Hot Cousin (2)

81.7K 940 0
                                    

Sejujurnya, aku sama sekali tidak bisa tidur. Aku kira efek jetlag membuatku sedikit sulit memejamkan mata. Namun, kurasa bukan itu masalah utamanya.

Matahari sudah hampir ada di atas kepala saat Mama pamit pergi ke pasar bersama Aunty Thea dan Adam. Aku yang malas ikut memutuskan untuk berkeliling ke kebun anggur milik Aunty Thea. Beberapa karyawan yang merupakan penduduk lokal menyapaku dengan bahasa Prancis, membuatku mau tak mau membalasnya dengan bahasa Prancisku yang alakadarnya.

Aku terus melangkah, sampai kakiku tiba di sebuah bangunan mirip rumah yang terbuat dari kayu. Aku menatap sekeliling, ternyata di sini tidak ada karyawan lagi. Sepi.

Aku berniat untuk kembali, tetapi suara asing yang berasal dari sisi kanan bangunan sedikit menggugah rasa penasaranku. Dengan langkah sedikit pelan, aku berjalan menuju sumber suara.

Satu langkah.

Dua langkah.

Tiga langkah.

Tepat pada langkah keempat, aku sontak membeku di tempat. Mataku tak berkedip, mulutku sedikit terbuka hingga lalat saja mungkin bisa masuk dengan mudah.

Di sana, tak jauh dari pandanganku, aku bisa melihat Nicholas sedang mencangkul tanah hingga tubuhnya diselimuti keringat.

Well, aku tidak akan secengo ini jika Nicholas masihㅡsetidaknyaㅡmenggunakan seonggok kain untuk membalut tubuhnya.

Masalahnya, bocah itu menanggalkan bajunya. Bocah itu bertelanjang dada. Bocah itu ... punya badan super oke dengan otot sempurna, perut kotak-kotak, danㅡ

"Mengintipku, Mademoiselle?"

Sialan! Aku buru-buru memutar tubuh hingga memunggunginya. Jantungku berdebar tak keruan. Rasanya seperti aku adalah seorang wanita cabul yang sedang mengintip pria tampan super hot danㅡ

ㅡPLEASE, LILY, CONTROL YOURSELF!

Aku hampir melangkah pergi, tetapi sebuah tangan sudah lebih dulu menahan pergelangan tanganku. Sedetik setelahnya, sosok Nicholas yang sudah berpakaian lengkap langsung menjulang di depan mataku.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku," katanya, merujuk pada tuduhannya tentang aku yang sedang mengintip dia.

"Tidak. Aku sedang berkeliling dan tidak sengaja sampai di siniㅡ"

"Lalu menatapku dengan mulut terbuka?" potongnya cepat. "Aku bahkan bisa melihat air liurmu menetes di sana."

Aku refleks menyentuh ujung bibirku yang Nicholas tunjuk dengan dagunya. Dan sialnya, aku tertipu.

Nicholas tertawa kecil melihat kebodohanku. Demi Tuhan, aku ingin menghilang saja dari hadapannya!

"Mumpung sudah sampai sini, mau masuk ke dalam?" tawar Nicholas. "Ini gudang wine, kau tenang saja," lanjutnya, seolah memahami arti tatapanku yang penuh selidik.

Aku terdiam sebentar, berusaha menimbang-nimbang tawarannya. Kalau aku menolak dan bergegas pergi, sepertinya dia akan semakin besar kepala. Jadi, di saat seperti ini, aku harus bersikap biasa.

"Sure. Why not?" jawabku mantap.

"Nice choice. Come on."

Nicholas memimpin langkah. Begitu pintu terbuka, aku bisa melihat puluhan tabung kayu berjajar dengan rapi. Di setiap tabungnya terdapat tulisan tanggal yang kuyakini sebagai hari wine itu diproduksi.

"Keluargamu yang membuat semua ini?" tanyaku takjub.

"Yes. Bahkan jauh sebelum aku lahir, mereka sudah mendirikan usaha ini. Mungkin ... usaha mereka setua usiamu."

Woman & Desire [1st Desire Series]Where stories live. Discover now