16. 💋 Emotional Damage 💋

11.7K 433 46
                                    

"Hai Rean, maaf kalau gue nggak pamit untuk urusan sepenting ini. Gue harap lo bisa maklum ya sama keputusan yang gue ambil. Semuanya terasa sangat sulit buat gue, Re... Bukan berarti gue nggak menyayangi lo, justru karena gue terlalu sayang dan mengagumi lo membuat diri gue nggak cukup pantas untuk bersanding sama lo.

Lo adalah laki-laki paling baik yang pernah gue temui, lo adalah orang yang paling berani yang pernah gue kenal. Lo mau tau alasan gue nggak ngasih jawaban? Gue minder, Re... Gue merasa orang sekeren lo harusnya dapet cewek yang cakep dan punya karir bagus juga. Bukan suka sama perempuan kayak gue yang sangat-sangat jauh dari standar orang sukses. Lo punya hidup yang sangat baik, maka lo juga harus menemukan yang baik. Dan orang itu bukan gue.

Maafin gue ya... Lo pernah tanya sama gue, apa gue menyayangi lo? Tentu, Re. Gue sayang banget sama lo sampai gue nggak tau gimana cara ngungkapin perasaan itu.

Maafin gue untuk banyak hal yang udah terjadi, hidup sama lo selama dua tahun ini ngasih gue banyak hal yang indah dan menyenangkan. Makasih banyak atas segala usaha yang lo lakukan untuk gue. Menjadi partner dan tutor ciuman lo adalah hal paling indah yang pernah gue lakukan. Dan peristiwa kita pernah tidur bareng, gue nggak pernah menyesalinya. Gue sayang lo 💋"

Rean berusaha terus menghubungi wanita itu dan berharap mereka bisa bicara langsung dan menyelesaikan segala hal yang terjadi, menekan nomor wanita itu untuk menelepon dan menuntut penjelasan rupanya tidak berhasil sama sekali, berkali-kali Rean melakukan panggilan tetapi tidak ada jawaban. Dia meremas stir mobil dengan geram saat hendak menuju ke gedung kantornya yang tinggal menyisakan 5 menit perjalanan, dan keadaan yang terpampang di depan mata adalah kondisi lalu lintas yang begitu padat.

Frustrasi melandanya dan menjadi emosional membuatnya jadi pemarah dan mudah tersulut oleh hal apa saja.

"Maju bajingan!" umpatnya pada kendaraan di depan mobilnya yang tak bergerak saat lampu lalu lintas berubah hijau. Tidak sabar dengan keadaan yang membuatnya naik pitam, Rean menekan klakson berkali-kali sebagai aba-aba bagi pengendara lain bahwa dia sangat buru-buru.

Saat kendaraan di depan sana berangsur bergerak, Rean dengan sisa kesabarannya menginjak pedal gas dan maju secara perlahan. Keadaannya sedang sangat kesal dan dia bisa meledak kapan saja.

Pengendalian emosinya memang masih minim sekali.

Ada sesuatu yang Rean harus lakukan, jika melakukan panggilan telepon sebanyak 38 kali tidak mendapat respons dari wanita itu, maka dia harus mencarinya. Kali ini Rean tidak berharap Viona akan kembali, dia hanya ingin perpisahan secara baik-baik tanpa ada unsur melarikan diri seperti pencuri. Keminderan yang dirasakan Viona bukan masalahnya, dia hanya ingin meyakinkan wanita itu bahwa Viona sangat berarti untuknya dan tidak perlu mengkhawatirkan semua hal.

Satu-satunya harapan Rean adalah Yuji, dia memiliki nomor sang editor yang sudah lama dia simpan di kontak ponselnya. Wanita itu pasti tahu sesuatu, tetapi sekarang dia harus sampai ke kantor dulu dan membelah lautan kendaraan yang begitu memuakkan untuknya.

💋💋💋

"Lo bener-bener, ya!" omel Yuji pada saudaranya itu. "Kalau nggak ada persiapan tuh jangan asal minggat aja. Nggak punya adab lagi nggak pake pamit."

"Gue nggak mau ngebebanin Rean terus."

"Oh, jadi sekarang mau ngebebanin gue gitu? Sinting lo!" Yuji duduk di kursi depan laptop kemudian memasang wajah masam sebab semalam Viona datang ke tempat kosnya tanpa aba-aba. Wanita itu kini sedang rebahan di ranjang milik Yuji dan menggulir layar ponselnya, sejak tadi sibuk memilah-milih tempat kos yang sesuai dengan sisa dana yang wanita itu miliki.

Yuji kesal karena Viona begitu bodoh. Dari tadi pun ponselnya tidak berhenti berbunyi, dapat Yuji duga Rean melakukan spam telepon ke ponsel wanita itu yang mana seisi kamar menjadi berisik.

How to kiss?Where stories live. Discover now