36. 💋 The Best Gift 💋

5.3K 275 29
                                    

"Coba tes, bikin penasaran aja deh." Rean masuk ke kamar mandi kemudian berdiri di sebelah Viona yang baru selesai berkumur dari air westafel, sambil menyerahkan alat tes kehamilan yang dia beli.

"Kapan beli?" tanya Viona sembari menerimanya.

"Tadi pas ke supermarket. Cepet sana, aku kepo." Rean memegang kedua bahu Viona kemudian menyuruh wanita itu masuk ke toilet untuk mengecek melalui urin, semua yang terjadi pada Viona sejak semalam membuat Rean berpikiran bahwa wanita itu bisa jadi hamidun.

Lima menit menunggu di depan kamar mandi dan masih terus diawasi oleh orang tuanya dari sofa ruang menonton tv, Rean bersidekap tenang tanpa mau berpikiran negatif. Dia hanya ingin tahu kenapa Viona belakangan ini mendadak aneh, wanita itu membeli makanan yang tidak dia sukai lalu muntah-muntah yang membuat Rean benar-benar penasaran. Biasanya ciri-ciri orang hamil seperti itu kan?

"Gimana?" tanya Rean saat menyadari Viona sudah keluar dari bilik toilet, wanita itu diam saja padanya dan menatap sinis. Lalu beberapa saat kemudian meletakkan alat tes tersebut di atas nakas sebelah westafel.

"Lihat sendiri." Viona berjalan melewati tubuh pria itu untuk kembali duduk di sofa, ekspresi wajahnya kentara kesal dan dia harus buru-buru menetralkannya saat ini sebab masih ada calon mertuanya yang menunggu.

Rean memungut alat tes itu lalu...

Ya, hanya ada satu garis. Entah kenapa dia merasa kecewa sebab sudah girang duluan berekspektasi bahwa mungkin saja Viona mengandung.

"Kamu ngisi?" tanya Sintia Abimanyu pada wanita yang duduk di depannya itu. Kemudian Viona menggeleng pelan, lalu menjawab, "Saya hanya kurang tidur, Tante. Belakangan saya bergadang terus ngurus naskah."

"Kelihatan dari wajah kamu, kamu kelihatan capek." Sintia berujar prihatin, lalu menyuruh Rean untuk duduk menemani. "Sini, nggak usah cemberut gitu."

"Kita ke dokter aja biar lebih jelas ya. Aku nggak percaya sama hasil ini." Rean menaruh alat tes itu di meja, kemudian memegang pergelangan tangan Viona untuk mengikutinya mendatangi klinik yang letaknya tak jauh dari apartemen. Viona memijat pangkal hidungnya dengan sukar, dia baik-baik saja dan hanya kurang istirahat. Kenapa jika perempuan muntah-muntah selalu diidentifikasikan sebagai orang hamil? Viona tahu tubuhnya, dia paham betul mengenai apa yang tubuhnya butuhkan. Rean hanya membuat Viona semakin pusing dengan sikap yang seperti itu.

"Re, kamu kenapa sih?"

"Sebentar aja. Bisa jadi testpack itu keliru." Rean meraih jaket di gantungan yang berada di sudut sebelah tv kemudian memakaikannya kepada Viona. "Mama tunggu dulu di sini. Aku nggak akan lama."

Sintia menyeruput teh di cangkir tanpa mau memberi reaksi lebih, wanita paruh baya itu hanya mengangguk paham. Melihat anaknya menjadi seperti itu bisa jadi... Rean sudah sangat ingin memiliki anak.

Sepuluh menit menuju klinik yang letaknya berada di sebelah tower dan masuk lingkungan pertokoan, Rean membawa Viona ke sana dan meminta para perawat untuk mengecek kondisi wanita itu. Setelah melakukan administrasi, Viona diarahkan oleh perawat klinik untuk masuk ke ruangan periksa dan bertemu dokter langsung. Sedangkan Rean menunggu di ruang tunggu dengan perasaan campur aduk.

Sembari terus menengok-nengok ke ruangan itu, Rean masih terus menunggu. Sekitar lima belas menit melakukan pemeriksaan dan konsultasi kepada dokter yang menanganinya, Viona keluar dari ruangan itu lalu mendaratkan bokong di kursi tunggu sebelah kekasihnya.

"Sebentar ya, Kak. Saya siapkan obat resep dari dokter dulu." Perawat yang tadi mendampingi Viona berjalan menuju ruang obat dan mulai memberikannya pada apoteker untuk menyiapkan segala macam resep yang dokter tulis di secarik kertas. Sedangkan wanita yang dirong-rong suruh periksa itu hanya mengembuskan nafas lelah, tidak mau menjawab apa pun pertanyaan yang keluar dari mulut Rean sementara ini.

How to kiss?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang