8.SUNDAY

135 43 2
                                    

"Kesabaran itu tidak diukur dari seberapa lama kita mampu bertahan, tetapi kesabaran diukur dari seberapa jauh kita melangkah untuk semakin berkembang atas ujian yang kita terima"

"Jeanaly harycharselya"

HAPPY READING

*****

Sunday. Jea baru membuka matanya dari mimpi panjangnya semalam, dan kini jea beralih membuka jendela kamarnya yang berhadapan langsung dengan balkon kamarnya. diluar, cuaca terlihat sangat cerah dan indah, Bumantara menampakkan warnanya yang biru, begitupun dengan udara yang sejuk menyitari sekitar, mentari bersinar terang pagi ini. Jea memejamkan matanya untuk menghirup udara pagi yang sejuk ini, jea berpikir, mungkin cuaca ini akan sangat cocok jika dirinya pergi joging keluar. Hari ini jea memang tidak ada kegiatan apapun, jadi dia memutuskan untuk sedikit berolahraga, tapi saat ini jea masih berada dikamarnya.

Jea mulai bersiap-siap untuk melakukan aktivitas berolahraga nya, jea menuruni tangga rumahnya untuk bersiap pergi berolahraga.

Saat jea menuruni tangga rumahnya, jea sedikit terkejut melihat seorang wanita yang sedang menyiapkan makanan dimeja makan, jea melambatkan langkahnya melihat siapa yang berada dihadapan nya itu.

Wanita itu menyadari kedatangan jea, ia menoleh pada putrinya itu. "jea, udah bangun, ayo sarapan bareng". Ucap wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibunya.

"Nggak, jea mau joging". Ketus jea. Dia memang akan sarapan, setelah ia selesai berolahraga.

"Loh, mama udah masakin makanan favorit jea, makan dulu ya". Ucap Hana. Hana tau, jika putrinya selalu berusaha menghindar darinya.

Jea hanya menatap Hana dengan tatapan datarnya ."Nanti jea makan!". Ketusnya lagi.

Hana perlahan berjalan mendekati jea yang berada tak jauh darinya, hana ingin menyentuh tubuh gadis itu, namun, dengan sigap jea menghindar begitu saja. "Mama temenin ya, joging nya". Ucap Hana.

Jea tersenyum miring."Gausah!, mama mau kerja kan?". Ketus jea, jea sudah hafal bagaimana hana yang selalu berbohong jika dia bilang akan menemaninya.

"Mama gak kerja kok, mulai sekarang, mama bakal terus dirumah buat nemenin jea". Sahut Hana.

Jea merasa tidak yakin dengan ucapan mama nya itu. "Jea gak bakal egois kok, mah. kalau mama lebih milih pekerjaan mama, jea gak masalah, itu hak mama". Ucap jea dengan nada datar.

Hana terlihat sedikit merubah ekspresi dari sebelumnya."Jea.. apa jea kecewa sama mama, nak?". Ucap Hana lembut, kedua netra hitamnya mulai berkaca-kaca mendengar penuturan anaknya itu.

Jea mengalihkan pandangan nya kearah lain, jea berusaha keras agar air matanya tidak ikut menetes sekarang, dirinya tidak ingin terlihat lemah saat membela dirinya sendiri. Jea selalu menyimpan lukanya sendirian, jadi dirinya tidak akan langsung goyah dengan penuturan Hana yang mungkin akan menjadi lahan kecewanya lagi.

Rasanya tidak mudah bagi jea, selama ini jea selalu sendirian dalam hal apapun, bahkan orang tuanya tidak pernah bertanya apakah jea baik baik saja, sekarang ketika semua nya akan membaik, entah kenapa sulit bagi jea untuk langsung memaafkan orang tua nya sendiri. Meskipun hati kecilnya berkata, bahwa sebenarnya ini hal yang selama ini jea nantikan.

SUNDAY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang