40✈️{P,MM!}

Depuis le début
                                    

"Tuan apa Anda tahu ini berapa?" tanya beberapa orang kepada Naruto untuk memastikan pengelihatan pria itu. Tanpa menjawab, Naruto malah menyingkirkan tangan tadi dari hadapannya dan mencoba berdiri dengan tubuh gemetar serta sempoyongan.

Rasa sakit terasa perih di lengan dan dahinya. Naruto seakan tuli ketika orang-orang di sana memanggilnya untuk tetap duduk sampai ambulans datang. Naruto masih berjalan dengan terseret, wajahnya terlihat pucat dengan banyak keringat di sekujur tubuhnya.

Dadanya naik turun tak karuan. "Hinata!" teriaknya ketika ia sudah memasuki bandara, air mata mulai mengalir, rasa sakit yang sama seperti saat dia menyakiti Hinata. Sorot mata orang-orang yang ada di bandara menatap penuh khawatir dan prihatin.

Naruto melihat layar penerbangan London menuju Jepang sudah 1 jam yang lalu. Rasanya sangat sakit sekali, darah segar masih mengalir di lengannya hingga kepalanya mulai pusing dan dia terjatuh ke lantai. Nafasnya begitu berat, Naruto tidak ingin berakhir seperti ini, dia berusaha menahan matanya agar tetap terbuka namun itu sia-sia di saat ia mengeluarkan banyak darah.

-'Apakah ini hukumanku? Kuharap begitu.' Batin Naruto pasrah.

"Hina-- ta..." Lirihnya sebelum ia mulai memejamkan mata.

***

Hinata menatap sendu keluar jendela. Rasanya tak tega ketika harus pergi diam-diam, tapi dia juga lelah dan kesakitan.

Wanita cantik yang saat ini duduk dim di dalam pesawat, sedari tadi hanya menatap jendela tanpa bosan dengan di hiasi butiran air mata yang terus saja mengalir. Bahkan Hinata menyesal karena tak sempat membuatkan ramen untuk suaminya, pria yang berhasil membuatnya jatuh cinta untuk pertama kalinya, pria yang berhasil melukai hatinya untuk pertama kalinya. Dia sangat merindukan masa-masa pertengkaran nya dengan Naruto.

"Nyonya-- " Hinata langsung mengusap air matanya, menoleh dengan senyuman tipis ketika seorang pramugari menghentikan lamunannya.
.
.
.
.

Tokyo - Jepang

Tanpa memberitahu keluarga Uzumaki, Hinata memilih pulang ke rumahnya diam-diam. Tentu saja Hinata masih tidak sanggup menghadapi keluarga suaminya, secara dia dan Naruto sudah membohongi mereka semua.

Tok! Tok! Wanita cantik dengan Surai berantakan tadi, baru saja mengetuk pintu rumahnya. Bukan kakak atau bibinya, melainkan ibunya lah yang membuka pintu rumah. Sejenak Hinata memandangi wajah ibunya, begitu pula sang ibu yang mulai menatap sedih putrinya.

Hinata langsung terjun ke dalam pelukan ibunya sambil menangis ringan, semua perasaannya bercampur aduk yang hanya bisa Hinata lakukan hanyalah menikmati kehangatan pelukan ibunya yang selama ini hilang.

Naruto benar, dia akan memerahi ibunya karena dialah yang membuat putrinya jatuh cinta ke cucu Uzumaki itu. Tapi untuk saat ini Hinata ingin tenang.

"Maafkan Ibu Hinata."

"....."

"Karena Ibu kau harus menanggung kesedihan Hikss, maafkan Ibu.."

"Jangan sekarang Hikss. Biarkan aku memelukmu." Hinata membenamkan wajahnya di bahu ibunya dan mulai menangis. Keluarga Hinata sudah tahu tentang berita yang menimpa Hinata di Jepang.

Please, Marry Me Où les histoires vivent. Découvrez maintenant