36✈️{P,MM!}

309 37 71
                                    

Don't forget
(⁠?⁠・⁠・⁠)⁠σ Vote and Coment

🛫📍🛬

Rasa sakit di hati Hinata begitu hidup. Bagaimana bisa pria itu mengajak wanita lain, apalagi berciuman di dalam kamar begitu intim? Oh, iya. Wanita itu bukan wanita lain, dia masih kekasih dari Uzumaki Naruto. Hinata masih bisa menahannya, meski perutnya terus saja melilit, seperti mencengkram usus-usus perutnya. Dia ingin pergi, tapi dia masih terikat kontrak? Apa, kontrak? Wanita itu bahkan masih tahu cara berterima kasih dengan baik, dengan mendengarkan ucapan perintah Naruto tentang kontrak 1 tahunya. Hinata akui dia sangat bodoh.

Naruto melangkah cepat, meraih pergelangan tangan istrinya yang akan segera masuk ke dalam kamar. Pria itu masih ingat, dia masih ingat! Dan kini, dia menyakitinya, di tambah lagi, wanita itu masih menganggap Everything is alright.

"Hinata!" sontak langkah Hinata tercegah. Dengan berat hati Hinata berbalik menatap safir lautan tersebut.

"Maaf, aku minta ma-- "

"Sudah berapa kali kau minta maaf?!" Hinata tersenyum remang. Sedangkan Naruto tertohok akan balasan istrinya, namun ucapan Hinata benar. Sudah berapa kali dia hanya meminta maaf?

"Selama kalian masih menjalin hubungan, kalian tidak akan lepas dari kata ciuman. Bisa saja itu lebih dari ciu.... (Menarik nafas panjang).. man." Di akhir kalimat, suara Hinata pelan seakan dia tidak berharap Naruto benar-benar melakukannya dengan Sakura, meski itu sudah terjadi! Naruto menatap sendu penuh salah ketika mata rembulan itu redup. Semua ucapan Hinata sudah pernah dia lakukan, dan dengan bodohnya dia tidak bisa menolak keinginan sahabatnya. Sungguh, setan kali ini mengelilingi dirinya.

Tiba-tiba, Hinata kembali menatap Naruto. Kali ini senyuman terlihat tulus meski juga penuh penekanan. "Bagaimana pun, kita masih partner kontrak! Kurang 10 bulan lagi, kau... Dan aku akan terbebas!" Grepp! Mata Hinata membulat ketika Naruto tiba-tiba menariknya ke dalam pelukannya.

Cengkraman, Hinata dapat merasakan betapa erat pria itu memeluk tubuhnya. Hinata menutup kedua matanya, berusaha merasakan kehangatan tubuh tersebut, rasanya dia ingin menangis. "Setelah semuanya selesai, apa kau akan pergi? Apa kau akan meninggalkan ku?" suara Naruto terdengar parau. Tangan Hinata masih tegak, sedangkan kepalanya masih sedikit mendongak di bahu kiri Naruto.

Hening sejenak ketika Hinata masih berpikir apa yang harus dia jawab dari pertanyaan suaminya?

"Aku akan berusaha--- tetapi, aku tidak bisa menjaminnya, maaf." Jelas Hinata kembali memejamkan matanya. Sungguh, dia sangat berat hati mengatakan seperti itu.

Naruto mempererat pelukan tersebut, dia sudah mendapatkan jawaban dari istrinya. Itu artinya, kapanpun Hinata akan berpaling dan pergi darinya. Itu sangat menyakitkan.

"Sekarang lepaskan aku. Aku merasa sesak!" cukup lama Naruto enggan melepaskan pelukannya, sampai dia mendapat pukulan kecil dari Hinata di punggungnya. Terpaksa, Naruto melepaskannya.

"Ayo tidur, ini sudah malam." Ajak Hinata. Saat hendak melangkah, suara Naruto lagi-lagi menghentikannya.

"Kapan kau akan menghukum ku?"

Ya! Hinata tahu maksud hukuman yang baru saja Naruto bicarakan. "Tidak sekarang. Suatu saat aku akan memberikan hukuman untukmu karena sudah melanggar kontrak!" ketus Hinata dengan nada seperti candaan, lalu masuk ke dalam kamar. Namun Naruto masih datar dan berpikir bahwa itu bukan candaan, meskipun istrinya sedang tertawa bukan berarti semua baik-baik saja.
.
.
.
.

Please, Marry Me Where stories live. Discover now