarna golden brown. Mata pria itu hitam pekat, bibirnya tipis dan kehitaman akibat terbakar asap rokok, rahang tegas dan sorot mata yang terlihat santai, badan besar dengan otot semampai, kaos hitam dengan gambar kuda, celana kain hitam, dan satu-satunya benda yang tidak hitam adalah sepatu pria itu, berwarna putih.

Mereka tengah di dalam lift. Hanya mereka. Gaia merasa kikuk, pria di sebelahnya seolah tiada henti mengamati wajahnya.

"Maaf?" Gaia menyuarakan ketidaksukaannya ketika ditatap intens begitu oleh orang asing.

Pria berambut ikal itu tertawa renyah, tawa yang tak pernah singgah ke gendang telinga Gaia sebelumnya. Suara pria itu terdengar asing.

"Sorry, gue udah buat lo nggak nyaman ya?" tanyanya yang sebenarnya tak perlu dijawab.

Gaia tak pandai menyembunyikan ekspresi, jika ia suka maka akan mengeluarkan ekspresi suka, jika ia senang juga akan begitu. Jadi pria di sampingnya ini seharusnya paham bahwa Gaia sangat tidak suka diperhatikan begitu.

"Gue kayak nggak asing aja lihat lo, persis banget kayak temen gue. Tapi dia udah meninggal, gara-gara dibunuh terus tubuhnya dibuang ke sungai."

Gaia hanya bergeming. Bulu kuduknya terangkat, ia mulai takut. Beruntung pintu list segera terbuka, ia dapat bernapas lega ketika tidak hanya dirinya di dalam lift ini.

Pria berhoodie hitam itu tertawa kecil lantaran mendapati Gaia menegang dan tak membalas perkataannya. "Kejam banget ya?"

Gaia memilih bungkam.

Setelah tiba di lantai dasar, ia segera keluar lift dengan terburu-buru. Tak tau saja pria tadi masih di belakangnya.

"Gimana keadaan Daren?" tanya pria berhoodie hitam yang sukses membuat Gaia mematung sejenak. Tak mendapat jawaban dari Gaia, lelaki itu kembali bertanya. "Lo ceweknya Daren kan? Gaia Lovanka, itu lo kan?"

Jamnya berdenyut, menyuarakan bunyi 'tit tit tit' dengan ritme cepat, cahaya merah dari jam tangan yang diberikan Skala mulai terlihat. Gaia mengepalkan tangan erat, menahan gentar.

Itu tanda bahaya!

Skala telah memberikan jam tangan yang sama dengan milik Daren. Jam itu berfungsi untuk merekam suara, memberikan peringatan bahaya sekaligus untuk melacak keberadaan pemiliknya.

Keluarga Daren mempunyai banyak musuh. Skala harus memutar otak agar orang yang menurutnya penting dapat aman, meski tidak akan ada privasi setelahnya.

"Kayaknya udah ketahuan," kata pria berhoodie hitam itu dengan senyum konyol yang menimbulkan tanda tanya besar di kepala Gaia.

Pria itu lantas beranjak setelah menepuk pundak Gaia pelan. Sebelum benar-benar pergi, ia berucap pelan yang membuat Gaia semakin membeku. "By the way yang mencet bel di apartemen waktu itu gue hehe."

✧✧✧

Kondisi Alana sudah membaik, ia juga sudah dapat diajak bicara meski kadang akan terdiam lagi cukup lama lantaran mengalami trauma yang cukup dalam. Gaia memutuskan untuk bertemu ibu dari kekasihnya itu. Selain karena takut untuk kembali ke apartemen milik Daren, Skala juga menyuruhnya untuk menginap di mansion besar milik keluarganya.

"Tadi kamu ketemu siapa?" tanya Skala datar seperti biasa.

Mendengar pertanyaan Skala, Gaia urung untuk meminum cangkir yang sudah ada dalam genggamannya.

"Aku nggak tau namanya. Tapi dia sebut-sebut Daren, Om pasti juga udah dengar," kata Gaia.

Skala mengangguk, ia memang akan mendengar seluruh percakapan Gaia dengan orang-orang selama jam di pergelangan gadis itu tidak dilepas.

"Daren nggak punya teman selain Reano, Diego, dan Gerry," gumamnya pelan sembari mengetuk-ngetuk pen-nya.

"Jangan terlalu dipikirin," lanjutnya tenang sembari kembali fokus pada iPad yang menampilkan data.

Gaia lantas meminum teh yang sempat tertunda. Mansion milik Skala lebih layak dihuni orang normal ketimbang rumah milik Daren yang mirip dengan rumah sekte sesat.

Skala dan Geo dulunya adalah sahabat dekat sejak usia mereka 14 tahun, hingga usia mereka yang hampir menginjak kepala empat pun mereka masih menjadi teman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Skala dan Geo dulunya adalah sahabat dekat sejak usia mereka 14 tahun, hingga usia mereka yang hampir menginjak kepala empat pun mereka masih menjadi teman. Membuat keluarga Geo dan Skala dekat dan Gaia sudah terlihat akrab dengan Skala walau rasa segan masih terus menjadi pembatas. Skala auranya datar dan mengintimidasi.

"Langsung tidur aja. Di sini kamu aman," kata Skala tanpa menatapnya.

Gaia mengangguk saja, ia lalu segera melangkah menuju kamar tamu yang tampak begitu besar dan menawan. Gaia memang tergolong orang yang kaya. Ayahnya juga mempunyai perusahaan yang terbilang cukup terkenal. Hanya saja, melihat kemewahan yang dimiliki keluarga Daren membuatnya meringis.

Memilih tak ambil pusing, Gaia segera membasuh wajahnya dengan air di kamar mandi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Memilih tak ambil pusing, Gaia segera membasuh wajahnya dengan air di kamar mandi. Meski beban di pundak tak berkurang, tapi ia sudah tampak lebih segar.

Gaia mulai memejamkan mata. Berusaha untuk terlelap meski kepalanya dipenuhi pria asing tadi yang menceritakan tentang temannya yang mati karena diculik.

Itu tidak akan terjadi padanya kan?

TBC
1289 kata

lanjut ga ya?

terimakasi udah baca sampai sini

love u

。⁠◕⁠‿⁠◕⁠。

13 Januari 2024

Darenio [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang