My Husband's Bodyguard (1)

Start bij het begin
                                    

Ya, aku tahu Raymond sudah punya kekasih. Mereka pacaran jauh sebelum kami dijodohkan. Jadi, aku tidak bisa melakukan apa-apa. Lagi pula, aku hanya "alat" yang orang tuaku gunakan untuk membayar utang ke keluarga Raymond karena bisnis mereka hancur lebur dan bangkrut.

Tapi, bukankah ini berlebihan?

"Saya tidak bisa, Tuanㅡ"

"Aku akan memecatmu dan menghentikan beasiswa yang keluargaku beri untuk kuliah adikmu. Kau mau?"

"Jangan, Tuan!"

"Kalau begitu lakukan perintahku!" bentak Raymond frustrasi. "Tiga bulan. Dalam tiga bulan, kau harus berhasil menghamili wanita ini."

Raymond menunjuk mukaku menggunakan jari telunjuknya.

"Dan selama itu pula, kau aku beri cuti dari pekerjaanmu sebagai pengawalku. Sebagai gantinya, lakukan pekerjaan barumu dengan baik," katanya lagi sebelum keluar dari ruangannya sendiri, meninggalkanku berdua dengan pria tinggi menjulang yang masih terpaku di tempatnya berpijak.

Cukup lama kami terdiam, seolah sedang bergelut dengan pikiran masing-masing, sampai suara Nathan berhasil memecah keheningan di antara kami.

"Nyonya Jessica. Sepertinya kita perlu bicara."

Dengan kepala yang tidak bisa diajak berpikir, aku mengangguk. Dia benar. Kami butuh bicara agar bisa mencerna keadaan gila ini.

Nathan membawaku keluar dari ruang kerja Raymond. Langkahnya beranjak pergi menuju kitchen bar yang terletak di lantai satu. Sambil menatap punggung lebarnya, aku kembali mengingat-ingat siapa sebenarnya sosok Nathan sampai Raymond tega menyuruhnya melakukan semua ini.

Namanya Nathan. Selain itu ... aku tidak tahu apa pun tentang pengawal Raymond tersebut. Umurnya, dari mana dia berasal, bagaimana latar keluarganya. Aku sama sekali tidak tahu. Aku saja jarang bertemu dengan Raymond, apalagi dengan Nathan. Sebagai pengawal, pria itu selalu menemani Raymond ke mana-mana.

Selama menikah dan tinggal di rumah Raymond, sepertinya baru tiga kalo aku bertemu dengan Nathan. Tidak ada obrolan apa pun yang terjadi di antara kami. Dia hanya menyapa layaknya seorang bawahan, dan aku membalasnya dengan anggukan kecil. Hanya itu.

Dan sekarang Raymond memintaku untuk tidur dengannya sampai hamil? Raymond benar-benar berengsek!

"Sepertinya Tuan Raymond sedang kalut. Saya akan bicara lagi dengannya besok."

Nathan membuka pembicaraan setelah kami tiba di kitchen bar. Aku hanya mengangguk. Setelah percakapan kami berakhir, kami pun terdiam. Aku yang tidak pandai membuka pembicaraan tidak tahu harus berkata apa.

"Saya harap Nyonya tidak terlalu memikirkan ucapan Tuan Raymond. Maksud saya, sebenarnya Tuan Raymond tidak sejahat itu. Diaㅡ"

"Aku tahu. Dia begitu karena membenciku. Aku hanya tidak menyangka kalau dia bertindak sejauh ini karena rasa bencinya," ujarku cepat.

Kami kembali terdiam. Sebelum suasana semakin canggung, Nathan pun bersuara lagi.

"Kalau begitu saya keluar dulu, Nyonya."

"Baik."

Nathan berjalan menuju pintu utama kediaman Raymond yang besar dan juga mewah. Namun, saat tangannya meraih kenop pintu dan menariknya, pintu itu masih saja tertutup. Nathan mencoba menariknya lagi, tapi hasilnya masih saja nihil.

"Kenapa?" tanyaku sambil mendekatinya.

"Pintunya terkunci, Nyonya."

"Apa?"

Nathan segera meraih ponsel di dalam saku jasnya lalu meletakkan benda pipih tersebut di telinga kanannya.

"Halo, Gram? Bisa bantu aku membuka pintu rumah Tuan Raymond?"

Woman & Desire [1st Desire Series]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu