22. Argumentasi Intuisi Abstrak

3 2 0
                                    

"Kadang jika kita belajar ngertiin perasaan orang lain, kita juga jadi bisa ngerti tentang perasaan diri kita sendiri."-honeyllaw


Pagi ini terasa sepi dan pilu menyayat kalbu.

Pasalnya sang nenek tak kunjung mengangkat panggilan teleponnya meski sudah dipanggil beberapa kali, beliau juga tak ada niatan untuk mengunjungi Kirea barang sekali saja, meski tak terlalu suka akan kehadirannya tapi Kirea rindu kalau tak bertatap muka dengannya. Sama seperti sekolah biasanya, hari ini adalah hari libur. Di mana seharusnya dipergunakan untuk beristirahat tapi para peringkat selain unggulan sibuk beres-beres dan membersihkan segala hal yang harus dibersihkan. Karena untungnya Kirea telah selesai mencuci baju dan sepatunya agak cepat pagi ini, dia akhirnya bisa mengambil waktu luang untuk mengobrol dengan neneknya via telepon.

Tapi ya itu, tak diangkat oleh beliau.

Kirea bosan di kamar melulu. Ega sudah bak tutorial meninggal selepas fajar tadi jogging mengelilingi sekolahan dan asrama putri, menurut Kirea jaraknya tak terlalu jauh juga tapi Ega sudah uring-uringan karena kelelahan dan memutuskan untuk tak ingin lagi jogging esok hari. Sedangkan Yunji sedari tadi hanya mengetikkan naskah novelnya dengan bersemangat.

Karena itu lah Kirea akhirnya berniat keluar ke taman dan bermain ayunan sendirian.

Semenjak berada berbulan-bulan lamanya di Tacenda, dia sudah tak merasakan fear of missing out atau yang kerap dibilang FOMO oleh segenap remaja milenial untuk berkomunikasi secara gaul. Kirea tak memikirkan lagi soal media sosial atau mungkin tontonan drama Korea Selatan yang dulu sangat dia gemari, dia menemukan letak Magic Shop dengan semringah saat itu. Namun, sekarang dia berpikir biasa saja, hal itu tak menarik lagi di matanya.

"Huh." Kirea membuang napasnya kasar.

Biasanya saat dia berada di sini, Karsa akan muncul tiba-tiba bak Iklan ketika menginstal sebuah aplikasi atau bermain game online. Kamar Karsa berada di dekat jembatan yang jendelanya mengarah langsung pada ayunan ini, jadi wajar saja Karsa tahu akan kehadiran Kirea dengan mengintip pada jendela kamarnya.

Dan benar saja. Karsa melambaikan tangan di jendelanya. Kirea juga ikut melambaikan tangan. Tak berlangsung lama, cowok itu keluar dari kamarnya dan langsung berlari menuju pada Kirea. Tak lupa Karsa membawa buku harian mendiang Susi yang sudah lama tersimpan di laci mejanya. Karsa duduk di samping Kirea, sambil memberikan senyuman seperti biasa yang terasa lebih menyejukkan dibanding pemandangan yang dilihatnya.

Mengatur napas sebab lelah berlari. "lo tau gak, karena nyari tau sesuatu, gue jadi gak tidur sampe larut banget, liat nih bawah mata gue jadi agak item." Karsa membuka pembicaraan dengan membahas mata pandanya.

Kirea melihat pada mata Karsa, tanpa disadari malah netra mereka yang saling bertemu, dia mengetest cewek di sampingnya itu. "Coba sebutin penyebab mata panda yang paling umum itu karena apa?"

Menyerngit. "Penumpukan toksin? Hmm ... warna hitam sama kebiruannya terjadi karena pembuluh darah di sekitar lingkaran mata membesar jadinya bisa aja terlihat jelas, iya gak, Kak?"

"Yup, bener, kolagen yang jaga elastisitasnya juga berkurang. Tapi it's okay, rata-rata ini gak berbahaya kok dan cuman bersifat sementara doang," ucap Karsa yang langsung dibalas anggukan singkat oleh Kirea.

Lantas, Kirea melihat buku yang sedari tadi mengintrupsi pikirannya. "Kakak nyari tau soal Susi, ya?"

"Yup, Kakak tadi malem baca-baca lagi buku ini dan nemuin siapa yang selalu nge-bully dia di sekolah dan asrama," katanya dengan bersemangat.

Kirea menyergit. "Bukannya semua orang bully dia, ya?"

"Gak semua lah, yang lain kebanyakan cuman ngucilkan dia doang, tapi ada nih satu geng yang selalu ngurung dia di kamar mandi dan minta tulisin catatan sebanyak-banyaknya." Karsa membuka lembaran buku di halaman yang menunjukkan tulisan curhatan Susi tentang geng yang kerap kali memperlakukannya secara tidak manusiawi.

MEMANUSIAKAN MANUSIA (TAMAT)Where stories live. Discover now