Part 10

1.2K 116 0
                                    





Malam harinya Pesta perjamuan diadakan dengan dengan cukup meriah, para penari diundang ke ketengah-tengah Aula perjamuan dengan arak sebagai pelengkap sajian malam pernikahan. Jani duduk disisi Byakta dengan tenang sambil menyantap hidangan yang disuguhkan dengan pelan, sesekali Byakta menatap wajah Jani yang nampak sangat antusias dengan mata yang bersinar menyaksikan tari Jaipong.

Jani POV

Tidak pernah kusangka aku akan menikah dan mengadakan pesta seperti ini, benar-benar jauh dari bayanganku , kukira aku hanya akan melangsungkan pernikahan secara keagamaan dan tanda tangan dokumen saja namun lihatlah seluruh pesta yang amat meriah Ini, rasanya aku ingin pingsan karena jiwa introvert ku meronta-ronta ingin kabur.

Syukurlah sebuah tarian dimulai, aku benar-benar kagum menyaksikan tari tradisional yang belum bisa disebut tradisional saat ini, aura yang dipancarkan para penari saat ini entah mengapa lebih kuat dan sakral.
"Saat tarian belum dimulai wajahmu sangat tegang nyai, kurasa tarian itu berhasil mengalihkan kegugupan mu ketika duduk di sampingku" suara Byakta berhasil menyadarkanku dari tarian yang membius, orang ini sangat mengesalkan memang.

"Ini mungkin akan menjadi pesta terakhirku Senopati, jadi sekali ini saja! Biarkan aku bersenang-senang"

"Jadi maksudmu kau tidak akan senang ketika kau kubawa ke kampung halamanku?" Tidak kusangka Byakta ternyata orang yang cukup cerewet juga, dia cukup membuatku kesal kuharap aku akan cepat pergi dari sisi pria ini.

Aku mendengar Suara kegaduhan dari luar aula, terdengar seperti  suara besi yang bertabrakan dan pedang yang beradu. Rupanya Senopati Byakta sudah memulai penyerangan, tubuhku menjadi kaku untuk sesaat namun ku usahakan untuk menyembunyikan rasa takutku dan bersikap tenang selayaknya tidak terjadi apa-apa.

"Senopati Byakta, aku kira kita sudah menjadi kawan ketika kau setuju untuk  menikahi adikku, tidak kusangka kau mengerahkan pasukan untuk melakukan penaklukan HAHAHA tapi tidak apa-apa Senopati, disini aku juga sudah memiliki persiapan"Raka berbicara dengan santai dari atas singgasananya seolah-olah dia sudah tau apa yang akan terjadi, disusul oleh barisan prajurit dengan tameng mengerubungi Raka.

"Kuakui Raden Raka memang orang yang waspada, tapi itu bukan masalah besar bagiku Raden" Byakta berdiri,  menyambut kehadiran Arangga dan pasukannya yang berhasil menembus pertahanan dan memasuki aula perjamuan dengan pedang yang berlumuran darah.

Arangga menghampiri Byakta dan menyerahkan salah satu pedang yang ia bawa "apakah aku membuatmu menunggu terlalu lama Senopati?" Byakta tersenyum miring, jujur aku mulai merasa dia cukup seram sekarang.

"Sama sekali tidak terasa lama Arangga, kehadiran istriku berhasil  membuatku terhibur" Byakta tersenyum kearahku dengan tangan yang memberikan perintah kepada prajuritnya untuk mulai menyerang para tamu yang hadir, seketika aula perjamuan yang tadinya dipenuhi kesenangan dipenuhi dengan suara jeritan dan makian serta darah yang bersimbah mengotori Aula.

Suara bibi Laksmi sangat tenang, seakan-akan ia sudah tidak masalah dengan kejadian seperti ini "Nyai mari kita pergi lewat pintu samping, disini sudah tidak aman" aku segera berdiri  dan mengikutinya tanpa kata, aku merasa nyawaku sudah melayang jika terus melihat pertumpahan darah yang sangat mengerikan.

*****

Aku dan bibi Laksmi kembali kekamar, dengan segera wanita setengah baya itu merapikan barang bawaan yang memang sudah dipersiapkan dengan tenang. walaupun seorang prajurit Senopati terus mengamati gerak-geriknya dengan lekat namun aku tidak melihat adanya gerakan orang sedang khawatir atau apa pun itu dia terlihat seperti berberes-beres biasa dengan senandung kecil.

Cinta Sang SenopatiWhere stories live. Discover now