Part 15

1K 112 0
                                    




Byakta POV

Untuk pertama kalinya dalam hidupku, ku temukan seseorang yang mampu menggetarkan hatiku dengan lengkungan indah di bibir mungil itu. Ketika pertama kali matanya yang sebening permata itu menatapku, belum lagi dengan lengkungan indah di bibir tipisnya itu yang benar-benar membuat seakan dunia yang kupijak ini berhenti berputar, sudah ku putuskan bahwa aku akan memilikinya, begitu juga dia yang akan memiliki sepenuhnya oh bahkan dia sudah mengambil seluruhnya dariku.

Akalku mencoba sekali lagi menguji keinginan hati ini dengan cara mencoba melepaskannya, dan akalku tertawa ketika hati ini terasa amat pedih ketika ia akan menjadi milik Maharaja. Baiklah kurasa ini saatnya bagiku untuk membuat dunia baru, dimana kuletakkan ia disampingku oh permataku, kuharap suatu saat kudapati engkau juga memiliki debar yang sama kepadaku, jika tidak! mohon maafkan aku yang tidak akan pernah membiarkanmu pergi.

Hari ini kau mendekapku erat dengan helaan nafas penuh dengan kelegaan. permataku, kau mulai membuatku berpikir bahwa kamu memiliki debar yang sama denganku dan jangan salahkan aku karena mulai saat ini aku akan selalu mendekapmu dengan erat jikapun dekapanku terlalu erat tenanglah, karena nafasku ini pun milikmu yang bisa dengan senang hati kubagi untukmu .

Ku Tunggangi kudaku disamping tandu yang tirainya kau biarkan terbuka,rambutmu berkibar selayaknya kain sutra yang lembut. sebenarnya aku sedikit cemburu ketika ada pria yang melirikmu namun aku akan membiarkanmu melihat dunia yang ku ciptakan ini.

"Ini sangat indah, aku tidak percaya aku akan berada ditempat seperti ini." Astaga kau membuatku senang bukan main dengan ucapanmu permataku.

Kusadari matamu mulai melihatku. "Senopati Byakta um... apa yang akan kulakukan di kediamanmu? Apakah aku akan menjadi pelayan?" Huh bisa-bisanya dia berpikir aku akan menjadikannya pelayan ketika aku membawakan tandu yang paling indah milik ibunda untuk ia naiki.

Ku tatap sekilas wajahnya yang menatapku lekat, astaga bisa-bisanya ia memandangku dengan mata berbinar penuh dengan penasaran dan bibir yang sediki terbuka. Aku benar-benar tidak sanggup melihatnya. "Pelayan? Aku sudah memiliki banyak pelayan, aku tidak membutuhkan itu sudahlah tutup tiraimu. Kenapa orang-rang itu terus memperhatikan Anjani apa perlu aku mengusulkan peraturan tentang larangan menatap, melirik, melihat Anjani pada maharaja? Agar Rakyat Harkapura menjadi Rakyat yang paling sopan.

Aku masih bisa mendengar gumaman permataku. "Kenapa dia sangat galak si!" Huh apakah aku terlihat galak? Kurasa itu aura paling lembut yang pernah ku keluarkan selain pada keluargaku juga Maharaja.

Setelah kembali ke rumah, kukira aku akan menghabiskan banyak waktu dengan Anjani tapi ternyata banyak sekali urusan yang harus kuselesaikan. Sudah seminggu lamanya aku tidak bisa menemui Anjani semenjak kedatangannya, pasti permataku merasa sangat kesepian.

Aku berusaha fokus ke pedangku, walaupun hatiku memaksaku memikirkan Anjani. "Senopati izin melapor. " Arangga membawa gulungan kecil yang berasal dari burung Rajawali yang membawa pesan.

Dari nada suara Arangga, aku tahu itu berita penting."Katakanlah Arangga." Kuhentikan latihanku.

Arangga melangkah mendekat. "Ini berkaitan dengan Raden Jaka Senopati, putra dari Raden Raka. Raden Jaka berhasil kembali ke istana pusat dengan selamat." Ah keponakan Anjani itu. Rupanya berhasil kembali ke Istana dengan baik, untuk anak berumur delapan tahun yang hanya ditmemani penjaga biasa ia sangat beruntung bisa kembali dengan selamat.

"Lalu?" Arangga menatapku dengan serius. "Senopati, Raden Raka dimasukkan kedalam militer, menurut rumor yang beredar ia memiliki kemampuan yang sangat bagus bahkan mereka bilang dimasa yang akan datang anak itu bisa menyayangimu." Ah pantas saja ia bisa lolos dari kejaran pasukanku, ternyata ia memang istimewa.

Aku tahu anak itu sangat menyayangi bibinya, kurasa Jani adalah salah satu alasan ia bergabung ke militer. "Perintahkan pasukan rahasia untuk mengirim pesan kepada Raden Jaka. Jika Raden Jaka ingin bersama bibinya ia bisa datang ke Harkapura, aku akan menerimanya dengan tangan terbuka jika dia mau. Jika tidakpun tida akan ada masalah, hanya saja ia tidak bisa melihat bibinya seumur hidup." Terbayang wajah Jani yang sedang tersenyum kepada Raden Jaka, sudahlah aku menyerah untuk menaha rasa rindu ini.

Kulakukan penghormatan untuk pedangku. "Senopati apa anda sedang tidak sehat? Sebentar sekali anda berlatih." ya biasanya aku akan berlatih dari matahari terbit hingga terbenam, namun ini masih tengah hari.

"Ya kurasa hatiku tidak bisa menahan Rindu Arangga, kau berlatihlah! sejak kembali kau belum pernah melihatmu berlatih." Langkahku belum cukup jauh, masih kudengar gumaman Arangga 'kukira Byakta tidak akan punya kisah cinta, tidak kusangka ia bisa tergila-gila pada seorang wanita' kau benar Arangga, kukira aku tidak akan pernah mengalami hal seperti ini, namun aku salah besar ternyata Anjani berhasil meruntuhkan nya entah dengan cara apa.

Byakta pov end

Satu minggu ini Anjani sangat sibuk dengan segala macam peraturan dan adat istiadat yang diajarkan nenek dan Rukma, kepalanya terasa akan meledak sebentar lagi karena menerima sangat banyak informasi yang harus dicerna. "Kau sangat hebat Anjani, kau sangat pintar seperti cucuku hahaha" tawa bahagia keluar dari wanita tua itu.

"Terimakasih atas pujiannya nenek." Anjani tersenyum, setidaknya di dunia ini ada yang memujinya, ketika berhasil melakukan sesuatu tidak seperti di dunianya yang sangat sepi.

Sejujurnya Anjani sangat menikmati waktu yang dihabiskannya seminggu ini bersama dengan keluarga Byakta, hidupnya menjadi terasa hangat dan penuh dengan warna. Hal yang tidak bisa dirasakan gadis sebatang kara yang tidak memiliki teman dekat dan keluarga.

Jani merasakn tangan yang mengelus kepalanya. "Byakta? Kau sudah selesai berlatih nak?" Rukma merasa cukup heran, tidak biasanya putranya itu kembali di siang hari begini biasanya kembali saat makan malam, setelahnya pun ia akan kembali ke tempat pelatihan atau mengurus kepentingan militer tapi semenjak ada calon menantunya itu Byakta menjadi lebih sering berkunjung.

Byakta duduk disamping Jani. "Iya ibunda, aku ingin makan siang bersama dan mengajak Jani keluar kediaman." Byakta. Mengelus pundak Jani dengan lembut sementara mata Jani membola dengan terkejut.

"Ya emang kau keterlaluan, setelah membawanya kesini kau mendiamkannya begitu saja. Sudah seharusnya suami istri menghabiskan Watu bersama."serangan keterkejutan kedua menghampiri Jani, suami istri kata Rukma? Jani tidak menyangka akan diakui seperti ini, rasanya sangat aneh mendengar status yang tersemat padanya.

Kemudian dahi gadis itu mengernyit bingung. "Bukankah pernikahan kami belum dianggap sah di Harkapura Ibunda?" Setau Jani status gadis itu masih belum jelas di Harkapura, dirumah ini, atau dimanapun tempatnya didunia ini.

Rukma berdecak pelan. "Walaupun pernikahan dengan cara Harkapura tapi itu tetap pernikahan Anjani. Byakta dan kami pun sudah mengakuimu menjadi istri dan bagian dari keluarga kami. Hanya saja dengan secara resmi dan untuk diakui disini kita harus melakukannya lagi." Alibi Rukma kepada menantu yang menurutnya polos itu, sebenarnya keluarga Byakta dan khusus nya Rukma hanya ingin mengadakan pesta dengan meriah dirumah ini, mengingat sedikitnya anggota keluarga dirumah membuat kediaman ini sangat jarang melakukan perayaan.

"Sudahlah nanti kita bahas lagi, waktuku tidak banyak ibunda. "

_
_
_
_
_

Cinta Sang SenopatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang