26. 💋 Red Dress Effect 💋

Start from the beginning
                                    

Sesampainya di kantin, beberapa staff yang duduk dan menikmati makan siang mereka menaruh tatap pada Rean. Pria itu tak berniat menggubris dan mengambil makanannya dalam diam dan tenang, tetapi saat dia duduk dan hendak menyantap hidangan itu, ada saja mulut dan omongan yang membuat nafsu makannya terjun bebas.

"Re, gue denger lo nolak Twinsi ya kemarin? Gue kira kalian deket selama ini tuh emang pacaran, ternyata nggak toh?"

"Kata siapa?" tanya Rean datar, dia tak berniat menatap lawan bicaranya yang berada di meja sebelah. "Yaelah, hal begitu mah cepet banget nyebar ke mana-mana. Kenapa sih? Kepo gue, Twinsi kan cantik masa lo nggak suka?"

"Harus banget gue ngasih alasan ya?" balas Rean lalu mendongak dan menyisir tatapannya pada empat orang yang duduk di meja sebelah. "Urusan gue nolak Twinsi ngaruh ke gaji kalian nggak? Itu urusan pribadi, nggak etis dibicarain saat lagi makan gini." Tanpa menyentuh makanannya, Rean bangun dari kursi dan melenggang pergi. Dan para staff yang iseng menanyainya tadi mendadak diam semua. Menyebalkan sekali, ingin makan dengan tenang saja rasanya susah.

Memilih membeli roti dan kopi untuk makan siang dan beralih ke atap untuk menikmati waktu sendiri, ternyata keberuntungan sedang tidak berpihak kepadanya. Di dekat pagar pembatas, Rean melihat Twinsi sedang duduk di dekat toren air sambil memakan bola-bola nasi rumput laut yang Rean yakini itu adalah bekal.

"Hai," sapanya lembut pada pria itu lalu tersenyum seperti biasa. Rean yang semula ingin pergi lagi mencari tempat lain tidak bisa melangkahkan kaki sebab hal itu pasti membuat Twinsi tersinggung. Dia berjalan mendatangi wanita itu dan duduk di sebelahnya.

"Kamu makan siang di sini juga?" tanya Twinsi ingin tahu. "Aku menghindari kantin, semua orang ingin tau sama hubungan kita. Aku capek banget jawabnya."

Rean tidak tanya, tetapi wanita itu dengan senang hati menjelaskan. Posisi mereka sama, baik Rean mau pun Twinsi, keduanya sama-sama menjadi bahan gibahan sejagad kantor, dan itu sungguh membuat tidak nyaman.

Mengunyah roti dan makan dalam diam, baik Twinsi dan Rean sama-sama membisu karena canggung. Tidak seperti biasanya yang mereka lakukan adalah melempar ledekan dan candaan satu sama lain.

"Maafin aku, Kak. Semuanya gara-gara aku terlalu gabut ngelihatin postingan kamu kemarin. Orang-orang lihat dan nanya-nanya di saat aku dalam kondisi nggak stabil." Twinsi berhenti mengunyah lalu menatap sendu wajah lelaki itu. "Aku terlalu suka sama kamu makanya nggak bisa nerima saat tau kamu pacaran sama perempuan itu."

Menghela nafas lelah, Rean menoleh dan menatap wajah cantik rekan kerjanya itu. "Hal seperti ini yang bikin aku nggak mau punya hubungan khusus sama rekan kerja. Pasti jadi bahan omongan. Sekarang kamu tau kan gimana efeknya."

Twinsi mengangguk pelan, dia mengerti dengan situasi mereka yang sangat menjengkelkan ini.

"Aku mau tanya boleh?" tanya Twinsi pada pria itu. Rean mengangguk saja untuk segera menyelesaikan percakapan mereka.

"Hal apa yang bikin kamu suka sama perempuan itu--" Belum selesai Twinsi mengajukan pertanyaan, Rean sudah menautkan alis tidak suka sebab panggilan wanita itu terhadap Viona masih belum berubah. Rean sangat tidak suka mendengarnya. "Namanya Viona," peringat Rean tegas.

Twinsi mengangguk mengerti dan meminta maaf, "Oh, maaf. Aku belum terbiasa. Maksudku Kak Viona. Hal apa yang bikin kamu suka sama Kak Viona yang nggak ada dalam diri aku?"

Rean tak ragu dalam menjawab hal itu, dia tidak pernah kesulitan untuk menjabarkan begitu banyak hal sebabnya menyukai Viona sejak menjadi mahasiswa baru di kampus yang sama.

"Karena dia nggak pernah malu menjadi diri sendiri. Kalau ditanya alasan krusial, tentu ada banyak. Nggak mungkin disebutin satu-satu. Kadang rasa cinta dan sayang itu nggak butuh alasan dan penyebab. Aku suka sama Viona karena memang udah sayang dari dulu."

How to kiss?Where stories live. Discover now