"Lepasin gue," ujar Daren dingin sebari memaksa melepas lengan gadisnya yang masih melingkar di perutnya.

"N-nggak, Daren janji dulu jangan pergi."

Mati-matian Gaia menahan agar tangisnya reda. Ia tak tinggal diam ketika Daren melangkah lagi, kakinya menyusul langkah Daren hingga berada di depan pria itu.

"Apa imbalannya kalau gue di sini?"

Gaia mengepalkan tangan, ia bergerak memangkas jarak. Berjinjit lalu mengecup singkat bibir Daren yang dingin.

Daren diam sejenak, bibir pria itu menyunggingkan senyum miring. Memuji keberanian gadisnya.

Pria itu lalu balas mencium bibir ranum Gaia, melumatnya dengan kasar hingga tautan mereka semakin menuntut. Daren menahan tengkuk gadisnya. Sedangkan tangan yang satunya ia gunakan untuk menuntun tangan Gaia agar mengalungkan lengan dilehernya. Ia tak menghiraukan suara mobil yang baru saja memasuki pekarangan rumah gadisnya.

Gaia panik, ia mendorong Daren sekuat tenaga hingga tautan bibir mereka terlepas. Wajahnya merah, semakin merah ketika bibirnya diusap lembut menggunakan ibu jari oleh pria itu.

"Nanti lagi ya," bisik Daren tepat di telinga Gaia. Tak cukup membuatnya meremang, ia menjilat kecil telinga Gaia.

Daren lalu melangkah menuju daun pintu untuk menyambut Geo yang baru saja datang dengan wajah merah paham. Seperti menahan marah.

"Siang Om," ujar Daren dengan senyum manis. Ia sudah belajar untuk tersenyum dengan benar semalaman.

Pria berusia 38 tahun itu mengepalkan tangan hingga urat-uratnya tercetak jelas. Dasi pria itu sudah kendor dan 2 kancing teratas kemejanya sudah ditanggalkan. Ia menatap nyalang pada Daren.

"Kamu bener-bener licik," desis Geo.

Daren tertawa kecil. "Terima kasih Om. Sekarang Gea udah bisa tinggal bareng aku kan?"

Geo semakin erat mengepalkan tangan. Ia ingin meluapkan amarahnya, maka dengan segala respek ia bertanya kepada anak dari sahabatnya itu, "Boleh saya tonjok kamu sekali?"

"Boleh."

Tepat setelah Daren menjawab pertanyaan Geo, pria tua itu langsung memberi bogeman hingga kepalanya menoleh ke samping. Sakit juga, bibirnya sampai mengeluarkan darah.

Namun, belum sempat Daren menyeimbangkan diri, bogeman dari Geo sudah kembali dilayangkan. Membuat luka di bibirnya semakin lebar.

"Loh katanya cuma sekali," kata Daren tak terima.

Geo ini memang tua-tua menyebalkan. Lihat saja, pria tua itu sekarang malah beranjak meninggalkannya seolah tak terjadi apa-apa. Geo menghampiri putri semata wayangnya yang tengah berdiri mematung, memeluk Gaia yang sudah sembab.

"Maksudnya apa, Pa? Aku tinggal sama Daren?"

Geo tak menjawab, ia terus merapalkan kata maaf sembari mengecup singkat kepala putrinya. Mata Geo memerah, menahan tangis. Sayangnya kini ia tak bisa berbuat apa-apa. Geo cukup tau sebesar apa kekuasaannya tak akan mampu menghentikan Daren untuk mengambil putrinya.

Daren sebenarnya ingin langsung menjemput Gaia siang ini. Tapi melihat Geo yang sampai rela membatalkan meeting penting demi Gaia membuatnya sedikit kasia.

Jadi dengan berat hati ia berucap, "Nanti malam aku jemput kamu ya. Sekarang puas-puasin dulu deh sama Om Geo."

Gaia mengeratkan pelukan, seolah ingin mengatakan kepada ayahnya bahwa ia sangat takut. Ia tak ingin belenggu yang diciptakan Daren semakin mengikatnya, tidak ingin.

Darenio [ON GOING]Where stories live. Discover now