11. 💋 Arque 💋

16.7K 603 59
                                    

Pernah dengar ungkapan bahwa seks bisa menghancurkan hubungan seseorang? Mungkin saja itu yang dirasakan Rean saat ini. Pemuda itu menjadi sangat-sangat pendiam untuk waktu yang terbilang lama. Setelah perdebatan tanpa ujung dengan Viona minggu lalu di dalam mobil setelah selesai menonton konser, menurutnya semua tidak terlalu berjalan baik.

Pikirannya kalut, stres, dan overthinking terus menerus. Benar kata seseorang yang dia kenal dulu, orang itu pernah berujar padanya, memang hanya sekali ucapan itu terungkap, tetapi masih Rean ingat bahkan hingga kini.

"Kalau lo nggak mau stres, jangan pernah merasakan, atau terlibat seks dengan seseorang."

Dan itu nyata. Rean stres sekali rasanya. Minder dan overthinking takut Viona menilainya dengan minus karena itu pengalaman pertamanya melakukan sentuhan fisik yang bisa dikatakan cukup jauh. Bercampur keadaan mabuk pula, wanita itu bahkan memintanya untuk melupakan peristiwa yang sudah terjadi. Menganggap hal itu kesalahan, lalu dengan lantang mengucapkan jika dia kapok--juga menyesal telah melakukannya.

Sungguh, apa Rean seburuk itu? Apa dia sangat payah dan tidak cukup bisa memuaskan?

Padahal bukan itu masalahnya.

"Ish! Sialan!" Bahkan perkara dompetnya yang jatuh ke lantai saja dia menjadi sangat sensitif. Hal kecil sekalipun bisa membuat emosinya meningkat, Rean tidak tahu reaksi apa ini rasanya dia kesal terus menerus. Perasaan itu masih asing dan dia merasa emosi tak berkesudahan macam perempuan yang terkena sindrom pra menstruasi. Memejamkan mata lelah, Rean membungkuk dan memungut dompet hitam miliknya yang terjatuh.

Namun pandangan matanya terkunci, pada sepasang kaki jenjang indah nan mulus yang berdiri tepat di hadapannya.

"Hai," sapa orang itu ramah. Rean lantas mendongak, dan mendapati Twinsi sedang berdiri menjulang dan tersenyum padanya. Wanita itu adalah juniornya yang masuk sejak tahun ke dua, pribadinya yang supel dan mudah bergaul membuatnya tak pernah canggung berhadapan langsung pada senior. Orang menyebutnya, social butterfly. Perempuan itu cukup dekat dengan Rean, beberapa kali pria itu pernah curhat kepada Twinsi dan hal itu disambut baik.

"Ya, Twin." Rean sudah bangun dari kursi, kemudian menepuk-nepuk dompetnya pelan, lalu memasukkannya ke dalam saku belakang celananya. "Ada perlu apa?"

Twinsi mengarahkan jari telunjuknya ke arloji kecil yang melingkar di pergelangan tangan kanannya sembari tersenyum manis. "Jam makan siang. Bareng, yuk, Kak?"

"Nggak laper," balas Rean malas-malasan. Tidak berselera makan lebih tepatnya.

"Jangan galau mulu. Ayo, kita makan supaya Kak Rean sanggup menghadapi realita kehidupan yang cukup membagongkan ini." Twinsi dan gaya bahasanya yang selalu aneh di indera pendengaran Rean. Tanpa ragu wanita itu menggeret lengan Rean dan menggandengnya, lalu berjalan selayaknya sepasang kekasih menuju kantin kantor yang cukup ramai kala itu. Tangan kanannya bahkan melambai-lambai macam ratu sejagad.

Seluruh staf kantor tak sedikit memandangi mereka yang berjalan berdua, ada yang terkejut, ada yang biasa saja, ada yang secara terang-terangan gibah di depan mata, ada pula yang diam-diam mencibir dan cemburu tentu saja.

"Anjir! Digandeng!" celetuk salah satu staf yang melihat, sambil terus menguyah gorengan tempe.

Twinsi masih setia memasang senyum manis andalannya, sesekali melambai anggun pada teman-temannya, sampai dia menyaksikan bahwa bangku kantin kantor penuh oleh karyawan lain yang sibuk menyantap makan siang mereka dengan penuh hikmat.

"Duh, rame. Pindah lokasi aja yuk, Kak. Ke resto depan. Kebetulan pengen makan yang lain. Yang porsi kuli."

Rean tidak menjawab dan mengikuti saja geretan langkah Twinsi tanpa menghiraukan tatapan orang-orang.

How to kiss?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang