Part 38

970 81 7
                                    







Bagi seorang dengan kecerdasan, siasat, kelihaiannya dalam menghadapi pertarungan, ditambah lagi kuatnya armada pasukan yang dimiliki oleh Senopati Byakta yang berasal dari tanah Harkapura.

Menaklukan seonggok tanah kecil dan miskin seperti panggaluh bukanlah hal yang terlalu sulit, malam ini panggaluh menemui titik akihr dari pemerintahan yang di impikannya, Raden Surya yang menjanjikan mimpi-mimpi setinggi langit untuk tanah yang di pimpinnya juga mimpi-mimpinya untuk mensejahterakan panggaluh.

kini hanyalah menjadi sepotong kepala tak berharga di tangan Senopati bengis yang malam ini melesatkan taringnya tidak mengenal ampun untuk siapapun yang menentang kuasanya juga menyakita sang belahan jiwa.

lagi-lagi fajar kemasan yang perlahan akan menduduki takhtanya terlihat seperti langit yang merestui sebuah kejayaan kembali terlihat. Senopati Byakta berdiri di depan kediaman sekaligus poros pemerintahan Panggaluh, kediaman dengan undakan tangga yang harus dinaiki lebih dulu ini menjadikan Senopati Byakta harus melihat kebawah untuk melihat para pemberontak yang sudah melanggar janji setia atas nama Harkapura juga Maharaja.

Para tetua, bangsawa, juga pejabat dengan tangan terikat menatap dengan tajam sosok Senopati jelmaan iblis yang ada di hadapan mereka.

"Untuk apa kami mengikuti negri iblis seperti kalian, negri yang meminum darah manusia untuk menjadi kuat juga mendapat kekuasaan TIDAK AKAN KAMI IKUTI HINGGA MATI!"teriak seorang tetua paruh baya dengan tatapan yang nyalang.

Byakta terkekeh dengan mata yang menyorot tajam pada tetua paruh baya, Byakta dengan tepat melempar kepala Raden Surya yang berada di tangannya hingga jatuh kepangkuan pria paruh baya itu, membuatnya segera berdiri dengan mata yang terbelak terkejut, namun segera di dudukan paksa kembai oleh seorang prajurit yang berada di belakangnya.

Byakta turun dari anak tangga menuju bawah, tempat orang-orang penting Panggaluh di ikat dengan masing-masing algojo yang siap menebas leher mereka. "Jika matamu tidak memutih dan hampir buta seperti itu, kau akan menyadari kami lebih suka menebas leher dari pada meminum darah." Byakta menyeringai puas setelahnya. "karna kau tidak bisa melihatnya, maka rasakan saja secara langsung sepuh."

Byakta memberikan kode untuk para algojo menebas leher mereka, namun tiba-tiba seorang wanita berteriak histeris sambil berlari ke arah Byakta dan berlutut di depan Senopati Harkapura ini.

Ah Byakta tidak menyangka wajah seorang wanita yang pernah menuduh istrinya mencuri akan bersimpuh dengan tangan yang terkatup tinggi akan memohon belas kasih yang terlihat menyedihkan pada akhirnya. "Kumohon ampuni nyawa suamiku Senopati, aku akan memberikan apapaun termasuk diriku untukmu." mohon gadis itu, dengan kilatan mata yang terselip godaan walaupun berkaca-kaca.

Byakta mengangkat dagu gadis itu, memperhatikan dengan seksama lalu melepaskannya. "Aku tidak ingin tidur denganmu, tapi prajurit akan senang untuk hadiah malam ini Nyai." Seringai Byakta.

Gadis itu menggeleng tegas. "Aku hanya menawarkan diriku untukmu." Arangga yang mendengar itu tertawa sinis, menyadari yang wanita muda itu bukan pengampunan nyawa suaminya, melainkan menjadi selir Senopati.

"Aku akan menceritakan kejadian ini pada Raden Ayu." bisikan Arangga memancing lirikan setajam elang dari mata Byakta, Arangga hanya bisa merutuki kebodohanya yang melupakan betapa tajamnya telinga sang Senopati.

*****

Jani POV

Senopati Byakta, Harkapura, Panggaluh, beserta orang-orang yang termasuk di dalam masa ini.

Masih tidak dapat kumengerti mengapa mereka semua tidak pernah ada di catatan manapun yang pernah kubaca, apakah aku sungguh memasuki dunia lain seperti apa yang sering dibicarakan para pendaki? Kuakui terkadang orang-orang ini seperti meniliki suatu kekuatan ajaib yang selalu membuatku bertanya-tanya tentang kelogisan hal tersebut bisa terjadi, contohnya seperti luka cambuku yang sudah sembuh ketika aku terbangun di pagi ini.

Cinta Sang SenopatiDove le storie prendono vita. Scoprilo ora