34. 💋 Good Decision 💋

5.3K 260 21
                                    

Sudah memasuki tahap revisi pada naskahnya yang akan naik cetak, waktu 24 jam seolah tak cukup bagi Viona. Tiga hari belakangan dia hanya tidur tiga jam dalam sehari, meski dibantu oleh editor yang disediakan oleh penerbit untuk Viona, tapi tetap saja dia harus mengerjakan beberapa dan mengikuti saran editor tersebut untuk membenahi beberapa hal pada naskahnya.

Setelah selesai revisi naskah nanti dan melangkah menuju masa pemesanan buku, Viona yakin akan semakin sibuk. Namun saat ini dia boleh jujur bahwa tahap revisi naskah adalah hal yang paling memuakkan.

Sudah pukul 02.00 dinihari dan dia sudah meneguk lebih dari tiga cangkir kopi untuk menemaninya mengedit tulisan. Namun rasa kantuk masih saja menguasai. Tenggat waktu yang dimiliki Viona adalah tiga bulan kurang untuk menjadikan naskahnya matang dan siap cetak.

Akan diterbitkan dalam skala besar membuat wanita itu mendadak gugup dan salting dalam satu waktu. Pengalaman ini adalah yang pertama, selama ini dia hanya mendengar cerita dari teman-temannya yang pernah menerbitkan buku bahwa akan ada banyak hal yang dikerjakan. Viona pikir hal itu akan mudah, ternyata cukup menguras waktu dan tenaga.

Menguap lebar karena mengantuk, Viona menoleh ke samping mendapati Rean sudah tertidur pulas di ranjang. Sejak pukul sepuluh malam tadi dia menemani Viona mengedit, kemudian memberikan camilan agar tetap segar, juga menyeduhkan kopi agar wanita itu tetap fokus.

Bercengkerama sebentar, rupanya lama-lama Rean tumbang juga. Dia tidur duluan dan kini dengkuran halus dapat Viona dengar.

Menopang pipi kiri dengan punggung tangan, Viona menatap lamat wajah tampan pria itu. Jangankan untuk jalan-jalan dan merealisasikan beberapa list hal yang Rean ingin lakukan, sekadar untuk makan saja Viona kadang menundanya. Dia begitu sibuk, tetapi ada rasa sedih saat dia tidak bisa banyak menemani Rean.

Menatap wajah tampan pria itu ampuh membuat Viona segar kembali, juga biasanya sering terbesit ide. Novel yang digarapnya 80% terinspirasi oleh Rean, maka saat nanti waktunya tiba untuk cetak dan dia menerima hasil penjualan, Viona ingin memberikan hadiah.

Perlahan tapi pasti, Viona ingin memantaskan diri untuk pria itu. Jika Rean dapat menerima dirinya sepenuhnya, maka Viona seharusnya pun begitu. Viona tidak akan lagi merasa rendah diri seperti sebelumnya, dia ingin mencapai sesuatu yang dilakukan dengan kerja keras, pun Rean berada di sini mendukungnya. Maka yang Viona harus lakukan adalah memaksimalkan diri. Meski jadwal tidurnya menjadi berantakan, demi mimpinya untuk menerbitkan buku dan syukur-syukur menjadi best seller, dia akan bekerja keras.

Batas waktu begadangnya adalah sampai pukul 04.00, lalu tidur sebentar kemudian bangun pukul 06.00 untuk kembali melanjutkan mengedit. Viona ingin memanfaatkan waktu dengan baik, meski penerbit memberi masa kerjanya cukup lama, tetapi jika Viona bisa menyelesaikannya sebelum itu, dia masih punya waktu untuk bersantai dan berkencan dengan Rean.

Bangkit dari kursi lalu menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi, Viona dapat melihat jelas bola matanya yang memerah di cermin westafel. Bawah matanya perlahan mulai menggelap, dan detak jantungnya jadi tidak beraturan sebab terlalu banyak minum kopi.

Namun tak mau ambil pusing karena sudah terlanjur dan Viona memang disiplin dengan pekerjaannya, ini bukan sebuah masalah besar.

Berjalan lunglai setelah mengelap wajah, Viona datang ke kamar dan menjumpai Rean yang duduk di tepi ranjang sambil mengucek mata.

"Re, kok bangun?"

"Tadi aku melek terus kamu nggak ada."

Viona berjalan gontai kemudian menghampiri pria itu untuk duduk di pangkuannya. "Aku ngantuk..." Viona berujar lirih kemudian membenamkan wajahnya yang kusut ke bahu kanan pria itu. Dia benar-benar lelah.

How to kiss?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang