24. Takdir

304 22 1
                                    

"Sotoyy" balas Laut dengan minusnya akhlak.

plakk

"ngga sopan kamu ini" kata Basuki setelah menggampar tengku cucunya itu.

"Kakek sih, ngejek banget" kata Laut.

"Terus ngapain kamu kesini?" tanya Basuki lagi.

"Laut gada tujuan, jadi kesini" balas Laut.

"Sekarang kamu tinggal dimana?" tanya Basuki.

"Di kos, sama dia" balas Laut sejujurnya "Dia juga diusir gara-gara Laut kek, dia dapet banyak masalah karena ulah Laut" ucap Laut penuh sesal.

"Kamu kerja sekarang?" tanya Basuki yang hanya dibalas gelengan kepala oleh Laut.

"Terus anak istrimu, kamu kasih makan apa?" tanya Basuki masih berlanjut.

"Nanti Laut cari" balas Laut.

"Nanti kapan?, keburu laper anak istrimu" jawab Basuki "Gini aja, kamu kerja ditempat kakek" tawar Basuki.

"Kerja apa?" tanya Laut menatap kakeknya serius.

"Jadi cleaning servis" jawab Basuki seadanya.

Melihat cucunya yang sedikit terkejut dengan ucapannya ia pun terkekeh.

"Yang bener dikit ngapa kek" balas Laut sedikit kesal.

"Banyak mau kamu ini, ijaza SMA aja belum punya" jawab Basuki.

"Gamau" balas Laut ketus.

"Kenapa?, mayan nanti kakek gaji harga cucu, gimana?" tawar Basuki lagi.

"Gamau ketemu papa, nanti diejek jadi gembel beneran" balas Laut malas.

"Yaudah mau mu gimana?" tanya Basuki.

"Gatau bingung" jawab Laut.

"Nenek dimana?" kini giliran Laut yang bertanya.

"Tidur" jawab Basuki.

"Yaudah Laut mau pulang" ucap Laut bangkit dari duduknya.

"Tunggu disini dulu sebentar" cegah Basuki.

Laki-laki tua itu berjalan kearah pintu meninggal Laut sendiri di teras rumahnya.

Laut menatap lama Langit malam yang gelap tanpa adanya Bintang.

Malam ini benar-benar sunyi, namun isi kepalanya selalu saja berisik, ia bingung kemana ia akan melangkah.

Lama terdiam, tiba-tiba bahunya ditepuk pelan oleh kakeknya.

"Jangan lesu gitu, muka kamu tambah jelek kalau diem" ejek Basuki yang tidak di gubris olehnya.

"Buat kamu" kata Basuki menyodorkan amplop cokelat yang tebal tersebut.

"Ga usah kek, Laut mau belajar mandiri mulai sekarang" kata Laut yang sudah bisa menebak isi didalam amplop tersebut.

"Yaudah nanti klo butuh apa-apa jangan sungkan minta sama kakek ya?" ucap Basuki yang dibalas anggukan kepala oleh Laut.

Setelah itu Laut pamit untuk Pulang.

.

Samudera memijit pangkal hidungnya sehabis mendapat telepon dari ayahnya, Basuki.

Kini ia berada di ruang tamu sendiri, hanya menunduk diam didalam kesunyian.

"Sam" panggil Embun, wanita itu berjalan mendekati suaminya, sembari membawa satu cangkir kopi ditangannya.

"Minum dulu" kata Embun memberikan cangkir tersebut kepada Samudera "Kenapa tiba-tiba kebangun?" lanjutnya bertanya.

Samudera masih terdiam, ia menatap lama pupil mata milik istrinya, kemudian menghembuskan nafas gusar.

"Kita nikahkan Laut dengan gadis itu" ucap Samudera serak.

"Nggak bisa" sarkas Langit, laki-laki ini berjalan menuruni tangga.

Samudera dan Embun sontak menatap wajah putranya itu.

"Maksud papa apa?" tanya Langit dengan wajah yang sedikit memerah karena menahan kesal.

"Gak ada cara lain, Ngit" jawab Samudera.

"Tapi gak harus cara ini pa, Bulan masih sekolah, dia punya masa depan yang harus dicapai" ucap Langit menyangkal pendapat ayahnya.

"Kamu pikir cuman gadis itu yang punya masa depan?, masa depan kakak kamu juga hancur. Papa sama mama udah mencoba menata serapi mungkin masa depan kalian, tapi ini yang terjadi" ucap Samudera.

"Papa mohon, kali ini jangan egois, kasian kakak kamu" kata Samudera suaranya tercekik.

Bagiamana pun Laut tetap anaknya, ia memperlakukan Laut seperti itu hanya untuk memberikan hukuman, bahwa menjalani kehidupan tidak semudah yang ia bayangkan.

"Langit ga bisa ngelepasin Bulan gitu aja pa, Langit ga bisa. Orang yang Langit cinta tiba-tiba jadi kakak ipar Langit" Langit sendiri dibuat gundah dengan semua ini.

Perasaan kepada Bintang, perasaan kepada Bulan, terkadang ia juga bingung dengan perasaannya.

Samudera mengacak frustasi rambutnya, pria itu mendongak menatap langit-langit, mencoba memikirkan cara lain untuk mengimbangi keadaan Laut ataupun Langit.

Embun hanya terdiam ia seakan-akan bungkam. Ia terlampau terpuruk menyalahkan diri sendiri karena tidak bisa menjadikan putra sebagai laki-laki yang benar.

"Papa bakal cari cara lain, tapi kalau gada cara yang bisa menyelesaikan masalah ini, papa bakal tetap pilih cara awal" ucap Samudera.

"Tap.." Langit hendak menyangkalnya namun saat ingin memberikan pendapat Samudera terlebih dahulu menyangkal.

"Ini bukan negosiasi, ini keputusan papa" sangkal Samudera lalu hendak meninggalkan istri beserta anaknya begitu saja.

"Papa pikir Bintang bakalan diem aja?" tanya Langit.

Langkah Samudera terhenti mengingat gadis pujaan Laut, yang tidak lain dan tidak bukan adalah sahabat Langit sendiri.

"Gadis sialan itu" umpat Samudera didalam hatinya lalu tetap melangkah pergi

"Ma.." panggil Langit ia kesal, marah namun ia juga bingung ingin marah kepada siapa.

"Mama gabisa apa-apa Ngit" ucap Embun memeluk anaknya.

.

Jam sudah menunjukkan pukul 02.00 pagi, Bulan terbangun dari tidurnya, ia tidur cukup lama sejak kejadian Bintang.

Gadis itu menatap lama kearah Laut yang tidur tepat disamping, cowok itu tidur dengan posisi duduk.

Kasian, hanya itu yang ia lihat dari Laut, namun disisi lain ada rasa sedikit benci kepadanya.

"Laut, maafin aku ya, selalu ngerepotin kamu" ucap Bulan lirih.

Laut membuka matanya, sebab sedari tadi ia memang tidak tidur, namun hanya menutup mata supaya bisa tertidur.

Bulan tersentak sedikit malu.

"K-kamu belum tidur?" tanya Bulan mencoba mengalihkan.

"Kenapa minta maaf?, kamu ga salah lan" kata Laut "sejak awal ini salah aku, kamu jadi dapat banyak masalah" lanjutnya.

Bulan menggeleng pelan.

"Ini takdir kita" jawab Bulan.

"Emang lo mau, ngehabisin takdir lo bareng gue?" tanya Laut.

Bulan hanya terdiam menatap lekat wajah Laut.

berbicara soal takdir, ia berfikir bagaimana dengan rencana Tuhan  kedepannya

happy reading

jangan lupa voteeeee dan komennn yaaaaa

makasihhhh semuanya 💐💐💐💐


Bulan untuk LautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang