Pak Dosen (3)

148K 1.2K 1
                                    

Sudah satu minggu berlalu sejak pergumulan panasku dengan Pak Danu. Sejak saat itu, aku memutuskan untuk sedikit menyiksanya dengan tidak muncul di depan mata Pak Danu. Natya bahkan sampai heran melihatku, dia pikir aku benar-benar sudah melupakan Pak Danu.

Natya, Natya, kamu belum tahu saja kalau dosenmu yang seksi itu sudah menggagahiku.

Kurasa satu minggu sudah lebih dari cukup untuk menyiksa Pak Danu. Maka, aku pun mulai mencari tahu jadwal kelas terakhir Pak Danu yang ternyata dimulai jam 7 malam.

Aku memasuki ruang kelas dengan senyum mengembang, tak sabar melihat reaksi Pak Danu saat melihatku. Karena kelas ini merupakan kelas gabungan beberapa jurusan, beberapa orang jadi tidak terlalu mengenal satu sama lain.

Aku memilih duduk di bangku paling depan, di tengah, tepat di depan meja dosen. Satu per satu mahasiswa mulai berdatangan, hingga tepat pukul 7, laki-laki yang kutunggu akhirnya memasuki kelas dengan langkah santainya.

"Selamat malam, Semuaㅡ"

Pak Danu terkesiap saat matanya bertemu dengan mataku. Aku menyeringai, membuatnya seketika sadar hingga kembali melangkah mendekati mejanya yang berada persis di depan mejaku.

Aku tahu, Pak Danu sedang mencoba berkonsentrasi pada kelasnya. Dia mencoba mengabaikanku meski sesekali masih menyempatkan diri untuk curi-curi pandang.

"Sepertinya kelas harus diakhiri sampai di sini. Saya ... masih ada urusan."

Belum satu jam berjalan, Pak Danu sudah mengakhiri kelasnya lebih dulu. Aku tahu. Dia tidak mampu menahan gejolaknya sendiri.

Para mahasiswa tentu tidak keberatan kelas diakhiri lebih cepat. Satu per satu dari mereka berhamburan keluar dari kelas hingga hanya menyisakanku dan Pak Danu. Pria itu mendekatiku dengan tatapan nyalang, sekaligus penuh damba dan gairah.

"Ikut ke ruangan saya!"

Aku bersorak girang dalam hati. Tanpa ingin membuang waktu, aku pun melangkah mengekorinya menuju ruang dosen yang sepi. Kecuali ruangan Pak Danu, lampu di ruangan dosen yang lain sudah mati.

Pak Danu menarikku masuk ke dalam ruangannya lalu mengunci pintunya rapat. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, dia mengimpitku ke pintu lalu melumat bibirku kasar dan tak sabar.

Di sela-sela ciuman kami, senyuman penuh kemenangan semakin mengembang dari bibirku.

"Kenapa, Pak?" tanyaku sok polos.

"Ke mana saja kamu, Reina? Setelah malam itu, kamu hilang tanpa jejak."

"Emangnya kenapa, Pak, kalau saya ngilang? Bapak kangen?" tanyaku retoris. Pak Danu hanya menggeram. Sebelum bibirnya mengecup bibirku lagi, aku sudah lebih dulu menahan wajahnya.

"Sabar, Pak."

"I can't. I want you. Now. Kamu tidak tahu betapa tersiksanya saya seminggu belakangan? Saya bahkan tidak bisa berhenti memikirkan kamu. Lalu di kelas tadi ...."

Pak Danu tidak melanjutkan kalimatnya, tapi aku tahu apa yang dia maksud. Celananya yang menggembung sudah menjelaskan semuanya.

Tanganku bergerak turun menuju pangkal pahanya. Kuraih tonjolan di bawah perutnya lalu mengusapnya lembut, berusaha membangunkannya.

"Sesak," erang Pak Danu.

"Minta dikeluarin?" tanyaku. Pak Danu mengangguk kecil sembari memejamkan mata erat-erat.

Perlahan aku mulai melonggarkan ikat pinggang Pak Danu lalu melorotkan celana kainnya hingga terjatuh di lantai. Setelah itu, aku pun beringsut turun hingga wajahku berada tepat di depan kejantanan Pak Danu yang masih tebalut boxer.

Woman & Desire [1st Desire Series]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora