A Big Boy (1)

Mulai dari awal
                                    

Brian tersenyum tipis. Setelah menyelesaikan sarapan, Brian pun bergegas mengantarku menuju kantor.

Besok dan besoknya lagi, Brian tetap mengantar dan menjemputku. Perlahan, aku mulai sedikit mengenal dia karena kami sering ngobrol di mobil. Gara-gara dia juga, aku jadi tahu kalau Pandu punya pacar.

"Kakak sendiri? Punya pacar?" tanya Brian tanpa melepas pandangannya dari jalanan di depan kami.

"Baru putus. Nggak baru sih, dua bulan yang lalu," jawabku santai. "Dia selingkuh."

Aku tergelak kecil, sementara Brian masih datar. Namun, aku bisa melihat kilat marah dari matanya.

"Laki-laki berengsek mana yang tega selingkuhin Kakak?"

Aku terperenyak. Bahkan Pandu saja tidak semarah ini saat tahu mantanku selingkuh.

Demi mengusir perasaan aneh, aku pun kembali tertawa. "Udahlah, lupain. Udah berlalu juga. Kamu sendiri? Udah punya pacar?"

Brian langsung menggeleng mantap. "Nggak punya."

"Serius? Kata Pandu kamu terkenal di kampus. Mau fokus kuliah aja?" tanyaku.

Tepat saat traffic light berubah jadi merah, Brian memutar kepalanya ke kiri, menatapku.

"Aku mau fokus kejar perempuan yang aku suka."

"Oh, bagus dongㅡ"

"Dan perempuan itu Kakak."

Aku membeku. Kakak? Siapa yang dia maksud dengan kakak?

"Aku suka kamu, Key."

Lagi-lagi aku membeku. Suara klakson mobil di belakang mobil Brian-lah yang berhasil memutus kontak mata kami.

Jantungku berpacu cepat. Apa ... Brian baru saja menembakku?

***

Sepanjang hari aku tidak bisa mengalihkan pikiranku dari Brian. Aku bahkan berharap kalau bocah itu tidak menjemputku di kantor. Namun, harapanku pupus saat melihat mobilnya sudah berada di lobi kantorku, lengkap dengan si pemilik mobil yang berdiri di samping pintu penumpang.

Mata kami yang sudah lebih dulu bertemu membuatku tidak bisa kabur. Dengan senyum tipis dia membuka pintu penumpang, seolah memintaku untuk segera masuk ke dalam sana.

Aku memutuskan untuk segera masuk. Di sepanjang perjalanan, baik aku maupun Brian sama-sama diam. Bahkan sampai tiba di rumahku pun, aku hanya membisu.

"Key." Namun, saat kakiku hendak naik menuju lantai dua, Brian langsung menahan tanganku. "Soal tadi, aku nggak bercanda."

Aku hanya diam. Tinggiku yang hanya sebatas dada Brian membuatku harus menengadah tinggi-tinggi agar bisa menatapnya.

Astaga, sejak kapan Brian punya tatapan semengintimidasi ini? Sejak kapan tubuhnya menjadi setinggi ini?

"Aku tahu kamu nggak bercanda."

"Lalu?"

"Lalu?" ulangku. "Lalu, nggak ada. Anggap aja kamu nyaman karena aku kakak Pandu. Kamu anak tunggal, jadi wajar kamu nyaman sama kakak temanmu."

Entah kenapa bibirku tercekat saat mengatakannya. Rasanya seperti tak rela.

"Kita beda lima tahun, Bri."

"Lalu?" tanyanya, lagi.

"Aku serius."

"Aku juga serius. Memangnya kenapa kalau kita beda lima tahun? Toh kita sama-sama dewasa sekarang. Umurku sudah 21."

Dua satu. Masih sangat muda.

"Keyㅡ"

"Panggil aku kakak."

Woman & Desire [1st Desire Series]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang