My Husband's Bodyguard (3)

Start from the beginning
                                    

"Kamu sangat cantik," pujinya tanpa melepas pandangannya dari gunung kembarku yang menggantung indah di depan matanya.

Nathan lagi-lagi hampir meraih payudaraku, tetapi aku buru-buru menahannya.

"Aku yang memimpin, Nath."

"Shit." Dia menggeram pelan, frustrasi.

Tanganku beringsut naik meraih kedua puting susuku yang menegang. Kumainkan puncak dadaku itu erotis sebelum meremasnya kasar. Nathan yang tak kuat pun segera meraih pinggangku lalu memintaku untuk bergerak menggesek organ intim kami yang sama-sama masih terbalut underware.

"Aku ... tidak tahan," ucap Nathan parau. Matanya berkilat menatapku yang tengah memainkan dadaku nakal.

"Mau susu?" tanyaku menggoda. Dengan muka merah padam, dia mengangguk mantap.

Kumajukan dadaku hingga berada tepat di depan wajahnya. Tanpa menunggu dua detik, Nathan segera menjulurkan lidah lalu meraih putingku yang sudah mengacung sempurna. Tangannya yang semula berada di pinggangku pun langsung melesat naik untuk meremas kedua dadaku kencang.

"Lebih dalam ... fuck ...."

Desahanku terdengar semakin kencang saat permainan lidah dan tangan Nathan di payudaraku menjadi lebih liar. Tak mau kalah, aku juga semakin mempercepat tempo gesekanku di bawah sana hingga kejantanan Nathan terasa semakin menggembung di balik boxer-nya.

Aku yang sudah tak tahan pun segera menjauhkan dadaku dari wajah Nathan. Dia hampir melayangkan protes, tetapi saat aku melepas celana dalamku dan celana dalamnya hingga kami sama-sama telanjang, dia mengurungkan niatnya.

Kuraih batang penisnya yang sudah mengacung sempurna. Kuelus lembut kejantanan besar tersebut sebelum perlahan mulai memasukkan inci per inci miliknya menerobos lubang senggamaku.

Kami sama-sama mendesah begitu kejantanannya melesak dalam. Ini adalah woman on top pertamaku, dan aku tidak pernah menyangka kalau posisi ini sangat amat nikmat. Aku bahkan belum menggerakkan pinggulku, tapi penis Nathan benar-benar membuatku penuh hingga organ intimku berkedut kencang.

"Ride me. Now."

Bak jalang yang senantiasa mengikuti perintah tuannya, aku menuruti kalimat Nathan. Perlahan kumulai menaikkan pantatku, lalu menurunkannya lagi hingga kejantanan Nathan kembali tenggelam dalam vaginaku. Awalnya pelan, sedikit cepat, cepat, hingga tanpa sadar aku terus menambah tempo gerakanku.

"Kamu enak banget, Jess ... shit!"

Nathan meraih dadaku yang memantul lalu meremasnya kasar, membuat desahanku semakin menjadi-jadi memenuhi ruang tamu.

"Punyamu menusukku terlalu dalam. Ini ... God ...."

Aku bahkan tak bisa melanjutkan kalimatku. Milik Nathan yang panjang tenggelam di lubang senggamaku, menyodoknya hingga titik terdalam yang membuatku merasakan kenikmatan tiada tara.

Aku yang terus terpejam perlahan mulai membuka mata. Dan saat pandanganku tak sengaja tertuju pada pintu rumah, aku menangkap kehadiran Raymond yang mematung di sana.

Aku menggeram kecil. Rasa marah kembali menyeruak, membuatku ingin balas dendam detik ini juga.

Tanpa melepas pandanganku dari Raymond, aku semakin mempercepat tempo permainanku hingga bunyi penyatuan kami menggema memenuhi seluruh sudut rumah besar ini. Raymond tidak mungkin tidak mendengarnya.

"Nath, aku ... mau ...."

Mengetahui aku hampir sampai, Nathan semakin mempercepat sodokannya dari bawah. Desahanku semakin tak keruan hingga pelepasanku tiba. Nathan menyusul tak lama kemudian hingga cairan kami merembes melalui pahaku.

Napasku memburu kencang, begitu pula dengan Nathan. Aku melepas penyatuanku dengan Nathan lalu bergerak maju hingga liang senggamaku yang basah berada di depan wajah Nathan. Seakan tahu yang aku inginkan, Nathan pun mulai mempersihkan cairan kami menggunakan lidahnya.

Masih sambil menatap Raymond, aku terus meliukkan tubuh. Aku sama sekali tidak menyangka kalau posisi ini terlalu nikmat, hingga membuatku kembali orgasme hanya karena lidah Nathan.

Aku mengatur napas. Setelah berhasil menguasai diri, tanpa memakai kembali bajuku, aku pun berjalan menuju pintu di mana Raymond berada.

Kini aku berada di depan matanya. Di belakang sana, aku bisa mendengar Nathan menyebut nama Raymond dengan kaget karena dia baru sadar ada Raymond di sini.

"Ini, kan, yang kau mau?" tanyaku.

Raymond lantas menyeringai dengan pandangan menyusuri seluruh jengkal tubuhku.

"Dasar munafik. Kemarin menyebutku gila, sekarang kau yang seks gila-gilaan dengan Nathan."

"Ini tidak akan terjadi kalau kau tidak memasukkan obat perangsang!"

"Ya, ya, ya." Raymond membalas kalimatku acuh tak acuh. "Aku tidak peduli dengan pembelaanmu. Yang penting, tiga bulan lagi kau harus hamil."

Kedua tanganku mengepal. Namun, tak lama kemudian, aku bisa merasakan sebuah tangan besar menggenggam tanganku lalu menyembunyikan tubuhku di belakang tubuh kokohnya.

"Tuan, Tuan bisa bicara dengan saya saja. Jessica tidak bersalah."

"Jessica?" ulang Raymond. "Wah, sekarang kau bahkan tidak memanggilnya nyonya lagi. Apa hanya dengan seminggu membuat kalian sudah saling cinta?"

Pertanyaan meremehkan yang Raymond layangkan membuatku semakin marah. Aku yang kepalang kesal pun langsung berdiri lagi di depan Raymond.

"Aku pasti akan hamil anak Nathan," ujarku mantap. Dan setelah anak ini lahir, aku akan meninggalkanmu, Raymond keparat! tambahku dalam hati.

***

Woman & Desire [1st Desire Series]Where stories live. Discover now