Part 19

1K 83 3
                                    







Jani duduk dengan lesu mendengar gurunya menceritakan silsilah-silsilah bangsawan Harkapura sejak matahari terbit hingga sudah berada tepat berada diatas kepala belum kunjung menemui jalan akhir, tidak entah sekalipun Gadis muda itu membayangkan akan menghafal orang-orang dari kerajaan masa lalu seperti ini.

Di lain sisi Jani merasa sangat tertarik dengan materi pembelajaran hari ini namun tubuh dan otaknya tidak bisa berbohong tentang betapa lelahnya melakukan ini. Biasanya dia akan belajar dengan posisi semaunya di rumah, namun disini ia harus duduk dengan sikap dan tutur kata yang sudah di setting sedemikian rupa, sesuai dengan ketentuan wanita bangsawan Harkapura.

Tanpa disadari Jani, guru yang mengajarnya tersenyum melihat betapa tekun murid yang baru diajarnya semenjak 2 hari yang lalu. "Raden ayu sama rajinnya dengan Permaisuri Maheswari." Guru yang nampak seumuran dengan Putri Rukma itu tersenyum dengan tulus sambil mengingat-ngingat anak didiknya yang telah menjadi permaisuri itu.

Sementara Jani cukup terkesan dengan guru yang dipilihkan Putri Rukma untuknya, tidak main-main. "Jadi Nyai juga pernah mengajar Permaisuri Maheswari? Wah luar biasa!" Sang Nyai tersenyum senang mendengar pujian yang tidak pernah didapatkannya itu.

"Ya Raden Ayu, saya mengajar Permaisuri Maheswari saat usianya menginjak delapan tahun hingga sepuluh tahun, wanita yang sangat lembut, anggun, dan pintar." Bangga Nyai Logam.

"Lalu apakah Nyai pernah mengajar Senopati?" Tanya Jani dengan mata berbinar, membuat Nyai tertawa melihat betapa semangatnya gadis muda itu.

"Ya pernah, tapi aku tidak sanggup." Untuk sesaat mata Nyai logam nampak berkelana cukup jauh dengan kening yang mengerut. "Ya... aku hanya mengajar Senopati Byakta selama dua bulan karena aku tidak sanggup menghadapi kenakalannya disaat hamil anak pertamaku, Raden Ayu." Jawab sang nyai sambil tersenyum mengingat masa-masa itu.

Sementara Jani bertambah penasaran dengan jawaban yang diutarakan itu. "Senopati Byakta pernah nakal juga, aku kira dia sudah menjadi laki-laki batu semenjak dahulu."

Nyai Logam tidak mengerti dengan bahasa Jani, Jani kembali melanjutkan ucapannya. " hmm maksudnya pria pendiam, kaku, terlihat sedikit angkuh dan otoriter." Nyai logam tertawa dengan dengan lepas.

"HAHAHA jadi itu namanya pria batu, hulu aku baru tahu jika putri Rukma dan nyonya mendengar ini mereka pasti akan tertawa.... Tapi Senopati Byakta sebelum dikirim ke padepokan adalah orang yang jahil, nakal, dan sangat sulit diatur oleh siapapun. Senopati kecil selalu memiliki strategi untuk keluar dari permasalahan yang dihadapinya, ya kurasa ia sudah memiliki bakat menjadi seperti sekarang semenjak kecil. Kakak beradik itu bukankah membanggakan nyai?" Jani hanya mengangguk singkat menyetujuinya.

"Baiklah.. hmm waktu belajar kita sudah selesai Nyai, beristirahatlah kau pasti sangat lelah." Nyai logam pamit pergi dari ruang belajar yang berada dikamar Jani.

Jani langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur begitu Nyai Logam keluar.  Tubuhnya terasa sangat pegal, Jani merasakan sang bibi yang mengelus-elus kepalanya dengan lembut. "Bibi tolong pijat pinggangku juga, disini sangat pegal bibi." Rengek gadis itu sambil menepuk-nepuk pinggangnya yang panas sekaligus pegal.

Tangan sang bibi dengan segera mengelus pinggang gadis itu, membuat jani mengeluarkan desahan nyaman dengan suara nyaring. "Ahh ya di situ bibi hmm sangat nyaman." Tangan itu seketika berhenti mengelus pinggangnya.

Jani seketika berbalik ketika tidak merasakan tangan sang bibi lagi. "Loh bibi Laksmi kok aku ditinggal gitu aja." Sebal gadis itu namun matanya yang suda mengantuk tidak bisa ditahan lagi dan jatuh tertidur dengan lelap.

Byakta dengan wajah nampak akan menghamburkan amarahnya keluar dengan langkah lebar dari kamar Jani, jantungnya terasa berdeba-debar. Byakta berpapasan dengan dua dayang ibunya yang nampak membawakan camilan siang untuk Jani.

Cinta Sang SenopatiWhere stories live. Discover now