8. 💋 Someone you love 💋

20.7K 588 31
                                    

Seluruh manusia di muka bumi ini memiliki akal tentu saja, tetapi terkadang tidak semua akal berjalan seperti semestinya. Viona merasakan tubuhnya panas saat lumatan demi lumatan yang dia hasilkan disambut oleh pria yang saat ini berada dalam pelukannya. Beberapa saat lalu, dia berpindah posisi berada pada pangkuan Rean, merengkuh leher pria itu dan meneruskan latihan ciuman yang sudah mereka sepakati. Ini hanya sebuah latihan, namun akal sehat Viona menolaknya. Tanpa sadar nalurinya menyukai terjadinya ciuman itu.

Awalnya dia pikir hanya latihan, ya latihan karena Rean minta diajari. Tetapi akal sehat Viona dan perasaannya mendadak tidak sinkron.

Tubuh Rean tak kalah panas, nafasnya terputus-putus saat dia membalas ciuman yang Viona mulai, awalnya dia takut membalas lumatan itu namun nalurinya sebagai lelaki menolak dan pada akhirnya dia memagutnya tak kalah brutal. Karena tuntunan lembut bibir Viona, kini dia mengerti jika ciuman memang hanya perlu dilakukan saja, tanpa embel-embel teori yang merepotkan.

Tubuhnya kian menegang dan aliran darah dalam tubuhnya kian kencang, saat secara perlahan telapak tangannya berangsur masuk melalui cela hoodie yang wanita itu kenakan, sentuhannya berhenti di punggung lembut wanita itu dan jemari Rean mengelusnya pelan. Namun beberapa detik sentuhan itu mendarat, Viona tercekat dan segera melepas tautan bibir mereka dengan cepat.

Nafasnya tersengal dan keringat dingin melewati pelipisnya meski ruangan mereka cukup sejuk oleh pengaruh AC. Tatapan mereka beradu dalam beberapa saat, Viona dapat melihat ulahnya sendiri bahwa bibir tipis Rean kini merekah dan membengkak akibat perbuatannya. Sementara Rean, menatapnya dengan dahi mengernyit bingung, dan tahu jika sejak tadi pun seharusnya mereka berhenti—atau bahkan tidak pernah memulainya saja.

Salah, Rean merasa bersalah. Saat tangannya menyentuh punggung Viona, dia tahu wanita itu terkejut makanya tautan bibir mereka terlepas.

"Maaf," kata Rean memecah kesunyian. Nafas keduanya berangsur mulai kembali normal, dan Viona langsung berpindah posisi dari pangkuan Rean ke sofa. Wanita itu membuang tatapannya karena sangat malu oleh perbuatan tak direncanakan itu.

"Gue seharusnya nggak minta lo ngelakuin ini," ucapnya lagi dengan nada penuh rasa sesal. "Maaf, Vio, nggak akan lagi gue minta lo untuk—" belum selesai Rean mengutarakan isi kepalanya, Viona sudah menoleh dan menatapnya dengan senyum terpasang di bibir yang Rean yakin wanita itu terpaksa menampilkannya.

"Lo hebat untuk ukuran pemula. Lo... bisa mengimbangi bagaimana ritme yang gue kasih. Pasti setelah lo nembak cewek itu, dia nggak akan pernah nyesel ciuman sama lo, Re."

Rean menunduk dan tidak membalasnya, pria itu terdiam dan masih merasa apa yang dipintanya adalah suatu kebodohan.

"Tapi..., apa boleh gue tanya. Apa sebegitu penting validasi dari cewek itu soal kemampuan ciuman lo?" tanya Viona hati-hati. Dia hanya perlu tahu maksud sebenarnya dari validasi arti ciuman itu, karena menurut Viona hal itu tidak penting. Lakukan saja ciuman tanpa perlu pengakuan.

Rean akhirnya menaikkan wajah, kemudian mengembuskan nafas dan memasang senyum tipis. "Gue hanya ingin menunjukkan ke dia kalau gue sayang dia. Hanya itu."

Viona menggut-manggut mengerti. "Ya, itu udah cukup membuktikan."

Wanita itu memasang raut normal seperti biasa, kemudian bangkit dari sofa dan beranjak menuju kamar mandi. "Gue mandi dulu," ucapnya menahan canggung. Senyum itu masih dia tampilkan kepada Rean, tetapi sesampainya di dalam kamar mandi, barulah detak jantungnya kembali berpacu kencang. Dia sudah semaksimal mungkin menahan diri untuk tidak terbawa suasana. Sembari membuka hoodie dan baju yang dia kenakan, Viona menatap dirinya di depan cermin besar di hadapannya kini. Apa dia melakukan ide bagus, atau justru malah membuat kesalahan lain?

How to kiss?Where stories live. Discover now