Cowok Cupu (1)

97.5K 1K 3
                                    

"Fuck!"

Aku mengerang kasar saat botol bir kosong yang Naura putar berhenti tepat di depan tubuhku. Berbanding terbalik denganku, lima manusia di sekelilingku justru memberikan reaksi bahagia hingga mereka menjerit kegirangan.

"Truth or dare emang paling seru sama Andin," celetuk Bobby yang langsung kubalas decakan.

Bukan paling seru, mereka saja yang suka aneh-aneh saat memberikan tantangan padaku. Terakhir kali kami bermain dare, aku dipaksa menggoda dosen kampus sebelah hingga kami hampir tidur bersama. Untung aku berhasil meng-ghosthing dosen horny-an itu sebelum semuanya terlambat.

"Truth," kataku. Semua orang secara serentak langsung melayangkan protes.

"Kami nggak tertarik sama kehidupan lo," sahut Debi yang dibalas anggukan oleh teman lainnya.

"Lo mau ditanya apa? Kapan terakhir kali lo nge-seks? Kita mah udah tahu," timpal Leo. Semuanya kompak menatap Wira yang sedang meneguk birnya dengan santai.

Ah, sialan. Setelah ini, aku bersumpah tidak akan mengumbar-umbar kehidupan seksku lagi. Padahal aku dan Wira hanya tidur sekali, itu pun gara-gara kami sama-sama mabuk satu bulan lalu.

"Oke, dare," ucapku pasrah. "Gue bukan pengecut, jadi gue nggak akan melarikan diri."

"Kalau gitu gue yang kasih tantangan!" Bobby langsung membalas kalimatku, seolah dirinya sudah menunggu momen ini sejak lama. "Lo tahu Junot? Anak kelas sebelah yang nerd itu."

Aku mengangguk ragu. Si Junot-Junot itu memang lumayan dikenal karena dia adalah salah satu asisten dosenku.

But, wait. Kenapa dengan si cupu itu?

"Godain, terus tidur sama dia."

"What?!"

Aku refleks memekik tak percaya. Namun, lagi-lagi reaksi yang teman-temanku berikan sangat berbanding terbalik dengan reaksiku. Mereka terlihat sangat antusias.

"Tapi ..." Bobby kembali bersuara. "Sebelum rudalnya masuk ke lubang lo, lo harus tinggalin dia. Buat dia ngaceng, terus tinggalin."

Fuck!

Bobby benar-benar gila! Pun dengan teman-temanku yang justru sangat menyetujui ide gila Bobby tersebut.

"Bob, gue emang biasa having sex, tapi sama si nerd itu ...."

Aku bergidik, tak bisa melanjutkan kalimatku sendiri. Membayangkan berciuman dengan si Junot-Junot itu saja sudah membuat kepalaku nyut-nyutan.

Aku juga punya standar dalam memilih parter seksku, asal diaㅡdan kalianㅡtahu!

"Kalau lo berhasil dalam satu minggu ..." Bobby merogoh saku celananya lalu menyerahkan sebuah kunci mobil padaku. "Mobil gue di parkiran buat lo."

Aku lagi-lagi melongo. Kami semua tahu Bobby ini orangnya loyal dengan urusan uang. Tapi, ini ....

"Deal!" Naura dengan seenak jidat menyetujui tawaran Bobby, membuatku kontan mencubit legannya sampai dia memekik kasar. "Ayolah, An, soal godain cowok kan lo ahlinya. Lumayan nih Pajero. Lagian nggak sampai masuk kan tuh kontol."

Lagi-lagi aku berdecak. Dasar, Naura dan segala bahasanya yang kasar!

Naura sudah mengambil alih kunci mobil Bobby. Semua orang juga tampak antusias menungguku melancarkan aksiku. Aku yang tak bisa berkutik hanya bisa mengangguk pasrah.

Sepertinya, aku harus mulai re-branding supaya tidak dicap binal oleh teman-temanku sendiri.

***

Pertama-tama, aku merasa sedikit beruntung karena menemukan Junot adalah hal paling mudah di dunia ini. Hanya ada tiga tempat yang selalu dia datangi di kampus; kelas, perpustakaan, ruang prodi.

Sore ini aku sengaja datang ke kelas di mana dia harus mengajar menggantikan dosen kami. Benar saja, Junot sudah ada di kursi dosen. Dia sibuk mencatat dengan kacamata bertengger di wajahnya. Kemeja kotak-kotak kebesaran yang dikancing rapi hingga manik teratas selalu jadi gaya andalannya saat berada di kampus. Poninya dia biarkan turun hingga menutupi jidat dan hampir sedikit matanya.

Hell yeah, dilihat dari jarak sedekat ini, dia benar-benar si nerd dari Fakultas Ekonomi.

"H-hai."

Dengan suara sedikit terbata, aku menyapa Junot. Dia sontak menengadahkan kepala hingga mata kami bertemu.

Oke, kalian harus tahu, selama kenal Junotㅡlebih tepatnya tahu karena kami satu jurusanㅡtiga tahun lalu, ini adalah kali pertama aku benar-benar bicara empat mata dengannya. Jadi, aku tak merasa heran kalau dia menatapku setengah tak percaya seperti saat ini.

"Lo tahu gue, kan?" tanyaku. Surprisingly, dia mengangguk mengiakan.

"Andin, jurusan Manajemen semester 6," jawabnya, seolah sedang mengabsen mahasiswanya.

Aku menyengir. Oke, jadi dia masih mengingatku.

"Mmm ... gini ... gue boleh minta bantuan lo nggak?"

"Apa?"

"Itu ...."

Aku menggantungkan kalimat, berusaha mencari alasan terbaik agar dia mau datang ke hotel yang sudah aku sewa malam ini.

"Abis kelas ini, lo bisa ajarin gue materi Pak Bagas minggu lalu? Bulan depan kan udah UTS tuh. Gue masih bingung."

Nice, Andin. Untung otak lo bekerja dengan cepat saat dibutuhkan.

"Boleh."

Lagi-lagi aku tercengang. Oke. Semudah ini?

"Di mana? Perpustakaan tutup jam tujuh. Kelasku juga selesai jam tujuh," lanjutnya sambil menatap jam yang melingkar di tangannya.

"Tenang, gue udah book ... maksudnya, gue udah pesan tempat. Buka 24 jam, jadi lo tenang aja," ujarku.

Sepertinya Junot sama sekali tidak menaruh curiga, karena dia hanya mengangguk kecil. Dia kembali berkutat dengan catatannya, sedangkan aku memutuskan untuk segera keluar dari ruang kelas.

Baik, Andin, misimu hampir selesai. Tahan, jangan mengacaukan rencana. Anggap saja si Junot itu pria hot dan seksi yang sedang berkamuflase jadi laki-laki nerd yang super duper irit bicara.

Ya, aku harus menyelesaikan semuanya malam ini.

***

Setelah kelas berakhir, aku langsung mengajak Junot pergi ke salah satu hotel bintang lima yang terletak tidak begitu jauh dari kampus.

"Hotel?" tanyanya memastikan.

"Iya. Kost gue lagi direnovasi, jadi beberapa hari ini gue terpaksa tidur di hotel. Nggak apa-apa kan kita belajar di sini?"

Belajar pantatmu! Jujur saja, aku merasa geli dengan diriku sendiri.

Junot hanya diam. Bahkan sampai mobilku berhenti di parkiran basemant pun, dia masih membisu.

"Kita bisa cari tempat lainㅡ"

"Kenapa? Udah sampai sini loh. Jauh kalau mau cari kafe 24 jam," potongku cepat.

Aku bisa mendengar helaan napas Junot. Entahlah, dia terlihat sedikit ragu di mataku. Ternyata laki-laki seperti dia juga bisa merasa gelisah juga saat berduaan di hotel dengan seorang wanita. Sepertinya aksiku kali ini akan berjalan mulus.

"Ayo, jangan kelamaan mikir. Keburu malem," celetukku sambil melepas seat belt.

Aku turun dari mobil dan menutup pintu. Tak lama berselang, aku juga bisa mendengar seseorang menutup pintu mobil, tanda kalau Junot sudah masuk dalam perangkapku.

Ah, sial. Aku seperti seorang agen yang sedang menyamar untuk melaksanakan misi.

Pokoknya, aku benar-benar harus mempersiapkan diri untuk melayangkan aksiku di dalam kamar nanti. Aku tidak boleh gagal.

***

Woman & Desire [1st Desire Series]Where stories live. Discover now