Part 31

1K 94 3
                                    




Senopati Byakta berdiri di samping Sang Maharaja, sesekali ia memberikan informasi terkait persiapan pasukan yang telah hampir selsai seluruhnya. sang Maharaja menganguk dengan puas dengan apa yang Senopatinya ini kerjakan.

"Terlihat sangat sempurna dan megah, menunjukan bagaiman berjayanya kerajaan Harkapura kini Senopati.
Maharaja menepuk bahu Sang Senopati. "Seperti biasanya Senopati, selalu sempurna seperti apa yang selalu dirimu akakerjakan. Persiapannya tingal sedikit lagi, apa kau akan kembali ke kediamanmu terlebih dahulu?"

Byakta menundukan kepalanya penuh hormat. "Mohon Izinkan saya untuk kembali ke kediaman sebelum keberangkatan Maharaja." Byakta menundukkan kepalanya dengan tangan yang di katupkan di depan keningnya.

Maharaja Sri Wicaksana tersenyum, di dalam diri raja itu ia berusaha menahan jiwa jahilnya yang ingin memberontak keluar lalu mengeluarkan kalimat-kalimat godaan juga gerlingan mata usil. "Ya aku mengerti Senopati, Kau telah memiliki istri. Kau harus berpamitan kepadanya sekarang,  hmm kau juga bisa membawanya memasuki istana ketika kau melakukan upacara pelepasan dua hari lagi." Akhirnya hanya bisa seperti itu saja yang keluar, Senopati dan segenap pejabat istana akan menceramahinya sampai kupingnya merah jika ia mengeluarkan sifat usil sedari lahir yang dimiliki Maharaja.

Senopati Byakta menggelengkan kepalanya. "Ada yang tidak bisa dilakukan di istana bersam Istriku Maharaja." Mendengar hal tersebut Maharaja sudah tidak sanggup lagi menanggung wibawa seorang Raja, ia tertawa dengan puas mengerti maksud perkataan Senopatinya ini.

"Hahaha Senopatiku yang perjaka sudah merasakan hal seperti  itu ya, hmm apa kau mau kuberikan selir lainnya? setiap wanita memiliki rasa yang berbeda Senopati, setidaknya harus memiliki 10 di kediamanmu, itu akan sangat sempurna."

Byakta memberikan hormat. "Mohon maaf saya menolak tawaran Maharaja, seperti yang Maharaja tahu saya terlalu sering bepergian sehingga sangat jarang berada di kediaman. memiliki terlalu banyak istri kurang cocok untuk orang yang sering berkelana seperti saya. Memiliki seorang istri saja merasa tidak tega meninggalkannya seperti ini, jika memiiki banyak istri saya benar-benar merasa tidak sanggup."

Maharaja Menggeleng-gelengkan kepanya kecewa, namun ia bisa menerima keputusan senopatinya. "Kau ini orang yang hebat Senopati, sangat di sayangkan jika hanya memiliki satu wanita di dalam kediamanmu. Kediaman Rajawali memang tidak pernah memiliki hasrat yang besar terhadap wanita sejak zaman kakekmu, kalian hanya menikahi satu wanita seumur hidup, sangat di sayangkan tidak bisa mencicipi surga dunia, hahh sudahlah."Desah Maharaja kecewa, karena sahabtnya tidak mengikuti jejaknya, yaitu memiliki banyak wanita.

"Tapi memang memiliki banyak wanita juga berarti memiliki berbagai macam masalah baru. mereka kadang membuatku pusing karena meributkan hal tidak penting di harem ku. untung saja permasuriku selalu bisa mengendalikan harem."

Byakta hanya tersenyum tipis, mengingat adiknya tidak benar-bener menjaga harem dengan baik. Kelakuan Maheswari kadang membuat Byakta pusing atas masalah yang di buat adik tercintanya itu. "Hm apa Permasuri akan kembali ketika upacara pelepasan ku Maharaja?"

Maharaja Sri Wicaksana mengemudikan bahunya tidak tahu. "Dia belum membalas suratku Senopati, prajurit bayangan melapor padaku Permasuri akhir-akhir ini sangat suka berada di kamarnya saja."

Dari kejauhan Maharaja dan Senopati Byakta melihat Arangga menaiki kuda yang berlari kencang, Arangga dengan gesit menarik tali kekang itu untuk menghentikan laju kuda. Kuda itu berhenti walaupun hampir menghempaskan Arangga dari punggung si kuda. "Hm nampak dari wajahnya dia punya berita yang bagus."bisikan pelan Maharaja yang diangguki dengan yakin oleh senopatinya itu.

Arangga dengan berjalan seribu langkah sudah sampai di depan mereka begitu saja, wajah gembiranya tercetak sangat jelas dengan bibir yang terus tersenyum dan binar mata suka cita yang bisa membuat para prajurit yang berada di sekitaran mengawasinya diam-diam.

Cinta Sang SenopatiWhere stories live. Discover now