17

5.9K 366 11
                                    

📍 Airport, 07:12 -

Kini keluarga Mark berkumpul di Bandara untuk mengantar kepergian Mark ke Toronto. Tapi, ada satu hal yang membuat Canadian Boy itu merasa kurang kali ini.

"Haechan sama keluarganya enggak datang buat ngantar gue juga?" batin Mark.

Rose memeluk tubuh sang putra dengan begitu erat, lalu dia menangis sesegukan.

"Walaupun kamu jauh dari jangkauan Mama dan Papa, seenggaknya kamu jangan nakal di sana. Nanti kalau emang kamu merasa nyaman di Toronto. Tolong ... Tolong kembali ke Indonesia dan jangan lupa dengan Mama, Papa serta Adik kamu," jelas Rose sedih.

Mark terkekeh pelan saat mendengarkan ucapan sang ibu.

"Mama tenang aja. Biarpun di sana Mark merasa nyaman, tetap aja Mark bakalan balik ke Indonesia. Nggak ada tempat yang lebih nyaman dibandingkan Indonesia, Ma," jawab Mark lembut.

Rose semakin mengeraskan tangisannya karena tak bisa ditinggalkan oleh anak sulungnya itu. Tapi, dia tak bisa berbuat apa-apa selain menuruti kemauan anak sulungnya.

"Jangan lupa apa yang dibilang sama Tante Rose, Mark. Lo jangan nakal di sana, apalagi punya hobi mainin perasaan orang. Seenggaknya di Indonesia lo mainin perasaan Hae-"

Lucas langsung menutup mulutnya dengan cepat setelah mendapatkan injakan tepat di atas kakinya oleh Mark.

"I ... Itu ... Intinya, jangan lupa sama gue termasuk yang bikin lo berkenan di Indonesia," tutur Lucas menahan sakit.

Rose melepaskan pelukannya, dan kini yang sekarang memeluk Mark adalah adik kesayangannya.

"Kalau udah sampai di sana, jangan lupa sama Icel. Jangan sampai cari Adik baru di sana!" ucap Giselle sambil menangis.

Mark terkekeh geli mendengarkan ucapan sang adik.

"Mana mungkin gue mau cari Adik baru di sana, sih? Di dunia ini nggak ada yang bisa nandingin Adik gue yang sempurna ini," ucap Mark sambil mencium lembut kening Giselle.

"Nggak ada orang yang lebih cantik dan juga lebih sempurna di mata gue selain Giselle sama Mama," lanjutnya.

Giselle semakin mengeraskan tangisannya karena ucapan dari sang kakak.

"Kamu jangan lama-lama, Mark! Sebentar lagi pesawat kamu bakalan flight!" seru Jaehyun tiba-tiba.

"Bentaran dulu, Pa. Mark lagi nunggu teman yang lagi OTW ke sini," jawab Mark sambil perlahan melepaskan pelukan Giselle.

"Kalau lima belas menit menit juga belum datang, kamu langsung masuk pesawat aja. Jangan sampai kamu ketinggalan pesawat cuma gara-gara teman kamu itu," peringat Jaehyun.

Mark menganggukkan kepalanya tanda setuju.

"Haechan pasti datang buat ngantar gue, kan? Mama kemarin bilang kalau dia udah bilang sama Tante Chitta, terus Tante Chitta setuju buat nganter gue. Otomatis pastinya Haechan datang bareng keluarganya," batin Mark.

Hampir sepuluh menit Mark menunggu, sedangkan Haechan tak kunjung memperlihatkan tanda-tanda kalau dia akan datang bersama keluarganya.

Lucas yang paham akan siapa orang yang ditunggu oleh sahabat sekaligus sepupunya itu, ikut membantu dan turun tangan untuk menelepon Haechan. Sayangnya, anak itu bahkan sama sekali tak mengangkat panggilan teleponnya yang hampir tujuh kali itu.

Merasa menyerah karena tak bisa menunggu Haechan lebih lama lagi, Mark akhirnya memutuskan untuk langsung masuk ke pesawat tanpa membalikkan badannya sama sekali.

Rasa kecewa dan juga rasa marah meluap di dalam hatinya. Dia berharap agar Haechan datang bersama keluarganya, tetapi ternyata pemuda itu tak kunjung datang sama sekali.

Apakah dia masih berharga di dalam hati pemuda berkulit karamel itu? Ah ... Ataukah pemuda itu sudah melupakannya?

"You giving up?" batin Mark.

Mark langsung berjalan cepat memasuki pesawat, pastinya diikuti oleh ayahnya dari belakang.

Mark menatap keluar jendela pesawat sambil tersenyum kecut.

"Apa itu yang namanya cinta? Padahal gue udah berharap lebih kalau Haechan datang dan nganter gue. Tapi, ternyata gue naruh kepercayaan yang salah tentang dia. Emang yang namanya cinta itu cuma sekedar kata-kata doang," batin Mark.

"Kenapa kelihatan lesu banget kayak gitu?" tanya Jaehyun saat sadar akan ekspresi wajah sang putra.

Mark hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Kalau ada apa-apa, cerita sama Papa. Diam dalam sebuah masalah itu bukan jalan yang tepat, Mark. Masalah yang dipendam sendiri yang ada malah bikin luka," jelas Jaehyun.

"Semakin kamu memikirkan masalah kamu, semakin besar juga luka yang bakalan kamu tanggung kalau memang kamu nggak mau membaginya," lanjut Jaehyun.

Mark menghembuskan nafasnya dengan sedikit berat.

"Mark mau tiduran aja, Pa," ucap Mark.

Tanpa menunggu jawaban sang ayah, Mark memasang earphone-nya dan mendengarkan sebuah lagu tanpa ada musik pengiring sama sekali dari ponselnya.

Suara lembut nan indah itu mengalun pada kedua telinga Mark.

Sebuah voice note yang berisikan suara Haechan yang tengah menyanyi sambil mencurahkan isi hatinya, itulah yang didengarkan oleh Mark.

Suara indah itu berhasil membuat kedua mata Mark terasa berat dan berakhir tenggelam ke dalam dunia mimpinya.

Suara Haechan itu indah.

- 🧁🧁🧁 -

You Giving Up? | MarkHyuckWhere stories live. Discover now