EPILOG

3 2 0
                                    


Setiap manusia bagaikan cabang pohon, semuanya tumbuh ke arah yang berbeda namun tetap pada akar yang sama. Dengan pengertian bahwa meski dengan potensi yang kebanyakan saling berbanding terbalik, tetap saja manusia adalah sama dan seharusnya sadar tentang dari mana asal usulnya masing-masing. Yaitu TANAH.

Okay, back to this story.

2 tahun berikutnya, semua telah berubah atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Tacenda kini telah benar-benar meng-asaskan hak asasi manusia di sana dengan baik dan benar.

Meski sudah terlewat, tetap saja kelima orang yang saat ini semakin dekat alias bersahabat mengenang hari-hari di mana mereka menjalaninya dengan suka ria di bawah langit Tacenda yang awal-awalnya mendung hingga sekarang berevolusi menjadi secerah mentari pas sedang terik-teriknya.

Dan satu-satu dari mereka akhirnya bisa mewujudkan keinginan yang nyaris tersendat-sendat penuh rintangan yang memuakkan. Perlu usaha sedalam lautan agar mereka mampu berada pada posisi yang telah diraih.

Tak semudah melihat orang memetik senar gitarnya, tak semudah membuka lembaran buku yang baru, tak semudah mengoyak kertas hingga terbelah dua, tak semudah menyesap secangkir teh kopi susu, tak semudah memecahkan cangkang telur. Meski sulit, setidaknya ada beban yang berkurang ketika manusia melangitkan doanya.

Sampai di situ tentang Tacenda. Kini penjabaran kelima pencapaian dari mereka.

Di mulai dari seorang Ega yang telah berhasil menyelesaikan sebuah komik bukan untuk kuantitas belaka sehingga mampu digendrungi oleh banyaknya peminat. Ega juga banyak mengabadikan karyanya dalam ruangan studio (indoor) mau pun alam terbuka (outdoor) secara profesionalisme. Sayangnya, Ega tak melanjutkan menjadi seorang mahasiswa, Ega menafsirkan bahwa dengan cara apa pun lukisannya kini sudah mampu menghasilkan cukup uang. Padahal, Yunji sudah berapa kali menasehati Ega bahwa kuliah adalah untuk mencari ilmu, dia tetap saja menolak untuk berkuliah.

Biarkan saja lah Ega melanjutkan kehidupannya dengan caranya sendiri.

Sedangkan Yunji pula tak berniat lagi menjadi seorang pebisnis. Sama seperti Ega juga, Yunji berhasil menyelesaikan karyanya dalam bentuk aplikasi online dan juga sebuah buku. Yunji kini menjadi seorang penulis yang lumayan terkenal dikalangan para remaja. Bedanya, Yunji kuliah dengan mengambil jurusan sastra. Selain menjadi penulis prospek kerja lulusan sastra pun beragam seperti menjadi instansi pemerintah, editor, jurnalis, copywriter, content writer, production house, lembaga penelitian, dan lain-lain sebagainya.

Ian sedikit demi sedikit mengasah kemampuannya. Dia kuliah jurusan psikologi bersama Kirea yang kini berstatus sebagai kekasihnya. Mereka berdua ingin mempelajari segala hal tentang menusia bukan hanya sebatas prilakunya saja, melainkan jiwa yang mempengaruhi tindakan tersebut.

Tetap pada keinginan utamanya yaitu menjadi kepala sekolah Tacenda pada beberapa tahun yang akan datang, Karsa kini telah menjalani semester 4 dalam kuliahnya. Sedangkan keinganannya pada Yunji masih tetap disisihkan terlebih dahulu, soalnya menaklukkan Yunji memang sudah lebih mudah ketimbang saat di Tacenda, tapi tetap saja harus mengikuti alur yang dikehendaki-Nya. Kalau memang jodoh tak 'kan ke mana-mana.

Dan kini si pemeran utama bernama Kirea. Rasa penasarannya lama kelamaan terkuak saat dia mampu mendapatkan problem solving yang baik dengan mempelajari ilmu psikologi. Dia tahu bahwa otak manusia adalah organ yang paling rumit sehingga seringkali penampilan luar seseorang tidak mencerminkan apa yang mereka pikirkan. Setidaknya fenomena ini lah yang mampu ditelaah dan dikupas secara perlahan-lahan dengan bijak agar memahami seorang manusia. Kirea telah berubah banyak sekarang.

Mereka menjalani hari-hari dengan luar biasa mengikuti alur-Nya.

Begitu pula pada alur kisah ini yang telah sampai pada batas penghujung cerita. Cerita tentang para manusia yang tersekat oleh belenggu yang bukan kemaslahatan, tentang badai-badai yang semakin mengkuak, tentang repotnya komunikasi janggal antara seksama, dan juga pastinya tentang para-para jiwa yang lain di hati lain di muka.

Layaknya seperti makhluk bertopeng yang tengah memainkan banyak peran di panggung sandiwara.

MEMANUSIAKAN MANUSIA (TAMAT)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant