"Masih lama kok. Hujannya masih deras banget. Kalau udah reda baru nanti aku bakar rumah selingkuhan kamu itu," ujar Daren enteng sembari menahan pergelangan tangan Gaia yang terus mundur.

"Daren ... aku nggak selingkuh."

Percuma. Jika ia menjelaskan hingga mulutnya berbusa pun Daren tidak akan percaya.

Daren juga ikut berdiri, ia mengapit pinggang Gaia yang sudah bergetar, mata gadis itu menyorotnya penuh ketakutan. Daren mengerutkan alis dengan heran. Gaia tengah kekutan?

"Please Daren. Aku yang salah di sini .... Aku yang salah karena nggak izin ke kamu. Jangan apa-apain Loren. Aku mohon," kata Gaia sebari memejamkan mata takut.

"Kenapa? Dia udah bikin aku marah."

"Nggak! Yang salah itu aku. Hukum aku aja. Jangan bakar rumah Loren."

Daren semakin menukikkan alisnya. Ia tak suka dengan Gaia yang mulai berani meninggikan suara. Masih dengan rasa kesal ia melepaskan Gaia dari kukungannya.

"Lo beneran selingkuh ternyata."

"Astaga, enggak. Kamu jangan nuduh aku terus. Aku nggak selingkuh," ujar Gaia lelah. Ia masih menunduk, tak berani menatap Daren yang terus saja memperhatikannya.

"Kalau gitu biarin aku bakar rumah si Loreng Loreng itu . Bukan salahku juga bakar rumahnya. Salah siapa dia biarin kamu ke rumahnya," ujarnya dengan enteng.

Pola pikir Daren itu rumit, tapi bagi pria itu tidak. Ia merasa apa yang dilakukannya sudah benar. Siapa yang membuatnya marah pasti akan menerima akibatnya. Dan jangan salahkan Daren jika ia membalas berkali-kali lipat.

Hujan sudah mulai reda, gemercik air di luar sana mulai terdengar pelan. Gaia semakin panik ketika Daren beranjak dari duduknya, pria itu berjalan santai menuju tempat dimana kunci kendaraannya berada.

"Daren, aku mohon jangan." Gaia meraih lengan pria itu dengan jari kecilnya. Ia menatap kekasihnya dengan wajah sendu.

"Mohon apa?"

"Jangan bakar rumah Loren."

Daren mengangguk kecil. Ia mengelus pelan surai gadisnya.

"Apa imbalannya?"

"Apapun. Apapun yang kamu mau asalkan jangan apa-apain Loren," jawab Gaia sedikit tersirat keraguan.

Gaia semakin menegang ketika dengan sengaja pria setinggi 180 cm itu merengkuhnya. Memeluk erat tubuh mungil Gaia hingga ia merasakan sesak. Daren sebenarnya kesal, mood-nya buruk berkat Gaia. Tapi untuk saat ini tidak apa, ia akan menuruti gadisnya sesekali. Untuk saat ini.

Daren melepas pelukan ia mengigit kecil pipi Gaia yang berisi. Sedangkan gadis itu hanya mematung, seolah semua syarafnya telah direnggut paksa.

"Kamu kenapa segitunya sama si Loreng Loreng itu sih. Aku cemburu," ujar Daren lalu meninggalkan Gaia begitu saja.

Tapi baru beberapa langkah pria itu beranjak, Daren sudah berhenti. Ia membalikkan tubuh, semakin kesal menatap Gaia yang hanya menatapnya takut. Daren jadi bingung, kenapa Gaia selalu menatapnya seperti itu?

"Gea. Kenapa nggak nyusulin aku? Aku bilang, aku cemburu."

Lihat, Daren itu rumit. Gaia lelah harus menghadapi sikap pria itu yang selalu berubah. Tapi demi keselamatan banyak orang, ia akhirnya melangkah kecil menyusul Daren menuju sofa depan televisi.

Gaia mendudukkan diri terlebih dahulu, sedangkan Daren mengambil beberapa snack kesukaannya. Ia kembali lalu merebahkan kepalanya di paha milik Gaia.

"Terima kasih, Daren," guman gadis itu sembari menatap surai pria di bawahnya.

Daren yang masih asik menonton televisi sembari memasukkan kripik kentang di mulutnya mulai mengalihkan pandangan. Ia menatap wajah putih Gaia dari bawah. Rahang gadis itu tertutup daging, Gaia tampak lucu dari bawah sini. Dengan jari telunjuknya ia menusuk-nusuk pipi Gaia membuat gadis itu membeku.

"Terima kasih buat apa?"

"Karena kamu nggak jadi bakar rumah Loren."

"Kata siapa?"

Gaia semakin membeku. Tepat setelah Daren selesai berucap layar televisi berganti menjadi breaking news yang mengabarkan bahwa kebakaran besar telah terjadi di perumahan elit Jakarta Selatan.

Ia semakin gemetar ketika alamat yang tertera sangat ia kenali. Di sana tampak para warga tengah berkumpul. Para pemadam kebakaran serba warna orange berusaha untuk memadamkan api yang semakin meninggi. Walau rumahnya masih basah karena hujan beberapa menit yang lalu, tak dapat dipungkiri api itu menjalar cepat hingga menggila seperti sekarang.

"Daren ...."

"Iya sayang?"

"Kamu penjahat," ujar Gaia sembari bergetar hebat. Ia menangis.

"Bukan salahku," ujar Daren ringan lalu merubah posisi mejadi duduk. Membiarkan Gaia menangis selagi ia menghabiskan kripik kentang.

TBC
1112 kata

mana aku ngetiknya juga pas bulan Desember. terimakasi ya sudah membaca sampai sini.

17 Desember 2023

Darenio [ON GOING]Where stories live. Discover now