25. Cemburu

323 18 1
                                    

"Ini takdir kita" jawab Bulan.

"Emang lo mau, ngehabisin takdir lo bareng gue?" tanya Laut.

Bulan hanya terdiam menatap lekat wajah Laut.

berbicara soal takdir, ia berfikir bagaimana dengan rencana Tuhan  kedepannya.

Keduanya terdiam dalam beberapa menit, hanya terdengar suara detik jam dinding yang mengisi ruangan itu.

"Laper ga?" tanya Laut sembari menegakkan duduknya.

Bulan hanya melihat Laut dengan tatapan dongonya.

"Pecel Tunanya udah dingin" ucap Laut sedikit terkekeh dengan mengangkat kantong plastik berwarna hitam tersebut.

"Yahhh" keluh Bulan menatap kantong plastik itu.

Padahal ia sangat ingin makan pecel.

Melihat Bulan yang berkeluh-kesah, dengan spontan dan tanpa sadar ia mengelus lembut pucuk kepala milik Bulan.

"Yaudah gak usah sedih, ntar gue beliin yang baru" kata Laut dengan tulusnya.

"Kamu punya uang?" tanya Bulan.

Karena ia tahu betul kondisi mereka saat ini benar-benar berada di fase melarat.

"Tenang aja, pokoknya mulai detik ini lo nggak perlu khawatir soal uang, itu semua tanggung jawab gue" jawab Laut sembari menyampirkan jaket dipundaknya.

Bulan yang melihat Laut pun terkekeh, sifat tengilnya tidak akan pernah luntur pada jiwa seorang Laut.

"Kenapa ketawa?" tanya Laut menatap Bulan.

"Hmm, gak ada sih. Lucu aja liat kamu ngomong perkara tanggung jawab" jawab Bulan.

"Gue serius" ucap Laut menatap lurus pupil mata milik Bulan.

Bulan yang ditatap seperti itu hanya mengangguk pelan sembari menggerakkan bola matanya supaya tidak bertatap dengan Laut.

"Yaudah, gue pergi ya?" kata Laut berpamitan.

Setelah Laut hilang dari pengelihatannya, Bulan bergumam "Dasar bocah tengik" sembari tersenyum.

..

Jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi, walaupun sudah menjelang dini hari. Suara kendaraan masih berlalu-lalang kesana-kemari.

Diatas atap seseorang dengan pandangan lurus tidak teralihkan oleh apapun itu hanya duduk terdiam selama hampir 2 jam.

Gadis dengan Hoodie berwarna coklat itu belum enggan bangkit dari tempatnya, kakinya berayun-ayun diketinggian.

Rambutnya yang tidak panjang itu tertiup oleh angin, sesekali ia memejamkan mata untuk menikmati alunan lagu yang ia dengar.

Telinganya ia sumpal dengan headphone berwarna putih, sesekali ia pun bersenandung.

"Tapi mengapa tiba-tiba seakan kau pergi
Melepas rangkulanmu dan berhenti melindungiku tanpa sebab
Mungkin alam semesta tak menerimanya
Dan waktu tak memberi kesempatannya"

Saat ini yang dirasakan gadis itu hanya kedamaian, tidak ada siapapun yang mengganggunya.

"Tapi setidaknya kau telah merubahku
Dari resah menjadi luka"

Saat ia mengayunkan kepalanya kekiri dan kekanan, tiba-tiba saja ada yang melepas headphone, dengan cepat ia menatap tajam si pelaku.

"Sendiri aja mbaknya, mau abang temenin nggak?" tanyanya mencoba menggoda Bintang, sejurus kemudian ia tersenyum dan menaik turunkan alis tebalnya.

Bulan untuk LautWhere stories live. Discover now