25. Ujian

5 2 0
                                    

Burung-burung berkicauan. Orang-orang terlihat lebih sibuk dari biasanya. Semuanya mengalungkan kartu ujian di leher, berlari-larian menuju lapangan sekolah. Mereka berbaris dengan rapih untuk menjalankan upacara bendera di senin pagi yang akan melelahkan.

Upacara berjalan hening. Setelah itu mereka kembali ke tempat ujian yang sudah disediakan. Hanya saat ujian lah tak ada dibeda-bedakan antara peringkat unggulan, peringkat tengah, maupun peringkat terbawah. Mereka disatukan dalam kelas-kelas yang sudah ditentukan.

Saat akhirnya menemukan kelas yang akan ditempatinya, Kirea masuk dengan hati-hati ke kelas yang berada pada tingkat 3 yang aslinya adalah milik kelas 12 unggulan. Kirea mencari nomor 18 yang mana adalah nomor ujiannya yang tertera di meja. Kemudian, dia duduk di kursi yang disediakan, sebelahnya adalah seorang cewek kelas 12 unggulan yang tak dia kenali sebelumnya, Kirea ingin berjabat tangan dengan cewek itu tapi dia tak mempedulikannya.

Sudahlah, Kirea sudah membiasakan diri dengan sikap anak-anak unggulan. Oh iya, Kirea tak sekelas dengan Ega, mau pun Karsa yang sebenarnya adalah kelas 12 peringkat unggulan juga, setidaknya dia masih sekelas dengan Ian. Entahlah bagaimana sebenernya cara penentuan yang dibuat oleh pihak sekolah.

Seorang guru datang, langkah masuk kakinya membuat semua murid di sana jadi deg-degan apalagi guru yang datang ini terkenal killer. "Pagi semuanya, duduk dengan tegap! Hari ini adalah hari pertama kita akan menjalani ujian semester genap yang harus dilaksanakan dengan kejujuran. Jika ada satu pun yang ketahuan mencontek, mengopek, bertanya dengan teman yang lain, tidur, dan melakukan kegiatan yang tak seharusnya dilakukan, maka kertas ujiannya akan dirobek dan tak akan mendapatkan nilai dalam pelajaran yang bersangkutan. Kemudian, waktu ujian hanya 1 jam untuk mengerjakan 25 soal pilihan berganda dan 5 soal essay, jadi kalian harus pergunakan waktu sebaik mungkin. Baik ada yang ingin di tanyakan sebelumm kita mulai?"

"Tidak, bukkk," jawab mereka serentak.

"Baik kalau begitu, sesi ujian harus dilaksanakan dengan sangat serius dan hening. Apalagi kalian para kelas 12, ini adalah ujian akhir kalian di sekolah ini, ini adalah penentu terakhir bagi kalian. Untuk kalian kelas 11 atau 12 peringkat tengah dan terbawah, kalian harus berusaha agar nilai kalian cukup sampai unggulan. Yang sudah unggulan, harus bisa mempertahankan nilainya. Semangat semuanya!"

"Baik, bukkkk," jawab mereka lagi dengan lebih serentak.

Lantas, guru itu menyebarkan lembar soal ujian dan juga lembar jawaban ke setiap murid, mulai dari barisan yang paling depan hingga yang paling belakang. Setelah selesai dibagi semuanya guru itu kembali duduk di kursinya sebentar untuk menulisi buku absensi agar mengetahui siapa yang datang dan siapa yang tidak untuk menjalani ujian.

Ujian dimulai. Kirea mengikat rambutnya, rambutnya kini tumbuh lebih cepat dan lebat jadi mudah untuk mengikatnya dengan ketat. Dia mengeluarkan kotak pinsil yang berisi alat tulisnya. Kemudian, dia menghela napas dan menyemangati diri sejenak. Kirea membaca soal-soal itu dengan cepat, untungnya ini sangat mudah baginya. Soal yang keluar lebih mudah dari kisi-kisi yang diberikan.

Suasana hening. Sangkin heningnya mungkin deru napas yang menyatu dengan ketegangan terdengar saling bersautan. Ada juga beberapa orang yang terlihat lesu karena kebingungan. Kalau Kirea melirik pada Ian, cowok itu terlihat sangat santai dan sedang menulis jawaban essay. Ian yang bertepatan berada di samping Kirea juga melirik pada Kirea dan mengepalkan tangannya ke atas untuk menyemati Kirea, Kirea tersenyum lalu lanjut mengerjakan.

Guru yang tadi terlihat berkeliling untuk mengawasi murid-muridnya, membuat suasana semakin kaku tak bisa berkutik banyak.

Setelah akhirnya waktu yang ditentukan tiba, guru itu mulai mengeluarkan suara, "Sesi ujian telah berakhir, saya akan menghitung sepuluh detik dari sekarang. Siap tidak siap harus dikumpulkan ke depan, bagi yang belum mengumpul sesudah saya bilang sepuluh maka lembar jawaban tidak akan diterima," tegas guru itu.

Guru itu mulai menghitung, membuat semua orang di ruangan jadi kocar-kacir. Ada yang kepeleset, ada yang belum selesai, ada yang berlari cepat bak memakai sepatu super, ada yang dorong-dorongan, ada yang kertasnya hilang entah kemana. Kirea sendiri sudah mengumpulkan sejak hitungan ke-6.

"Sudah, yang lain tidak saya terima." Guru itu menata kertas di tangannya, menenteng tas. Kemudian, dia meninggalkan ruangan setelah permisi.

Ada sekitar delapan orang yang tak sempat mengumpulkan kertas mereka. Mereka terlihat mengeluh dan sangat lelah, terbesit sangat jelas rasa kecewa pada raut wajah mereka, Kirea jadi sangat sedih.

Tatapan Ian menelusuri kericuhan yang terjadi di sana, dia mencari Kirea hingga akhirnya menemukannya yang sedang berdiri mematung masih melihat beberapa orang yang menangisi lembar jawaban di tangan mereka. "Kireaaa, lo udah ngumpul 'kan?" tanyanya dengan ekspreksi yang khawatir.

Kirea mengangguk. "Udah kok," katanya pelan.

"Oke baguslah. Selain cepat ngerjain soal lo juga harus cepat ngumpulinnya." Ian kembali ke kursinya dan juga menyuruh Kirea kembali ke kursinya juga.

Pelajaran kedua akan dimulai sebentar lagi. Guru yang berbeda sudah datang tepat waktu. Pokoknya Kirea harus mengerjakan dengan baik kali ini juga.

Nyatanya Kirea dibombardir habis-habisan oleh mata pelajaran kedua ini, entah bisa atau tidak dia menyelesaikannya. Ini sangat sulit. Kirea terlihat frustasi, dia mengetuk-ngetukan pinsil ke kepalanya, dia nyaris menangis. Ian sebagai manusia yang peka langsung melirik ke arahnya. Ingin sekali rasanya Kirea bertanya dengan lantang, tapi dia ingat nyawanya cuman satu.

Alih-alih meregangkan badan, Kirea memberikan isyarat sepuluh jarinya untuk bertanya nomor 10 pilihan berganda, untungnya Ian langsung paham isyarat itu. Ian melihat soalnya dan langsung tahu jawabannya. Dia juga berpura-pura meregangkan badan seraya mengeluarkan suara kecil yang sebenarnya adalah jawaban untuk Kirea. "Aaaaaaakh."

Tak ada yang menyadari hal itu, semua orang fokus mengerjakan soal mereka sendiri dan sang guru pun sibuk berkeliling.

Begitulah seterusnya, kalau Kirea tak tahu jawabannya Ian akan berprilaku seperti itu. Kalau jawabannya A Ian bersuara 'aaakh', kalau jawabannya B Ian bersuara 'bekhhh', kalau jawabannya C Ian bersuara 'cekhhh', kalau D Ian bersuara 'duh', dan kalau jawabannya E Ian bersuara 'eaaa'. Nyatanya hal itu berjalan lancar dan tak dicurigai oleh siapa pun.

Ian memang bisa diandalkan.

Di sisi lain. Yunji, Ega, dan Karsa yang kebetulan satu kelas juga tampak berusaha keras di kelas mereka.

Bersambung ...

MEMANUSIAKAN MANUSIA (TAMAT)Where stories live. Discover now