__________
“Baru pulang lo, Sha?”
Pertanyaan Reya menjadi sambutan untuk seseorang yang baru masuk ke kost. Brisha mengangguk lesu, melonggarkan dasi seragamnya, kemudian menjatuhkan diri di sofa.
“Kena hukum Pak Damian gue, tai. Besok disuruh pake gamis biar gak ngumbar aurat katanya,” keluh Brisha, bersandar pada sofa.
“Puahaha, kesian. Abisnya seragam lo juga kayak cabe open bo, ketat banget,” ledek Reya, lesehan di lantai ngemil cimol.
“Yeuu, biar dikata cabe gue tetep Hot Queen Grenada! Yakali pake seragam gombrang terus kepang dua, apalagi pake kacamata. Ewhh, culun abiss,” cakap Brisha gumoh.
“Eh, nama lo Brisha, ya?” tanya Jinny mulai nimbrung, sedari tadi berkutat pada tugas kuliah di laptopnya. Duduk di sisi Brisha.
“Iya, Kak.”
“Kenapa tinggal di kost ini? Kemaren lo pindah ke sini dianterin si Jesslyn, kan?”
“Iya, sih,” balas Brisha mengusap tengkuknya, lalu membuang napas lelah.
“Sebenernya rumah gue dijual, Om sama Tante kabur gak tau ke mana. Gue tau itu pas baru pulang sekolah, gerbang rumah tetiba digembok. Jadinya ya gini, luntang-lantung gak jelas.”
“Wah, penipuan dong berarti. Laporin aja, Sha,” tanggap Reya tersulut.
“Masalahnya mereka gak ketemu. Udah gue cari, tapi Om sama Tante gak muncul. Kontak gue juga diblokir,” papar Brisha lirih.
“Padahal cuma mereka anggota keluarga gue yang tersisa. Pas ortu gue mati, cuma Om Yasa sama Tante Marina yang ngurus gue sampe gede. Tapi malah gini ujungnya. Hah,” gerutu Brisha terpejam sesaat.
Reya dan Jinny saling bersitatap, ekspresi keduanya sama prihatin. Ternyata nasib Brisha cukup rumit untuk seukuran remaja, memang sakit rasanya jika ditipu dan ditinggal oleh kerabat sendiri yang telah merawat dari kecil.
“Jadi, lo gak dapet duit sepeserpun dari hasil jual rumah?” tanya Reya, disusul gelengan Brisha.
“Gimana mau dapet, kejualnya aja tanpa sepengetahuan gue. Warisan sama harta udah ludes, gue gak tau semua itu dibawa ke mana sama mereka.”
“Sekarang lo ada uang saku gak?”
Brisha menggeleng miris. “Gak, makanya gue bingung nanti bayar bulanan kost gimana.”
“Cari kerja part time aja,” usul Jinny menggulir layar ponsel. “Biasanya cafe cafe gitu yang buka loker buat posisi waiters. Gaji sebulan lumayan.”
Manik Brisha berbinar. “Serius?”
Jinny mengangguk mantap. “Yoi. Temen kampus gue pada kerja sampingan, kok. Lo coba aja ngelamar di cafe, itung-itung dapet penghasilan.”
Benar juga, kenapa Brisha tidak kepikiran itu. Daripada berlarut-larut menunggu kabar Om dan tantenya yang hilang, lebih baik Brisha cari kerja untuk kebutuhan hidup.
Soal rumahnya yang terjual dadakan, mending Brisha pikirkan nanti.
🕊️🕊️🕊️
“Dicari wanita cantik, menarik, ramah, service oriented, usia 18 ke atas. Gaji 20 juta perbulan plus uang tips. Tempat di Yandex Karaoke.”
Usai membaca tuntas informasi lowongan kerja yang dikirim oleh Jesslyn, refleks Brisha tersedak ludah kasar. Buru-buru ia menelepon kawannya itu, dengan raut dongkol.
YOU ARE READING
Bad Trap
Teen Fiction[ END ] Brisha tersenyum tengil. "Lo homo?" Arzhel terkekeh ringan. "Perlu gue buktikan kalo gue bukan homo?" "Yaudah, buktiin," tantang Brisha. "Then, i'll kiss you now." *** Julukan 'Crazy Queen' sudah melekat lama pada diri Brisha. Cewek berisik...
